PART. 5 KAMU ISTRIKU

1434 Kata
***AUTHOR*** "Apa kamu menolak juga kalau Faiz yang menyentuhmu, Dara?" Tanya Juan tajam dan penuh kesinisan. Dara tertawa mendengar pertanyaan Juan barusan. Dara tahu kalau Juan dan Meta makan di restoran yang sama dengannya tadi siang. "Kamu lupa dengan surat perjanjian yang kamu tulis sendiri Tuan Juan, dilarang mencampuri urusan pribadi masing-masing, jadi apa yang terjadi antara aku dan Mas Faiz itu adalah urusan kami berdua, orang luar dilarang kepo, tahu apa itu kepokan?" Dara menatap Juan dengan berani. Jelas terdengar suara gemurutuk gigi Juan. Juan ingin menyergap Dara lagi, tapi Dara langsung berseru nyaring. "Stop, jangan melakukan kekerasan Tuan Juan, kalau kamu tidak ingin aku laporkan atas tindakan KDRT" Dara menjauhkan tubuhnya dari jangkauan tangan Juan. Gigi Juan semakin bergemurutuk menahan amarahnya. "Kamu istriku, aku tidak akan melakukan kekerasan, aku menuntut hakku sebagai suamimu. Tapi melihat sikapmu seperti ini, aku jadi curiga jangan-jangan kamu menghindariku, karena kamu sebenarnya tidak perawan lagi" seru Juan marah. "Kenapa kamu menuntut keperawanan dariku? Sedang kamu sendiri jelas sudah tidak perjaka iya kan? lagi pula penuhi dulu kewajibanmu sebagai suamiku, dan sebagai putra Ayahmu, jika kamu ingin meminta hakmu sebagai suamiku" sahut Dara tidak kalah sengitnya. Juan semakin mengepalkan jemarinya. Rencananya mengatasi Dara, dengan membuat Dara terbuai oleh sentuhannya gagal total. 'Dasar perawan tua aneh!' Umpat Juan di dalam hatinya. Juan duduk di tepi ranjang untuk menetralkan perasaannya. 'Sabaaar Juan .... Sabaar ... Dara hanya masih malu mengakui kalau dia tertarik padamu, lambat laun dia pasti akan takluk kepadamu, dan akan ketagihan dengan sentuhanmu. Dan bila saat itu tiba, maka akan mudah bagimu untuk menyetir Dara semaumu.' Juan memandang Dara yang mengambil pakaian ganti dari dalam lemari lalu melangkah ingin masuk ke dalam kamar mandi. Dara berhenti di ambang pintu kamar mandi. Diputar tubuhnya, agar bisa langsung menatap Juan yang terduduk di tepi ranjang. Mata mereka bertemu, dan percik permusuhan jelas terlihat di mata keduanya. "Cobalah belajar jadi suami, dan anak yang baik Juan, hidup hanya sekali, jangan sia-siakan untuk hal yang tidak berarti. Kamu lebih pintar dari aku, pendidikanmu lebih baik dari aku, hanya mungkin pergaulanmu yang harus kamu coba telaah lagi, mana teman yang bisa menerimamu apa adanya, dan membawa kebaikan untukmu, dan mana teman yang ada untukmu saat kamu sedang jaya saja, dan mungkin bisa menggiringmu pada api neraka" Dara berbalik, dan masuk ke dalam kamar mandi tanpa menunggu jawaban Juan. Begitu Dara masuk kedalam kamar mandi, Juan langsung membanting tubuhnya ke atas ranjang, dengan perasaan kesal luar biasa karena merasa sudah diceramahi Dara tadi. *** ***JUAN*** Aku terbangun dari tidurku, karena batuk yang menyerangku. Dara yang berbaring di sebelahku juga ikut terbangun. Aku masih terbatuk-batuk, ketika Dara menyodorkan gelas berisi air putih kehadapanku. "Minumlah" katanya dengan suara nyaris tidak terdengar. Aku bangun dari rebahku, lalu menerima gelas itu dari tangannya, dan langsung kuminum hingga tidak bersisa. Kuserahkan gelas kosong itu ke tangan Dara, Aku kembali berbaring seperti semula. Dara menerima gelas itu dari tanganku, lalu meletakannya diatas meja, dan kembali berbaring di sebelahku. "Berhentilah merokok Juan." "Aku tidak pernah merokok Dara." "Kamu tidak merokok, tapi setiap malam datang ke tempat yang dipenuhi asap rokok, atau mungkin kamu terbiasa minum alkohol juga?" Tanya Dara bernada menyelidik. Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku memiringkan tubuh, berbaring dengan punggung menghadap ke arahnya. Ku coba untuk tidur dengan memejamkan rapat mataku. Aku tidak menjawab pertanyaannya, karena malas mendengar ceramahnya. Aku masih saja batuk-batuk, sehingga sulit untuk tidur. Ku dengar Dara menarik nafas berat, lalu aku merasakan kasur bergerak. Aku memutar tubuh agar telentang. Ku lirik dia dengan ekor mataku, Dara masuk ke dalam kamar mandi. Aku kembali memejamkan rapat mataku, meskipun batuk masih menyerangku. Setelah beberapa saat, kudengar kunci pintu kamar yang diputar. Aku membuka mata, dan mendapati Dara sudah tidak ada di dalam kamar tidur kami lagi. Mau apa dia? Apa yang ingin dilakukannya dini hari begini? Aku turun dari ranjang, dan ke luar dari kamar. Dara tidak kutemui di lantai atas. Aku tertegun sejenak di puncak tangga. Kenapa Aku mencarinya? Urusannya bukanlah urusanku kan? Aku ingin berbalik lagi masuk ke dalam kamar. Tapi hatiku sungguh penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Dara. Aku turun ke lantai bawah, dan mencarinya di ruang makan, lalu di dapur, aku melihatnya tengah memeras jeruk nipis, dan mencampurkan air perasan jeruk dengan kecap. Suara batukku sepertinya sudah mengagetkannya. "Kamu di sini?" Tanyanya dengan kening berkerut. "Kamu sendiri untuk apa di dapur?". "Minumlah" Dara menyodorkan gelas berisi air perasan jeruk nipis, yang dicampur kecap tadi kepadaku. "Apa ini, air jampi-jampi?" Tanyaku sambil mengangkat gelas yang kuterima dari tangan Dara. "Jampi-jampi?" "Ya siapa tahu kamu berusaha memikatku dengan air jampi-jampi," sahutku cepat. "Tidak kusangka selain m***m, ternyata Tuan Juan juga seorang pria yang percaya pada hal seperti itu. Dengar ya Tuan Juan yang terhormat, aku tidak perlu memberimu jampi-jampi untuk membuatmu tertarik kepadaku. Karena pada kenyataannya, kamu sudah tertarik padaku, sampai kamu rela melangkahkan kakimu untuk mencariku sampai di sini" sahutan Dara sungguh membuat aku merasa sangat kesal. Tinggi juga kadar kepercayaan diri perawan tua ini. Tapi kenapa dia bisa jadi perawan tua, kalau kepercayaan dirinya sebagus ini. Wajahnya tidak jelek, meskipun tidak juga terlalu cantik. Bodynya, hmmm ... aku baru menyadari, kalau bodynya bagus juga, setidaknya perut Dara tidak lebih besar dari dadanya. "Tuan Juan!" Aku tergeragap karena jentikan jemari Dara tepat di depan mataku. "Minumlah kalau kamu ingin tidurmu tidak terganggu oleh batukmu, setelah itu habis, minumlah air hangat ini" katanya sambil meletakan gelas berisi air hangat di atas meja dapur. Lalu dia melangkah pergi, meninggalkan aku sendirian di dalam dapur. Akhirnya kuminum juga isi gelas di tanganku, dan kulanjutkan dengan minum segelas air hangat, yang tadi diletakan Dara di atas meja. Saat aku kembali ke kamar, kulihat Dara tengah bersiap untuk sholat. Aku tahu sholat disaat dini hari begini namanya sholat tahajud. Aku berbaring sambil sesekali melirik ke arahnya. Hmmm ... dia benar juga, batukku tidak seintens saat sebelum minum air jampi-jampinya tadi. Dara sudah berbaring di sebelahku. "Dara." "Heenghh!" jawabannya terdengar bernada galak. "Terimakasih ya, air jampi-jampimu tadi berkhasiat juga ternyata." "Hmmm." "Kenapa mau membantu mengatasi batuk ku?" "Kalau Kamu terus batuk, aku tidak bisa tidur Tuan Juan, sedangkan aku besok pagi ada pekerjaan yang penting dengan Mas Faiz," jawabannya membuat aku menopang kepalaku dengan tanganku. Ku tatap wajahnya dengan seksama, aku menyangsikan kejujuran dari jawabannya. "Ada apa? Mau berterimakasih, karena kamu bisa bebas melakukan apa saja di kantor tanpa adanya aku di sana? Tidak usah berterimakasih, karena aku juga senang bisa bebas dari ruangan kantormu itu. Aku bosan setiap hari harus melihat tampangmu, tidak di kantor, tidak di rumah, kamu lagi ... kamu lagi!" Dara menaikan alisnya, dan menantang tatapanku. "Daraaa!" Seruku dengan emosi yang sudah naik ke ujung kepalaku, karena mendengar ocehannya yang terkesan menghinaku. "Oww ... jangan marah Tuan Juan, besok kamu bebas jadi berbahagialah oke!" Dara mengedipkan sebelah matanya mengejekku, lalu memutar tubuhnya untuk tidur memunggungiku. Sssshhhh ... dasar perawan tua! Ucapannya barusan benar-benar membuat emosiku naik. Tapi dia benar juga, besok aku merdeka untuk bersenang-senang dengan Meta. Meta akan ku minta datang untuk menemaniku di kantor. *** ***DARA*** Sebenarnya aku tidak terbiasa berkonflik dengan orang lain. Apa lagi sampai mengeluarkan kata-kata yang membuat orang sakit hati. Tapi ini harus aku lakukan, agar bisa membuat Juan tidak lagi bersikap semaunya. Agar dia bisa lebih bertanggung jawab, sebagai seorang pria dewasa. Apapun hasilnya nanti, terserah pada Yang Kuasa, yang jelas aku hanya ingin berusaha. Aku merasakan kasur terus bergoyang, sebagai tanda Juan menggerakan tubuhnya. Apa dia merasa gelisah? Apa yang membuat dia gelisah? Bukankah harusnya dia bahagia, karena besok dia bebas untuk bekerja sambil bersenang-senang. Kasur kembali terasa bergoyang. "Juan!" Seruku sambil bangun dari berbaringku. Aku tidak bisa tidur kalau dia tidak bisa diam. "Apa!" Sahutnya. "Bisa diam tidak! Dari tadi bergerak terus, aku tidak bisa tidur" sahutku kesal. "Aku akan diam kalau kamu mau tidur dalam pelukanku," jawabannya terdengar asal. "Dasar m***m! Aku lebih baik aku tidur di sofa dari pada tidur dalam pelukanmu!" Ku ambil bantal, guling, dan selimut, lalu turun dari ranjang, dan segera menjatuhkan tubuhku di atas sofa. Dasar pria m***m, cuma kemesuman yang ada di dalam otaknya, gerutuku di dalam hati. Kupejamkan mata mencoba untuk tidur. Aku berharap dia tidak menggangguku lagi, karena aku tidak ingin mengantuk saat bekerja besok. Apa kata Mas Faiz, kalau aku sampai terus menguap didepannya. Eitss! Kenapa aku jadi memikirkan Mas Faiz. Sadar Dara, kamu sudah menikah, sudah jadi istri Juan, jangan mencoba memikirkan pria lain. Meski sikap Juan seperti itu, tapi dia tetap suamimu yang sudah secara sah menikahimu. Batinku mengingatkan posisiku saat ini. Aku harus fokus pada tujuanku saat ini, yaitu merubah Juan menjadi seperti yang diharapkan Ayahnya. ***BERSAMBUNG***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN