Semenyakitkan ini

1213 Kata
Melly akhirnya datang menemui sang putra, wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan awet muda itu tampak sangat khawatir sekali dengan Cakra. Melly bahkan langsung menyita ponsel Cakra sehingga Cakra tidak bisa bekerja lagi melalui ponselnya. Saat Melly datang, Cakra tentunya langsung melupakan kehadiran Viviane. Viviane sendiri merasa terabaikan, namun hal itu sudah biasa ia rasakan jika Cakra bersama dengan mamanya. Cakra akan menjadi sangat manja dengan Melly, Cakra memang anak tunggal, oleh sebab itu kenapa Melly sangat memanjakan putra semata wayangnya itu. Terlebih lagi Cakra besar tanpa sosok seorang ayah, ayahnya sudah lama meninggal sejak Cakra berusia sepuluh tahun, dan sejak saat itu pula Melly tidak mau menikah lagi karena ia hanya ingin fokus kepada Cakra saja. Saat ini Melly sedang menyuapi Cakra makan, sesekali ia mengusap kepala putranya dengan penuh kasih sayang. Hal itu tentu saja membuat Viviane tersenyum miris, sekarang ia sudah tidak dibutuhkan lagi, lantas untuk apa lagi ia berada disini? Sebaiknya ia pulang saja, toh sudah ada Melly, sejak tadi ia juga hanya duduk-duduk saja sambil memperhatikan Melly dan Cakra. Melly sebenarnya tak enak dengan Viviane, tapi Cakra benar-benar seperti anak kecil kalau sedang sakit, sama sekali tidak mau ditinggal olehnya. "Tante, aku pulang dulu aja ya! Besok aku kesini lagi, aku juga harus pergi ke tokonya papi." Ujar Viviane pada Melly. "Kamu bisa pergi Vi, udah ada mama yang jagain aku, nanti Papi kamu nyariin." Seruan tersebut berasal dari mulut Cakra, hal itu tentu saja membuat Viviane merasa tidak dibutuhkan lagi oleh pria itu. Padahal sejak Melly tidak ada, Cakra begitu bergantung padanya, tapi lihatlah bayi besarnya itu sekarang, benar-benar menyuruhnya pergi dan tidak membutuhkannya lagi. Miris sekali. "Sayang..." Melly tampak menatap Cakra tak suka. "Mama pengen Viviane terus yang jagain aku? Mama mau pergi lagi iya? Vivi juga punya kesibukan sendiri ma, jangan paksa dia untuk terus berada disini. Dia juga butuh waktu sendiri." Tutur Cakra. 'Tapi aku maunya sama kamu terus sayang, kenapa sih aku ini nggak bisa jauhin dia padahal dia udah kayak gini sama aku.' gumam Viviane dalam hati. Melihat Cakra yang mulai tidak bersahabat, Melly pun akhirnya memilih untuk mengalah supaya sang putra tidak marah. "Ya udah Vi, biar Tante yang jagain Cakra. Kamu bisa pulang." Ujar Melly pada Viviane. "Iya Tante, Tante apa butuh sesuatu mungkin? Besok biar aku bawain." Tawar Viviane. "Kayaknya nggak ada deh Vi." Balas Melly. "Ya udah kalau gitu Tante, aku pulang dulu ya! Sayang aku pulang ya!" Pamit Viviane. Ia pun lalu maju kearah Cakra ingin mencium pipinya, namun Cakra mengibaskan tangannya seolah enggan, dan akhirnya Viviane pun tak jadi melakukan aksinya. "Hati-hati dijalan ya sayang!" Ucap Melly, Viviane pun tersenyum hangat. "Iya Tante, aku pulang ya! Jangan lupa pakai minyak telon se-" "Aku udah paham Vi, aku udah ngerti, aku bukan anak kecil lagi yang harus selalu diingetin." Sahut Cakra. "Caka..." Melly menatap putranya dengan tatapan tak suka. "Vivi baik sama kamu sayang, dia perhatian. Jangan bersikap kayak gitu dong sama calon istri kamu!" Tegas Melly. "Nggak apa-apa Tante, aku pamit dulu ya! Selamat malam..." Setelah berpamitan, Viviane pun segera pergi meninggalkan ruang perawatan Cakra. Saat diperjalanan kedua matanya berkaca-kaca menahan sesak didada. Sungguh... Kenapa mencintai Cakra harus semenyakitian ini? Rasanya Viviane ingin berhenti, namun ia belum mampu melakukannya. "Ka, Mama sama Tante Rani udah mutusin tanggal pernikahan kalian. Sebulan lagi kamu harus sudah menikah sama Viviane." Ujar Melly membuat Cakra langsung menatap sang mama dengan tatapan penuh protes. "Apaan sih ma? Mama jangan suka ambil keputusan sepihak kayak gini deh ma, aku kan belum pernah bilang kalau aku mau nikah sama Viviane." Tegas Cakra. "Mau nggak mau, kamu pokoknya harus mau nikah sama dia. Dia wanita yang baik untuk kamu sayang, kamu pasti akan bahagia hidup sama dia." "Mama nggak tau apa-apa soal kebahagiaan aku ma, aku masih harus megang proyek ini ma, aku juga masih harus meningkatkan ki-" "Lantas sampai kapan Caka? Sampai kapan kamu akan terus bekerja seperti ini nak? Mama... Mama tuh udah capek lihat kamu kayak gini terus, yang cuma ada dipikiran kamu itu cuma kerja, kerja dan kerja. Lalu kapan nikahnya? Kapan mama bisa punya menantu? Kapan mama bisa punya cucu? Mama nggak bisa selamanya ada disisi kamu sayang, mama juga nggak bisa pergi dengan tenang kalau masih melihat kamu seperti ini." Tutur Melly dengan penuh emosi, wajah Cakra juga mengeras, ia sedang mati-matian menahan seluruh emosinya. "Tolong jangan bahas ini dulu ma, aku nggak mau bahas itu lagi." Ujar Cakra sambil memalingkan wajahnya kesamping. "Cuma Viviane yang pantas sama kamu, nggak ada wanita lain. Sekarang siapa? Kasih tau mama wanita mana selain Viviane yang sabar menghadapi kamu? Viviane sudah tau kamu luar dan dalam. Dan mama pun cocoknya cuma sama dia." Setelah mengatakan hal itu, Melly pun segera beranjak meninggalkan Cakra menuju toilet. Cakra masih dengan wajah penuh emosinya, lalu iapun mengusap wajahnya dengan kasar seakan jengah menghadapi sang mama yang terus saja mendesak dirinya. *** Selama seminggu lebih Cakra di rawat di rumah sakit. Ia mengalami Typus yang cukup parah sehingga harus dirawat lebih lama di rumah sakit. Setiap hari Viviane selalu datang untuk menjenguk calon suaminya itu. Hari demi hari terasa semakin berbeda Viviane rasakan. Seolah semakin ada jarak yang membentang luas antara dirinya dan juga Cakra. Cakra semakin membuat benteng pertahanan yang menjulang tinggi padanya. Entah karena apa Viviane juga tidak mengerti. Anggapan itu ia artikan sebagai bentuk kewajaran karena masih ada Melly yang menemani Cakra. Bahkan setelah bos Cakra datang pun, sikap dingin Cakra semakin menjadi-jadi. Padahal sebelumnya Cakra masih begitu bergantung padanya, masih bergelayut manja seperti seekor kucing kecil. Hati Viviane tentunya semakin gelisah dan sesak, karena seberapa keras dirinya berusaha, Cakra seolah masih begitu sulit untuk ia jangkau. Pria tampan itu menarik ulur hatinya, seolah-olah memberi harapan, padahal nol besar. Cakra hanya akan datang kearah Viviane ketika dia butuh saja, jika ia tidak butuh, maka Cakra akan melupakan wanita India itu. "Sayang, kamu baru pulang?" Tanya Tuan Kapoor pada sang putri yang baru saja pulang dari rumah sakit. "Iya Pi, ada apa?" Tanya Viviane. "Ayo kemarilah nak! Ada Rohit, teman kecil kamu di Mumbai, kamu ingat?" "Astaga, Rohit? Rohit yang suka banget makan bekal aku itu?" Viviane tampak terkejut bukan main. "Iya, yang suka minta jajan sama papi." "Ya ampun anak itu, mana dia Pi? Kenapa dia disini?" Tanya Viviane. "Dia ada didepan, dia kesini untuk perjalanan bisnis. Dia bekerja di perusahaan elektronik sekarang, dia dimutasi kesini udah dua bulan." Jelas Tuan Kapoor. "Waaah... Keren, ya udah aku temuin dia dulu Pi." "Iya sayang." Tuan Kapoor pun tampak tersenyum sumringah, sedangkan Rani ibu Viviane yang melihat itupun tampak kesal setengah mati. "Kenapa sih pakai temuin Rohit sama Vivi segala? Awas ya! Kalau ada sesuatu, Viviane itu udah milik Cakra." Tutur Rani dengan penuh rasa kesal pada sang suami. "Jangan lagi berharap pada pria sepertinya, buat apa tampan tapi suka menyakiti hati putri kita." Ujar tuan Kapoor. "Pokoknya Viviane harus nikah sama Cakra, titik." Tegas Rani. "Itu semua terserah sama Viviane, jangan lagi memaksanya. Dia berhak bahagia." Setelah pembicaraan mereka, Rani pun segera meninggalkan suaminya dengan perasaan kesal setengah mati. Ia masih tak percaya jika calon menantu yang ia bangga-banggakan itu katanya sering menyakiti hati putrinya. Ia yakin Cakra bukan orang seperti itu, Cakra adalah laki-laki yang baik dan sangat bertanggungjawab. Ia yakin suatu saat nanti Cakra akan mampu untuk membahagiakan Viviane.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN