Tiga

1881 Kata
Para tamu undangan sudah memasuki rumah Midas, sang dokter bedah yang masih terbilang muda. Para tamu undangan yang didominasi anak-anak dan para pengantar mereka pun duduk di karpet ruang tamu yang sudah di hias untuk acara ulang tahun Leonita, putri Midas yang ke tiga tahun. Putri kecil yang cantik itu bahkan tak mau lepas dari Laras yang terus berada di sisinya, pembawa acara sudah membuka acara hari ini. Laras membisikkan kata-kata agar Leonita berdiri untuk menyanyikan lagu bersama teman-temannya. Leonita memang berdiri, namun dia tak mau melepas pegangan tangannya kepada Laras seolah takut wanita itu akan pergi meninggalkannya jika dia melepaskannya. Ibu Midas tak henti menyusut air matanya, baru pertama kali dia melihat cucunya yang seperti ini, terus saja menoleh kepada Laras, dia tahu putri kecil itu sangat butuh sosok seorang ibu dalam hidupnya. pengasuh dan neneknya tak mampu melengkapi kebutuhan itu. Midas menyapa tamu yang merupakan teman-temannya yang membawa anak mereka. Mereka seolah maklum jika memang Midas telah membawa wanita lain dalam kehidupannya, lagi pula sudah tiga tahun setelah kepergian istrinya. Mereka bahkan sudah menyarankan Midas menikah lagi sejak lama, namun lelaki itu selalu menolak dengan berkata bahwa dia belum bisa melupakan istrinya, dan menikahi wanita lain terasa seolah mengkhianatinya. Karena itu, teman Midas sangat senang melihat ada wanita lain di sisi putri Midas, wajah Laras tampak lembut keibuan, sorot matanya yang tenang dan senyum tipis manisnya, membuat mereka yakin bahwa wanita itu merupakan wanita yang tepat untuk Leonita dan Midas. “Baik, sekarang waktunya potong kue, ayo papa Leonita maju, temani putrinya,” panggil sang pembawa acara, Midas berpamitan kepada temannya dan ikut maju ke depan dimana sang putri terus memegang tangan Laras. Laras merasa canggung bertiga dengan Midas dan Leonita di hadapan para tamu undangan yang sama sekali tak dikenalnya, karena itu dengan perlahan dia melepas tangan Leonita dan undur diri namun Leonita segera menyadarinya dan menoleh, matanya langsung berkaca-kaca dan bibirnya bergetar. “Mama!” teriaknya sambil menangis, membuat Laras menjadi salah tingkah, padahal dia baru mundur dua langkah. Midas yang terkejut melihat Leonita menjerit dan menangis itu pun menoleh ke arah Laras yang sudah menjadi pusat perhatian. Tubuh Laras membeku, terlebih suasana menjadi sangat sunyi, tak ada suara apapun seolah semua orang menonton apa yang terjadi. Midas juga mengedarkan pandangan ke sekitar, semua mata berpusat kepada mereka dan isakan Leonita, dia pun menghampiri Laras dan memegang tangannya. “Tidak apa-apa, sabar ya tunggu sebentar lagi,” ucap Midas setengah berbisik. Laras mengangguk kaku, tangannya yang lama tak digenggam pria itu terasa menjadi berkeringat dan dingin, Midas mengajak Laras kembali ke dekat Leonita. Gadis kecil itu benar-benar memeluk Laras dengan erat membuat hati Laras terenyuh. Mengapa melihat mata sedihnya membuat dia ingin ikut menangis? Ibu Midas sudah tak kuat berada di ruang itu, dia pun memilih pergi ke kamar tamu dan menangis di sana. Cucunya sangat kesakitan dan ketakutan saat ini dan dia sangat tahu akan hal itu. Sering kali ketika Midas harus menginap di rumah sakit atau pergi keluar kota, dia yang menemani Leonita sebelum tidur, dan doanya selalu sama, dia ingin bertemu ibunya, dia ingin mempunyai ibu seperti teman-temannya. Karena itu ibu Midas sangat sedih di hari yang seharusnya menjadi hari bahagia ini. Midas membantu Leonita memegang pisau khusus kue tersebut dan memotong satu potong kue lalu meletakkan di piring kertas. Diiringi lagu potong kue yang dinyanyikan seluruh tamu undangan. “Nah sekarang, Leonita mau kasih kue potongan pertama ke siapa?” tanya pembawa acara berwajah ceria itu. “Mama,” ucap Leonita pelan. Pembawa acara itu menoleh ke arah Midas dan pria itu mengangguk. “Oke, sekarang suapin mamanya,” ucap pembawa acara itu kepada Leonita, Leonita mengambil potongan kue dengan garpu plastik dan menyuapi ke mulut Laras. Laras membuka mulutnya menerima suapan dari tangan kecil Leonita yang berada di dekapannya tanpa mau melepaskannya itu. Riuh tepuk tangan para tamu undangan. Hingga mata Midas kini berembun, melihat putrinya yang tersenyum lebar. “Mama jangan pernah pergi lagi ya, kalau pergi lagi, ajak Leon,” ucapnya yang mampu didengar oleh Midas. Midas menunduk, sepertinya keputusannya mengajak Laras ke rumah adalah kesalahan besar, karena wanita itu kini tampak kebingungan dan hanya mampu tersenyum yang tampak terpaksa kepada putrinya. Midas merasa sangat bersalah kepada Laras yang ikut terjebak pada drama tak berujung ini. dia sungguh menyesal, harusnya tadi dia menurunkan Laras di lampu merah atau jika mundur ke belakang, harusnya dia tak mengikuti drama peran yang dimainkan Laras di toko. Bagaimana dia bisa bersama dengan wanita itu nanti? Sedangkan dia dan wanita itu sama-sama belum saling mengenal. Pembawa acara mencoba mencairkan suasana dan membuat beberapa game seru hingga acara selesai dan para tamu undangan pergi meninggalkan rumah itu. “Leon mandi dulu yuk,” ucap pengasuhnya yang diketahui bernama Dian itu. Jika ditebak usia Dian mungkin baru dua puluh tahunan. “Mau mandi sama mama,” ucap Leonita yang berada di sisi Laras. “Ya sudah, ayo mandi sama mama,” ucap Laras sembari tersenyum, menurunkan Leonita dari pangkuannya dan mengajaknya ke kamar Leonita. Di kamar yang bernuansa pink biru itu ada kamar mandi dengan kran shower juga berwarna pink sepertinya Leonita sangat suka warna pink dan biru. Dia membantu membuka baju Leonita dan memandikannya, Leonita tampak sangat senang dan terus saja tertawa, terlebih saat Laras menyabuni tubuhnya dengan lembut. Laras sangat senang bermain dengan anak kecil, dia selalu menyukai anak-anak, namun sayang dia tak bisa memilikinya dari rahimnya sendiri. Karena itu, dia tampak tak keberatan memandikan Leonita seperti ini. Sementara itu Dian mengambil baju untuk Leonita dan menyiapkan keperluan lainnya. Setelah selesai membilas tubuh Leonita, Laras pun memakaikan Leonita handuk dan menggendongnya menuju kamar putri kecil itu. Memakaikan baju Leonita, tak lupa membubuhi bedak bayi dan juga lotion di tubuh Leonita. Untuk sehari ini, tak apa dia menemani Leonita dan berperan menjadi ibunya, toh besok mungkin Leonita akan lupa dan dia bisa kembali kepada kehidupannya yang menyedihkan. Laras mengajak Leonita ke ruang tamu lagi, dia ikut membantu Leonita membuka seluruh hadiahnya, putri kecil itu terus menoleh kepada Laras hingga Laras meyakinkan bahwa dia tak akan meninggalkan Leonita agar Leonita tak terus menoleh ke arahnya dan mengawasinya, juga agar Leonita bisa menikmati momen membuka hadiahnya. Midas yang berada di dekat mereka pun ikut membuka kado – kado, juga ibu Midas yang terus saja menatap wajah Laras, dia juga melihat ke potret foto pernikahan Midas di ruang tamu itu, memang benar sekilas wajah Laras mirip dengan mendiang Anita, ibu kandung Leonita. Apakah itu yang membuat Midas membawa Laras ke rumah? Setelah tiga tahun memutuskan menjadi seorang single parent tanpa dekat dengan wanita manapun lagi. Ingatan ibu Midas beralih ke belasan tahun silam, dulu Midas pernah sangat mencintai seorang wanita bernama Fey, namun karena suatu hal membuat mereka putus. Hingga Midas merasa sangat frustasi, dia pacaran cukup lama, bisa dibilang Fey itu pacar pertamanya di SMA dan sampai kuliah terus bersama, namun hubungan mereka kandas. Cukup lama Midas menjomblo hingga bertemu dengan Anita. Wanita lembut yang sangat dewasa. Mereka pun memutuskan menikah setelah hampir lima tahun berpacaran. Namun sayangnya, Anita harus menghembuskan napas terakhir, sehari setelah melahirkan, memang sejak mengandung Leonita dia sering kali jatuh sakit karena tubuhnya yang melemah, dan dia tetap mempertahankan Leonita, hingga dia tak mampu menahan kesakitannya lagi dan meninggal dengan tenang. Saat itu, Midas ikut hancur, dia sangat mencintai Anita namun wanita itu pergi begitu saja, meninggalkan putri yang menjadi tanggung jawabnya sepenuhnya. Midas seolah benar-benar menutup diri tak mau mengenal wanita lain lagi. Namun saat ini, dia bahkan mengajak Laras ke rumah, membuat ibu Midas awalnya cukup senang, meskipun dia tak mengerti apa yang telah terjadi? Namun melihat Laras dan Midas yang canggung dan kaku, membuatnya yakin bahwa mereka tak mempunyai hubungan yang spesial, itulah yang akhirnya membuat sedih, cucunya sudah terlanjur menganggapnya ibu, bagaimana jika mereka tak bersama pada akhirnya? Apakah dia tega melihat cucunya menderita? Hari sudah semakin malam, dan Leonita tampak mengantuk, dia tak mau ke kamar jika Laras tak menggendongnya, karena itu Laras menggendong Leonita yang mendekap erat lehernya dan masuk lagi ke kamar gadis kecil itu, Leonita meminta Laras ikut berbaring di sampingnya dan membacakan buku cerita untuknya. Leonita memegang baju Laras karena satu tangan Laras dipakai untuk memegang buku cerita sedangkan satu lagi menepuk pelan paha Leonita. “Mama jangan pergi lagi ya?” ucap Leonita dengan mata terpejam, Laras mengecup kening Leonita dan kembali membaca bukunya, entah mengapa hatinya terasa sakit? Sungguh dia jatuh cinta pada gadis kecil itu dan tak mau meninggalkannya namun siapalah dia? Dia hanya orang asing yang tak sengaja memainkan peran sebagai ibu dari gadis kecil ini. Dia bahkan tak mengenal Midas lebih jauh, dan dia belum ada perasaan apa-apa terhadap lelaki itu. Sama seperti Midas yang mungkin tak ada rasa spesial di pertemuan kedua mereka ini. Apa yang diharapkan dari hubungan aneh ini? Leonita sudah tertidur namun tangannya masih mencengkram ujung baju Laras hingga dengan perlahan, Laras mencoba melepasnya. Lalu dia mengusap pipi Leonita dan mengecupnya lagi. Mengganti lampu utama dengan lampu tidurnya. Dan keluar dari kamar Leonita menuju ruang tamu, tampak Midas dan ibunya berbincang dengan wajah serius. “Sudah tidur?” tanya ibu Midas sambil tersenyum kepada Laras, Laras pun mengangguk. “Sudah, Bu. Saya pulang dulu ya, sudah malam,” ucap Laras sambil membetulkan tali tas sling nya. Midas pun ikut berdiri. “Aku antar,” ucap Midas. Namun Laras menggeleng. “Saya pesan taksi online saja,” tolak Laras. “Sudah malam, sebaiknya kamu diantar Midas ya,” ucap ibu Midas sambil berdiri dan memegang kedua tangan Laras. “Baik, Bu,” jawab Laras, mengecup punggung tangan ibu Midas yang tetap tak melepaskan pegangan tangannya dan satu tangan wanita itu terulur mengusap pipi Laras. “Terima kasih ya, hari ini kamu sudah membantu mewujudkan impian Leonita,” ucap ibu Midas. Laras mengangguk namun dia dapat melihat mata ibu Midas yang berkaca-kaca, membuatnya ingin menangis. Mengapa melihat mata tua itu yang bergetar membuatnya sangat sedih? Dan mengapa hari yang harusnya bahagia ini menjadi hari yang tampak menyesakkan baginya dan seluruh anggota keluarga Midas? Ibu Midas tak dapat menahan Laras lebih lama, Midas sudah menceritakan pertemuannya dengan Laras tadi, dia tak mampu berharap lebih karena memang mereka tak mempunyai hubungan apa-apa meskipun Ibu Midas sangat ingin melihat Laras lebih lama bersama cucunya. Sempat berharap jika Laras bisa membantu mengobati luka hati Midas yang ditinggal sang istri. Midas pun mengantar Laras dengan mobil yang telah melaju meninggalkan rumahnya. “Mau ke toko atau ke rumah?” tanya Midas. “Toko saja,” ucap Laras, meskipun dia tahu tokonya telah tutup karena tadi dia yang menginstruksikan kepada karyawannya untuk menutup toko itu. Namun dia masih sungkan jika meminta Midas mengantarnya sampai rumah. “Terima kasih untuk hari  ini ya, maaf saya sangat merepotkan kamu,” ucap Midas. “Tidak apa-apa, lagi pula saya senang dengan anak-anak, saya senang bisa bersama Leonita. Namun bagaimana dengan besok? Saya khawatir dia akan mencari mamanya?” ucap Laras, menoleh pada Midas yang tampak konsentrasi dengan jalanan, wajahnya jauh terlihat lebih tampan malam ini. meskipun semburat lelah nampak di wajah itu namun tak melunturkan ketampanannya. Hingga Midas menoleh dan membuat Laras segera memalingkan wajahnya. “Saya akan menjelaskan kepada Leonita, dia pasti mengerti. Kamu nggak perlu khawatir ya?” ucap Midas. Laras pun mengangguk, dia berharap Leonita mengerti dan tak sedih karena tak melihat sosok yang dianggap ibunya itu. Meskipun ... yang terjadi justru sebaliknya. ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN