Bg. 3 | Kedatangan Yang Tak Terduga

2455 Kata
"Thought I was strong, enough for you But I just can't hide the truth." Like This - Shawn Mendes *** Hari ini, Davi, Gilang, dan Reno berkumpul di kantin fakultas Reno. Kebetulan Dosen yang mengajar kelas Davi hari ini gak masuk. Sedangkan Gilang jadwal kuliahnya hari ini siang dan Reno libur. Ketiganya memang biasa berkumpul selagi bisa dan ada waktu. Davi mengeluarkan sebuah kotak nasi dari tasnya dan meletakkannya di atas meja. "Buat lo berdua," kata Davi simple. Gilang menarik kotak tersebut ke dekatnya. "Wih chicken katsu, Man ...," ujar Reno saat melihat isinya. "Kiriman lagi, Dav?" tanya Gilang. "He'em," jawab Davi sambil memainkan ponselnya. "Dari?" "Adik tingkat. Nggak tahu deh siapa." "Ckckck. Emang ya, kalau orang ganteng mah susah. Nggak sekolah nggak kampus, ada aja pengagum rahasianya," kata Gilang mulai melahap makanan tersebut. "Beneran nih lo nggak mau?" tanya Gilang kemudian. "Nggak." Tadi, sebelum menemui dua sahabatnya, Davi sempat pergi ke kampus buat ngumpulin tugas dan gak sengaja ketemu sama Radit-teman seangkatannya dan cowok itu memberikan kotak makan padanya. Katanya titipan dari adik tingkat. Saat di tanya siapa Namanya, Radit hanya menaikkan kedua bahunya tanda dirinya juga gak tahu. Kadang, Davi nggak habis pikir dengan mereka-mereka yang memberikan sesuatu padanya. Sampai ada yang menyelipkan nomor telepon ataupun akun medsos segala. Biar apa? Uji keberuntungan gitu? Kali Davi mengontak salah satunya atau kepoin medsosnya? Ckckck. In your dream! Kalau saat SMA dulu, ia akan dengan senang hati mempermalukan siapapun yang mencoba mencari perhatiannya. Masih ingat dengan Melati? Gadis yang tempo hari memberikan Davi nasi goreng? Tanpa perasaan ia mempermalukan gadis itu di kantin sekolah. Di hadapan banyak siswa pula. Tapi sekarang, Davi lebih memilih untuk mengabaikannya. Apapun yang diberikan kepadanya akan ia berikan kepada orang lain. Contohnya saat Valentine kemarin, tak bisa di hitung berapa banyak jumlah coklat yang di dapat Davi. Dari mulai merek lokal sampai internasional ada. Tapi, satupun tak ada yang disentuhnya. Selain Davi gak suka coklat, ia juga tidak suka memakan atau menggunakan sesuatu yang bukan dari orang-orang terkedatnya. Untuk itulah, semua coklat ia berikan pada anak-anak panjat tebing secara cuma-cuma. Daripada di tumpuk di kosan dan ujung-ujungnya kadaluarsa? Kan mubazir juga. Begitu kira-kira menurut Davi tiap ditanya oleh teman-temannya. Dari ujung kantin, terlihat seseorang dengan perawakan mungil berjalan ke arah meja Davi. Ia tersenyum manis dan langsung dibalas senyum pula oleh Davi. Gilang dan Reno langsung menoleh dan mendapati Naya yang berjalan ke arahnya sambil menenteng sesuatu. "Euuuh pantes gak mau makan, udah ada yang bawain," celetuk Reno. Gilang menggeleng-gelengkan kepalanya. "Emang susah sih kalau udah ada pacar mah." Davi terkekeh. "Apaan sih lo berdua, berisik!" "Hai Kak Ren, Kak Gilang," sapa Naya sambil duduk di sebelah Davi. "Hai Nay." "Hai Dedek Naya. Bawa apaan? Bau-baunya sedap banget nih kayaknya," goda Reno seperti biasa. "Kak Reno weh, itu sebutan bisa di rubah nggak, sih? Geli tahu gak?!" protes Naya sambil memanyunkan bibirnya. "No! Udah permanen gak bisa di ganggu gugat." "Dih gitu! Rubah gak? Rubah gak?" " Nggak mau weh! Maksa." "Kak Ren-" "Udah-udah. Lo bawa apa, Nay?" relai Davi kemudian. "Tuh kan jadi lupa. Kak Reno sih!" Naya kemudian membuka kantong plastik yang ia bawa dan mengeluarkan isinya. "Bawa sosis saus pedas manis. Katanya lo belom sarapan kan tadi. Jadi gue bawain ini. Sorry seadanya. Maklum anak kost," ujar Naya sambil nyengir. "Selama yang buat calon istri mah apa aja juga gue makan," gombal Davi sambil mengacak-ngacak rambut Naya gemas. "Etdah omongan lo bos ... segala calon istri. Kayak Nayanya mau aja," celetuk Gilang nyinyir. "Mau lah. Kalau nggak, bakal tetep gue paksa. Mau nggak mau harus mau. Gue nggak nerima penolakan dalam bentuk apapun," katanya enteng sambil menyendok nasi ke mulutnya. "Tuh Nay, bos gue udah ngasih ultimatum. Sekali terjerat lo nggak bakal bisa kabur ke mana-mana lagi," ujar Reno. Naya terkekeh. "Jadi inget masa SMA. Gue hampir frustasi setengah mati ngadepin sikap Davi. Tiap hari bawaannya pengen nangis dan pengen pindah sekolah." Gilang dan Reno refleks tertawa. "Gue masih inget waktu Davi main ke rumah gue terus tiba-tiba pergi. Tau nggak Nay mau ngapain?" Naya menggeleng. "Mau ngerjain lo lah. Padahal itu hari minggu tapi nih manusia satu masih ada aja niatan buat ngerjain lo. Parah gak, tuh?" ujar Reno sambil geleng-geleng kepala. "Parah banget! Gila! Itu gue niatnya mau pergi sama Ranita sama Novitri. Eh tiba-tiba Davi datang dan recokin semuanya. Gue di paksa ikut sama dia. Ke mana coba? Bengkel! Lo bayangin kak, gue udah cantik cantik di bawanya ke bengkel. Kesel gak, sih? Gara-gara dia juga gue nggak jadi quality time sama temen-temen gue. Keterlaluan banget emang bos kalian ini," ujar Naya ikut tertawa. Seolah tidak peduli dengan Davi yang ada di sampingnya. "Tapi ujung-ujungnya di peluk Davi juga kan ya?" celetuk Gilang yang sumpah demi apapun nyebelin luar biasa! Membuat Naya seketika berhenti tertawa beralih pada pipinya yang merah merona. "Ciye pipinya merah," goda Reno sambil menunjuk wajah Naya. Sedangkan Davi, cowok itu masih kalem-kalem saja melahap makanannya sambil sesekali tersenyum. Senyum yang bagi Naya adalah menyebalkan. "Dav?" panggil Naya. "Hmm?" "Bunuh temen pacar sendiri kira-kira dosa nggak, sih?" seketika Gilang dan Reno tergelak. Tawa mereka pecah mendengar penuturan Naya. Davi yang baru saja menyelesaikan acara minumnya pun terkekeh. "Lo tuh ya ada-ada aja. Makin gemes jadinya," ujar Davi sambil mencubit pipi tembem Naya. "Ih Dav, gue serius! Dua temen lo resek banget sumpah! Minta gue karungin terus gue cemplungin ke kali ciliwung apa, ya? Biar di makan hiu sekalian!" ucap Naya asal. Tawa Gilang dan Reno semakin pecah. Bahkan kali ini Davi ikit tertawa. Membuat Naya semakin cemberut kuadrat. ??? "Naya, Can you answer the last question?" tanya Bu Herlina. "Yes. I can." "How many novels will be in the Harry Potter series when Rowling Finishes it?" Naya membaca pertanyaan dari buku paketnya. "And the answer is B. Seven books," ujar Naya. "How else? Does the answer is right?" tanya Bu Herlina pada yang lain. "Right, Mrs." "Yeah! The answer is B." "Ok I think enough for today because the times is over. Thank you for your caming. See you next week. Assalamu'alaikum," ujarnya terakhir sambil membereskan buku-bukunya ke dalam tas. "Oh iya jangan lupa kerjakan halaman 22. Minggu depan kita bahas," katanya sebelum berlalu keluar kelas. Setelah membundari exercise 1 yang di maksud bu Herlina, Naya menutup buku world class Readings 1-nya, lalu kemudian memasukannya ke dalam tas. "Nay, abis ini mau langsung pulang atau gimana?" tanya Sasty. "Maunya sih langsung ke kostan. Kangen kasur," jawab Naya. Memang, Naya ini tipe tipe mahasiswa kupu-kupu alias kuliah pulang kuliah pulang. Bukannya nggak mau mengeksplor diri dengan ikut organisasi atau UKM yang ada di kampusnya, hanya saja Naya tidak ingin jika nanti waktunya lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan organisasi dan kurang fokus pada kuliah. "Gue mampir ke kosan lo boleh gak? Males kalau mesti balik ke rumah. Di rumah gak ada siapa-siapa," ujar Sasty. "Ya boleh, lah. Yuk?" "Bentar-bentar," jeda Sasty. Kemudian ia memanggil Sam. "Sam! Samudra!" "Hmm..." "Main ke kosannya Naya, yuk?" "Gue rancananya mau ketemu temen, sih. Ada urusan. Entar gue nyusul aja. Kostan lo belom pindah, kan?" "Belom lah. Lagian pindah ke mana coba? Pluto? Yakali ...." Sam tertawa. "Segala pindah pluto ... Ya udah gue duluan, ya." "Iya, ati-ati lo." "Sam, entar bawain makanan ya!" teriak Sasty. Sam hanya mengacungkan ibu jarinya pertanda 'oke.' ??? Saat ini, Sasty dan Naya sedang berada di teras kosan Naya. Menikmati rujak buah yang di beli keduanya di depan gang kosan sambil mengobrol ria. "Eh Nay tahu gak, Ketua Bem kampus kita?" "Kak Zay? Kenapa dia?" tanya Naya tertarik. Walaupun Naya adalah mahasiswa kupu-kupu, bukan berarti dia tidak tahu apa-apa. "Iya kak Zay. Katanya kemaren di tembak sama anak ekonomi. Adik tingkatnya gitu." Sasty mulai bercerita. "Terus?" "Ditolak!" "Serius?" Sasty mengangguk. "Padahal ya, tuh cewek kata temen gue cantik bukan kepalang. Lo tahu Natasha Wilona, kan? Nah sebelas dua belas deh sama dia," papar Sasty. "Bukan typenya kali," ujar Naya sambil melahap buah mangga. "Iyaa ... kayaknya. Terus ya, info yang gue dapet tuh kak Zay orangnya cuek banget. Dia juga bukan tipikal cowok yang suka dikejar. Dia lebih suka ngejar gitu. Wajar sih kalau tuh cewek ditolak." Naya mengangguk. Dia jadi ingat sama Davi. Cowok itu juga mempunyai karakter yang sama dengan Zay. Lebih suka ngejar daripada di kejar. Seketika sebuah senyum tercetak di bibirnya tanpa ia sadari. "Nay? Woy?" "Eh? Iya apaan?" "Elo yang apaan ... ngapain senyum-senyum sendiri kayak orang gila?" "Hah?" "Mikirin siapa lo? Ciyee ..." goda Sasty. "Apaan sih lo? Kepo!" "Eh Nay, ngomong-ngomong soal cowok super cakep yang cuek bebek, di fakultas kita juga ada lho. Kakak tingkat deh kalau nggak salah," ujar Sasty tiba-tiba. "Hah? Siapa?" "Siapa ya namanya? Duh gue lupa. Pokoknya tuh cowok ganteng pake banget. Lo tahu Ferel Bramansta? Kayak gitulah cakepnya. Tapi ya gitu cuek bebek banget orangnya." "Elah Sast, namanya juga cowok ganteng. Mau kayak gimanapun juga bebas." Naya berujar. "Bener. Nih ya, gue mau cerita sama lo. Jadi waktu hari ketiga PKKMB, lo kan nggak masuk tuh izin. Nah, abis pengenalan eksul si Gwen tiba-tiba minta anter gue buat ketemu tuh kating. Ya gue mah ngikut aja kan ya. Nah pas ketemu, si Gwen ngasih kotak makan yang dia bawa gitu. Lo tahu gak tuh kating ekspresinya gimana?" "Gimana?" "Datar abis! Gak ada senyum-senyumnya secuil pun!" "Serius?" "He'eh. Bilang makasih juga ya gitu datar banget mukanya." "Gue pikir si Gwen bakal sakit hati atau gimana ya, secara feedback tuh cowok asli deh bikin pengen nampol. Eh dia malah kesenengan. Terus waktu Valentine kemaren, si Gwen juga cerita sama gue kalau dia nembak tuh kaka tingkat dan di tolak. Padahal dia udah bela-belain ke salon, pesen coklat mahal, datang jauh-jauh ke kostan tuh cowok. Tapi ya gue sih udah nyangka. Cowok kayak gitu tuh pasti sebelas dua belas sama kak Zay," terang Sasty. "Siapa, sih? Kok gue penasaran, ya?" gumam Naya kemudian. "Ck! Elo sih izin segala. Dia tuh kalau nggak salah anak Panjat Tebing. Cuman gue lupa namanya. Sefakultas sama kita deh pokoknya." Kakak tingkat? Ganteng? Super cuek? Anak panjat tebing? Satu fakultas? Kenapa ciri-cirinya mirip kayak Davi? tanya Naya dalam hati. "Coba lo inget-inget siapa namanya," ujar Naya. "Ih gue beneran lupa. Siapa ya namanya. Pokoknya ada D-D-nya deh. Da ... siapa gitu." "Davi?" celetuk Naya kemudian. "Nah iya itu. Iya kak Davi." "Se-serius Davi? Maksud gue, serius cowok yang ditembak sama si Gwen itu Davi? Yang nama lengkapnya Davino Muhammad Faishal?" Naya mengambil ponselnya, membuka galeri dan mengklik foto Davi yang semalem sempat ia ambil dari i********: lalu memberikannya pada Sasty. "Yang ini kan orangnya?"  "iya yang ini. Kok, lo bisa tahu? Bisa punya fotonya juga?" tanya Sasty bingung. Iya yang ini. Kok, lo bisa tahu? Bisa punya fotonya juga?" tanya Sasty bingung. Iya yang ini. Kok, lo bisa tahu? Bisa punya fotonya juga?" tanya Sasty bingung. Iya yang ini. Kok, lo bisa tahu? Bisa punya fotonya juga?" tanya Sasty bingung. Iya yang ini. Kok, lo bisa tahu? Bisa punya fotonya juga?" tanya Sasty bingung. Iya yang ini. Kok, lo bisa tahu? Bisa punya fotonya juga?" tanya Sasty bingung. "Ck! Cowok yang lo omongin barusan itu ... cowok gue ...." Sasty yang sedang memakan buah terakhirnya pun sontak terdesak. Naya langsung meraih botol minum dan memberikannya pada Sasty. "Minum dulu minum." Sasty langsung meneguk air mineral tersebut hingga tersisa setengahnya kemudian menghela napasnya. "Nay, lo kalau ngehayal jangan ketinggian dong. Gue tahu kak Davi tuh cakep. Banget malah tapi ya lo nggak sampe berimajinasi sejauh itu juga kali," ujar Sasty yang sepertinya tidak mempercayai perkataan Naya barusan. "Aduh Sast, gue gak lagi ngehayal. Kak Davi emang beneran cowok gue. Nih kalau lo nggak percaya, gue kasih foto gue yang lagi sama dia."  Sasty langsung menutup mulut dengan kedua tangannya, sama sekali gak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Ia kemudian melirik Naya. "Lo serius? Lo beneran pacaran sama kak Davi? Kok gue nggak tahu? Lo juga kok nggak pernah cerita apa-apa sama gue?" tanya Sasty menuntut kejelasan. "Sorry, deh. Abisnya gue juga baru ketemu lagi sama dia setelah dua tahun lost contact," ujar Naya jujur. Sasty mengerutkan keningnya. "Maksud lo?" Naya menghela napasnya. "Ceritanya panjang. Kalau gue ceritain dari awal, lo pasti nggak bakalan percaya," ujar Naya memandang Sasty. "Nggak percaya?" Naya mengangguk cepat. "Ho'oh. Hubungan gue sama Davi itu rumit banget pokoknya. Entar gue ceritain," bisik Naya saat melihat motor Sam dari kejauhan. Sasty yang menyadari hal itupun langsung mengangguk. "Janji, ya?" "Janji." Sam memarkirkan motornya tepat di halaman kosan Naya. Ia membuka helm dan turun dari motor. Membawa kantong kresek dan berjalan mendekati Naya dan Sasty. "Sorry lama. Tadi mampir ke tukang kuetiaw dulu," ujarnya sambil meletakkan dua kantong kresek. Yang satu berisi camilan dan satu lagi berisi kuetiaw. "Kalem. Kita juga baru selesai gosipin orang kok," kata Sasty sambil nyengir. Sam menggeleng-gelengkan kepalanya. "Cewek kalau gak gosipin sesama cewek pasti kating ganteng. Yekan?" tebak Sam. Sasty terkekeh. "Tau aja, lo." Sam memutar bola matanya. Ia kadang tak habis pikir dengan para cewek yang paling hobi ngomongin kating ganteng. Mulai dari aktifitasnya, hobinya, kesukaan, sampe berita terbaru pasti mereka tahu. Naya ikut terkekeh, "Elo sam kayak gak tahu cewek aja.Bentar ya, Gue pindahin ini ke piring dulu. kalian tunggi di sini," ujar Naya kemudian. "Gue bantuin, ya?" tawar Sam tiba-tiba. Naya sedikit ragu tapi akhirnya mengangguk juga. "Boleh. Yuk?" Sam bangkit dari duduknya dan berjalan mengikuti Naya masuk ke dalam kosan. "Sam, lo bukain bungkusnya, ya. Gue siapin piring sama garpunya dulu," kata Naya sambil metekkan kantong kresek itu di atas meja dapur. "Ok." Sam mulai membuka bungkusan kuetiaw itu satu persatu. Cukup sulit sih mengingat pelastiknya yang licin. Tapi akhirnya ia bisa membukanya juga. "Udah nih Nay. Taro mana?" Naya berjalan mendekati Sam lalu memberikan piring yang di bawanya. "Nih ke piringin. Gue mau ambil nampan dulu biar bawanya gampang." Sam mengangguk lalu memindahkan kuetiaw itu ke piringnya masing-masing sesuai porsi. Sementara itu, Naya berjalan ke sisi lemari untuk memgambil nampan yang ada di bagian paling atas. Ia berusaha meraihnya namun tempat nampan tersebut terlalu tinggi. Membuat Naya mau tak mau sedikit melompat dengan satu tangannya yang memegangi tepi lemari tersebut. Setelah beberapa kali mencoba akhirnya ia bisa meraih nampan tersebut. Namun bersamaan dengan itu, barang-barang yang berada di bawah nampan tersebut ikut bergerak dan ... "Naya awas!!!" Sam langsung mendorong Naya menjauh sehingga barang-barang yang jatuh itu tidak sampai mengenai Naya maupun Sam. Keduanya refleks terjatuh ke lantai dengan posisi Naya yang berada di bawah Sam. Kedua tangan Sam bertumpu pada lantai. Sepersekian detik pandangan mereka bertemu satu sama lain. "b*****t!!!" Tiba-tiba suara seseorang menyadarkan keterpakuan keduanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN