Ayah mata duitan

1141 Kata
Nathan tetap melajukan mobilnya meninggalkan Alika bersama Andi. Alika yang tidak memegang uang sepeserpun berjalan dengan langkah kaki gontai karena rasa lapar, haus dan juga kurang enak badan. Semalaman bajunya yang basah kuyup kering di badan. "Alika, Ayah lelah kenapa suami kamu meninggalkan kita?" tanya Andi, ia terlihat sudah mulai sedikit sadar dari mabuknya. "Enggak tau Yah. Oh, iya Ayah kok bisa sampai kesini, siapa yang mengantar Ayah? Bukannya Ayah sedang mabuk berat?" "Ayah enggak mabuk, Ayah cuma sedikit pusing. Yang mengantar ayah tadi teman ayah di pasar, tapi ayah enggak tau kemana dia sekarang." "Oh." Alika menganggukkan kepala, lalu mengedarkan pandangannya mencari tempat di sekitar taman, untuk beristirahat karena kakinya terasa sangat sakit. "Suami kamu itu orang kaya atau orang miskin kenapa maharnya sedikit sekali? Apa Ayah ngga salah dengar tadi? Aduh, kepala Ayah sangat pusing apa kamu tidak ada uang untuk membayar taksi? Kita naik taksi saja." Omongan Andi yang masih ngelantur tidak terlalu di tanggapi oleh Alika ia masih sibuk mengedarkan pandangannya mencari tempat duduk. "Alika! Kamu tuli ya!" teriak Andi. "Aku capek, aku mau cari tempat duduk!" sahut Alika ia berlari ke seberang jalan saat melihat ada tempat duduk di pinggir jalan. "Astaga! Anak itu, Alika tunggu Ayah!" teriak Andi ia berlari dengan sedikit sempoyongan mengejar Alika. "Alika, Ayah lapar belikan Ayah makanan!" pinta Andi sambil memegang perut yang keroncongan. Alika hanya diam karena ia sama sekali tidak memegang uang saat ini, tanggal gajiannya masih sepuluh hari lagi. Ia juga sedang pusing memikirkan uang kos yang sudah tiga bulan menunggak, semua itu karena ia harus membayar hutang Andi di rentenir, setiap bulan. Belum lagi ia harus menanggung makan dirinya dan Andi, walau Andi tidak tinggal bersama dengan Alika, tetapi ia selalu saja meminta uang pada Alika untuk makan dan minum-minum. "Alika, kamu tuli ya?!" "Aku enggak punya uang Yah, uang aku 'kan habis untuk membayar hutang-hutang Ayah. Ayah juga selalu meminta uang untuk makan dan beli minuman!" hardik Alika karena rasa lapar yang menusuk dadanya membuat emosinya naik dan tak bisa ditahan lagi. "Kamu mau mengungkit apa yang kamu berikan ke Ayah?! Kalau saja Ayah nggak ke sini tadi pasti Ayah sudah makan enak bersama teman-teman Ayah. Dasar anak nggak tau di untung, mana suami kamu, mana tanggung jawabnya? Mangkanya kalau mau berbuat m*sum jangan ditengah pemukiman warga." Kedua bola mata Alika menatap sini ke Andi yang berada di sampingnya. "Alika dan pak Nathan ngga melakukan apa-apa Yah, kita cuma di fitnah." Alika mulai terpancing emosi, ingin rasanya dia meninggalkan Andi seorang diri di Bogor agar tidak lagi menyusahkan dirinya. Tin tin tin. Bunyi klakson mobil menghentikan pertengkaran Alika dan Andi, mereka berdua menoleh berbarengan ke arah mobil yang membunyikan klakson. "Pak Nathan," kata Alika saat melihat mobil mewah hitam berhenti di depannya. "Cepat naik!" titan Nathan. "Tapi Pak, bagaimana Ayah saya?" "Tinggalkan dia!" "Maaf Pak, tapi saya enggak bisa!" Nathan yang terlihat emosi turun dari mobil dan berjalan mendekat ke arahnya. "Saya ini suami kamu sekarang, jadi kamu harus menuruti perintah Saya!" Nathan menarik tangan Alika dan memaksanya masuk ke dalam mobil, Andi yang melihat hal itu berjalan mendekati Alika dan Nathan. "Kamu suaminya Alika ya? Saya ini Ayahnya, Saya mertua kamu. Kamu mau ninggalin saya disini, hah! Kurang ajar! Saya sudah jauh-jauh datang ke sini demi kalian tapi balasan kalian seperti ini," hardik Andi ia menarik tangan Alika yang digenggam erat oleh Nathan. "Jadi mau Anda apa? Alika sekarang sudah sah menjadi istri Saya. Saya berhak untuk membawa Alika pulang, lagi pula Anda itu hanya Ayah tiri Alika dan Anda hanya menyusahkan hidup Alika." Nathan sedikit banyaknya tau tentang kisah hidup sekretaris yang sudah tiga tahun bekerja dengannya, walau ia tidak pernah menunjukan kepeduliannya, tetapi sebenarnya ia sangat memperhatikan Alika selama ini. Karena sebenarnya ia sudah memiliki rasa yang lain pada Alika. Wanita berparas cantik, berkulit putih bersih itu, sudah memikat hatinya, tetapi Nathan sangat menjaga reputasi dan gengsinya. Itu sebabnya ia tidak pernah menunjukan perasaan yang ia rasakan pada Alika. "Beri saya uang untuk pulang ke Jakarta!" pinta Andi ia sama sekali tidak merasa malu memeras menantunya di depan umum. "Ayah!" hardik Alika. "Oke kalau begitu, ini uang untukmu pulang ke Jakarta dan ingat jangan naik mobil Saya!" Nathan memberikan uang satu juta rupiah ke tangan Andi. Melihat uang sebanyak itu mata Andi berubah menjadi cerah, bola matanya membulat sempurna. Dengan cepat ia melipat uang itu dan memasukannya ke dalam saku celana. "Nah gitu dong, kalau begini kan kita sama-sama enak. Sudah sana Alika ikut sama suamimu! Ayah bisa pulang sendiri." Andi mendorong tubuh Alika hingga tubuhnya menabrak d**a kotak-kotak Nathan, jantung Nathan berdebar tak karuan saat Alika memegang erat tangan kekarnya, sedikit memeluk tubuh Nathan. "Ma-maaf, Pak," ucap Alika ia juga merasakan hal yang sama dengan Nathan, tetapi ia mencoba untuk menyembunyikan perasaan gugupnya di depan Nathan. "Cepat masuk ke dalam mobil!" titah Nathan. "Iya pak," sahut Alika. Ia menuruti Nathan, masuk ke dalam mobil dan tak lagi memperdulikan Andi, ia duduk di dalam sambil menundukkan kepalanya. "Dasar mata duitan, liat saja tingkah Ayah kamu itu, apa dia benar-benar memikirkan kamu. Setelah mengambil uangku dia langsung pergi begitu saja," gerutu Nathan ia mulai menginjak pedal gas melajukan mobilnya. Alika hanya terdiam sambil sesekali memegang perutnya yang keroncongan. Krucuk, krucuk, krucuk, bunyi perut keroncongan. Nathan yang mendengar bunyi perut Alika langsung menoleh ke arahnya menatapnya dengan tatapan sinis. Nathan memutar arah mobil. Alika melihat ke arah Nathan dengan pandangan keheranan. "Loh Pak, kok kita putar arah, kita mau kemana lagi?" tanya Alika. Nathan hanya diam, tetap berkonsentrasi melajukan mobilnya. Sampai akhirnya ia berhenti di restoran masakan Sunda. "Kita makan dulu, aku lapar," ketusnya. Sebenarnya ia sudah makan tadi, tetapi saat ia mendengar suara perut Alika ia memutuskan untuk berhenti di tempat makan. "Selamat sore Pak, mau pesan apa? Oh bukannya tadi Bapak sudah makan di sini." Salah satu pelayan restoran menghampiri Nathan dan memberikan menu-menu makanan, pelayan itu sangat mengenali Nathan karena baru saja Nathan makan di tempat itu. "Saya pesan menu yang tadi, dua porsi dan juga minuman yang hangat!" "Oke segera Saya antar 'kan nanti, ada yang lain pak?" "Sudah itu saja." Alika jadi salah tingkah dan malu karena ia tau Nathan kembali ke restoran karena dia mendengar bunyi perutnya. Astaga perut ini bikin malu aja! gerutu Alika dalam hati. "Jangan kepedean kamu! Saya kembali ke sini karena Saya lapar," kelit Nathan. "Iya, Pak Nathan." Nathan tersenyum tipis ia terus menatap Alika hingga membuat Alika salah tingkah. "Nanti malam adalah malam pertama kita, Saya sudah putuskan untuk menginap di hotel daerah sini, satu malam lagi. Besok baru kita kembali ke Jakarta." "Uhuk, uhuk." Suara batuk Alika ia tersedak air minum saat mendengar ucapan Nathan tadi. Malam pertama? Aku dan pak Nathan. Ya Tuhan semoga pak Nathan tidur lebih awal nanti malam, gumam Alika dalam hati. Alika memejamkan matanya sambil terus berdoa semoga malam ini ia tidak di apa-apakan oleh Nathan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN