Eda memberikan berkas padaku, yang berisi tawaran kerja di sebuah rumah sakit.
"Abang mau praktek?" Tanyaku semangat.
Akhirnya!
Setelah menempuh pendidikan kuliah, koas, ikut UKDI, internship, tralala trilili, ngajar, akhirnya dia memutuskan bekerja sebagai dokter.
"Sedang dipertimbangkan."
Semangatku terjun bebas. Aku enggak tahu kenapa Eda selalu menolak tawaran bekerja di rumah sakit dan memilih jadi Dosen. Apa dia mau cuci mata lihat mahasiswi - mahasiswinya?
"Abang kan sudah pernah magang, sayang banget kalau enggak praktek. Jadi Dosen juga bisa kok sambil praktek."
"Jadwal kamu berubah?"
Dia mengalihkan pembicaraan.
Terus kenapa kasih surat ini ke gue, Samsul?
"Iya. Dapat midnight." Eda tidak berkomentar, "libur weekend."
"Hm."
Pilihan saat bersama Eda hanya dua, mati kutu karena tidak ada pembicaraan atau jadi orang gila yang ngoceh apa saja tanpa respon yang reaktif. Aku memilih nomor dua. Jadi, aku bicara tentang film yang baru kutonton dan konser musik terakhir yang aku datangi. Ditambah event yang akan dihelat besar - besaran dalam waktu dekat ini. Sedikit merayu agar dia mau ikut menemaniku menonton Boyband yang eksis di tahun 90'an sampai 2000-an.
"Ajak Aiko saja." Dan itulah jawabannya.
Eda menurunkanku di depan kost. Karena tahu tidak ada yang akan kami bicarakan lagi, aku langsung membuka pagar dan mengusirnya secara halus.
"Ra,"
Panggil Eda, aku menoleh ke arahnya.
"Besok Abang enggak bisa antar."
"Enggak apa - apa. Aku masuk ya."
Tanpa menunggu jawabannya aku segera menutup pagar kembali. Eda berlalu saat aku membuka pintu.
Semua terlalu biasa. Hubunganku dengan Eda sangat biasa. Tidak ada tantangan sama sekali. Tidak ada warna. Eda tidak lebih seperti penjaga yang selalu ada saat kubutuhkan, tapi tidak bisa memberikan warna apapun layaknya pasangan.
Di depan TV kulihat Resita sedang bermesraan via telepon dengan pacarnya. Sengaja, aku menghempaskan tubuh di sampingnya. Membuat dia kaget dan mencubit pahaku sembarangan. Aku iri dengan Resita, Kenny dan Bianca.
Mereka punya hubungan yang layak. Reaksi cemburu - cemburu kecil dari pacarnya. Berantem - berantem menggemaskan. Atau perhatian yang bikin meleleh.
Dengan Eda, semua serba datar. Sekalipun aku marah, dia tidak mengerti kemarahanku dan malah cuek, bikin aku enggak jadi marah daripada marah enggak disambut gitu. Percuma kasih effort apapun ke Eda, dia enggak cukup peka untuk meresponnya.
"Ya enak kali, Ra. Justru orang kayak Eda enggak banyak nyakitin lo. Bayangin lo punya pacar Don Juan yang kerjanya tebar pesona. Apa enggak makan hati terus tiap jalan dia senyum ke cewek - cewek?" Resita memberi semangat saat aku selesai menyampaikan keluhanku. "Atau punya pacar posesif yang dikit - dikit telepon. Curigaan, diam - diam mengintai semua kegiatan kita. Horor banget sih menurut gue."
Aku menghela napas.
"Gue pengen sekali aja, Eda tunjukkin sisi emosionalnya ke gue biar gue yakin selama ini dia cukup tertarik sama gue. Bukan karena mentok enggak ada cewek lain yang sabar ngadepin dia."
Resita mengibaskan tangan.
"Cowok tuh beda - beda, Ra. Enggak responsif bukan berarti dia enggak ada rasa. Bisa jadi selama ini dia gak pindah ke lain hati, karena terlanjur nyaman sama lo. Sampai - sampai cewek lain enggak dapat perhatiannya." Resita masih meyakinkan.
"Gak tahu ah."
***
"Denger - denger ya, Kelvin dipecat dari Hear It gara - gara skandal sama Nada."
Aku, Kenny dan Bianca sedang menjalani rutinitas kami bertiga. Gosip.
"Nada yang itu, yang berhasil interview Beyonce waktu di AM Awards?" Aku mengingat Nada, penyiar senior yang cantik banget seperti model.
Bianca mengangguk semangat. "Nah, Nada itu ditaksir sama bos-nya Hear It. Gak officially pacaran tapi semua orang tahu Nada jalan sama Roy."
"Roy bukannya duda?" Potongku.
Bianca melotot, aku membentuk tanda V dengan jari membiarkan dia melanjutkan beritanya.
"Terus, gue denger - denger, si Kelvin ini nekat flirting sama Nada which is inceran bos-nya. Nyari mati gak tuh!"
"Nekat banget, Cuy."
"Bunuh diri itu sih."
"Begitu Roy mengendus hubungan mereka, Kelvin dipecat gitu aja. Mas Romi yang menyelamatkan dia bawa kesini. Lo tahu sendiri koneksi Roy, bisa - bisa tamat riwayatnya Kelvin kalau enggak dibantu mas Romi." Lanjut Bianca.
"Lagian gue tahu banget reputasi Kelvin, dia memang bad boy gitu. Dulu pernah pacarin penyanyi muda itu lho yang sekarang berkarir di Malaysia. Viona - Viona siapa gitu." Kenny menimpali.
"Hati - hati lo, Ra. Jangan termakan rayuan gombalnya. Sweet talker banget dia." Bianca menunjuk wajahku.
"Seru kali, Cong. Abis dapat Eda yang kaku kayak BH baru, eh dapat yang mulutnya manis kayak gulali. Hehehe." Sahutku bercanda.
"Enak di awal, di akhir yang ada kita yang ngejar - ngejar sementara dia udah pindah haluan. Cari dermaga lain untuk bersandar." Kenny yang pernah pacaran sama Aga memberi petuah.
Aga juga sama brengseknya kayak bad boy - bad boy gitu. Dapat yang lebih dari Kenny, ditinggalinnya cewek cantik berwajah oriental ini. Beruntung Kenny cepet move on dan pacaran sama teman gerejanya yang ternyata jauh lebih baik dan setia.
"Siap, Sunbaenim*. Senior dalam dunia percintaan." Aku memberi hormat dengan menempelkan kepalan tangan kanan ke telapak tangan kiri yang terbuka pada si penggila BTS dan Drama Korea ini.
Kenny mengedikkan hidungnya dengan sinis, membuat kami terbahak melihatnya.
Ini hari pertama aku siaran malam dengan Kelvin. Kami sedang mengatur lagu untuk playlist malam ini. Ponselku berdering, telepon dari Eda membuatku pamit pada Kelvin dan menjawabnya.
"Abang masih di Semarang, Ra. Kamu pulang naik taksi ya."
Aku malah enggak tahu dia ke Semarang. Fiuh.
"Iya gampang."
"Oke."
Dia menutup telepon. Hanya itu.
"Bokap lo?" Tanya Kelvin saat aku kembali.
Kujawab dengan cengiran kuda.
"Jangan bilang tadi itu pacar lo?"
"Kenapa memang?" Aku memasukkan Pink Lemonade milik James Bay ke dalam list.
"Muka lo enggak ada bahagia - bahagianya gitu ditelepon pacar. Pasti dia orangnya membosankan." Bener sih dugaan dia, aku cuma enggak suka saja ditebak - tebak begitu.
"Yang tadi itu Mamang Ojek, lagi enggak bisa jemput."
"Ooh." Kelvin memilih Thunder-nya Imagine Dragons masuk dalam list. "Gue antar lagi aja. Bahaya cewek pulang malem - malem."
"Gender banget lo. Semua juga bahaya kalau pulang malem - malem." Koreksiku.
Kelvin melebarkan senyum. Aku rasa, aku tahu kenapa dia jadi sok kepedean gitu. Kelvin tipe orang yang sadar bahwa dia mempunya tampang yang good looking, suara renyah, wawasan luas dan pengetahuan tentang berita kekinian yang sangat up to date. Dia cukup yakin bisa membawa pembicaran kemana saja seperti yang dia mau, dia juga cukup yakin lawan bicaranya akan terpesona dengan semua yang dia miliki. Dia effortles untuk tampil mengesankan, karena dia sudah dalam packaging yang sempurna. Menurutku sih gitu. Makanya dia tengil dan jadi bad boy.
Ralat, dia bukan bad boy. Dia Don Juan yang suka tebar pesona.
Chemistry yang kami bangun sukses membuat siaran malam ini seru banget. Pendengar semakin banyak dan respon dari pendengar juga enggak kalah banyak. Aku akui, Kelvin sangat 'megang' siaran malam ini. Jam terbang enggak bohong lah ya.
"Kalau elo di-chat mantan dan bilang mama nanyain kabar, elo mesti bales dengan elegan. 'Mungkin mama tahu gue tipikal menantu idaman sayangnya udah ada mama lain yang nungguin gue jadi menantunya'. Kalau dia ngarep elo mau diajak balikkan, jawab aja 'hahaha tidak semudah itu, Fergusso.'"
Aku terbahak mendengar candaan Kelvin saat menjawab pertanyaan pendengar tentang chat mantan 'mama nanyain kabar'.
Siaran selesai tepat pukul satu. Kami keluar ruang siaran sambil membahas tentang materi yang tadi kami bawa. Entah tema-nya memang digandrungi kaum milenials atau fans Kelvin tahu bahwa idolanya pindah radio. Yang jelas, aku senang karena rating siaran tadi cukup tinggi.
"Jadi nebeng?" Tawar Kelvin saat kami sudah sampai di lantai satu.
"Boleh deh."
"90's event Gambir Expo mau datang?" Kami sudah meninggalkan gedung kantor saat Kelvin bertanya ini.
"Datang dong,"
"Kerja atau memang mau datang sendiri."
"Datang sendiri lah, yang dapat tugas ngeliput di sana Aga sama Bianca."
Kami terus mengobrol tentang banyak hal. Enaknya ngobrol dengan yang satu passion, kita bisa excited bahas semuanya. Sampai - sampai, perjalanan ke kost rasanya lebih singkat dari biasanya. Dan kami masih terus seru ngobrol di dalam mobil Kelvin meski sekarang sudah sampai di depan indekost yang kutempati.
Tahu - tahu, waktu menunjukkan pukul tiga pagi. Aku menguap, Kelvin tertawa.
"Gila, udah jam tiga. Turun ah. Besok lagi yes." Aku membuka pintu mobilnya.
Tiba - tiba kurasakan tangan besar Kelvin di kepalaku, dia membelai rambutku dengan lembut. Membuatku terpaku beberapa saat.
"Tidur nyenyak ya." Ucapnya.
Aku mengangguk dan nyengir canggung ke arahnya.
"Thanks, Bro." Pamitku sambil melambaikan tangan, Kelvin membalas lambaikan tanganku lalu melajukan mobilnya.
Entah mengapa, aku senang dengan perlakuannya.
***