Tiga bulan berlalu tanpa hambatan serius. Lightly sudah selesai berkemas, ia sudah siap pindah ke tempat baru. Tempat dari rekomendasi Gabriel tentu saja. Tempat yang berada di ujung pula Indonesia, Papua.
Lightly mengenakan long dress berwarna biru navy, dengan rambut terurai, wajahnya terlihat lebih muda dari wanita seusianya. Lightly bersiap utuk menaiki hyperloop, menuju tempat tinggal barunya ketika ia melihat seseorang yang familiar.
Sejenak Lightly terpana karena perubahan orang itu, ia tampak lebih matang dari sebelumnya. Lightly menghela napas pelan, lalu memilih duduk tepat di samping orang itu.
Sekarang Lightly berada di hyperloop yang dapat dinaiki oleh semua orang, dapat dikatakan juga ini transportasi umum yang paling banyak digunakan karena dapat menampung banyak orang dan juga perjalanannya cukup singkat. Bisa berpindah-pindah pulau hanya dengan hitungan menit.
Lightly duduk dengan rileks, ia sudah bisa lebi berbaur dengan orang-orang di sekitarnya. Ia duduk santai sembari memandangi orang-orang yang ada di sekelilingnya, dunia ini begitu indah jika hanya melihat bagian ini, padahal masih banyak lapisan dunia jika saja orang-orang lebih membuka mata.
Seperti dirinya, yang sudah banyak mengetahui lapisan-lapisan dunia, rahasia yang disembunyikan dari kehidupan damai. Lightly mengalihkan tatapannya, lebih tertarik kepada orang yang berada tepat di sebelahnya.
Jika ia tidak salah orang, pria yang berada di sampingnya adalah rekannya dulu saat masih dilabolatorium. Kenapa Lightly berani mendekatinya, karena wajahnya susah dikenali, apalagi dengan bentuk matanya yang sudah berubah.
Lightly pikir ia tidak akan dikenali dan akan pergi saat pria itu sudah meninggalkan hyperloop. Tetapi, dugaan Lightly salah, pria itu tiba-tiba memegang tangannya lalu menariknya keluar dari hyperloop ketika alat transportasi itu berhenti di stasiun Seokarno Hatta, Jakarta.
“Lepas!” Lightly mencoba melepaskan cengkraman pria itu.
Tetapi tenaganya sangat kuat, hingga merasa lengan Lightly akan patah. Lightly terus di seret hingga menuju tempat sepi di area stasiun. Pria itu menyudutkannya di dinding, lalu tanpa aba-aba mengulum bibirnya.
Lightly yang masih terkaget karena aksi pria itu hanya bisa diam dan mengunci bibirnya dengan rapat hingga pria itu merapatkan tubuhnya, membuatnya refleks memberikan celah sedikit dibibirnya dan membuat pria itu memperdalam ciumannya. Membuat Lightly, mau tidak mau membalas ciuman pria itu.
“Emh,” Lightly mendesah pelan. Jemarinya sudah berada di kepala pria itu, memerasnya lembut.
Pria itu terus memperdalam ciumannya, mereka saling membelitkan lidah dan saling menukarkan saliva. Lightly hampir kehabisan napas ketika pria itu melepaskan pagutannya, keduanya menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.
Pria itu mengelus lembut bibir Lightly, “Kau dari mana saja!” tanya pria itu dengan suara serak.
Lightly mengalihkan pandangan, tidak menjawab pertanyaan pria itu.
“Lilly!” Pria itu menaikkan volume suaranya, menarik wajah Lightly untuk menatapnya.
“Sebaiknya kau pergi, Levan!” Lightly akhirnya bersuara.
Pria yang bernama Levan itu menghembuskan napas kasar, menyatukan kening mereka sebelum pria itu kembali mengulum bibir Lightly. Kali ini, pria itu melakukan ciuman lebih lembut dan tidak terburu-buru dari sebelumnya.
Levan terus merapatkan tubuhnya kepada Lightly, membuat wanita itu mau tidak mau merasakan sesuatu yang keras menabrak perutnya.
“Tidak sebelum kau menceritakan semua kepadaku!” tuntut Levan.
Lightly menggeleng keras, “Tidak bisa! Kau, aku…,” Lightly tercekat, tidak bisa melanjutkan perkataannya.
“Aku sudah tidak bekerja di tempat terkutuk itu, Ly!” Levan mencoba meyakinkan Lightly.
Ia sangat bahagia ketika menemukan wanita yang selama ini ia cari-cari. Awalnya Levan biasa saja ketika seorang wanita duduk tepat di sampingnya, ia tidak peduli pada wanita itu karena tidak tidak mengenalinya sama sekali.
Levan tersentak begitu mencium aroma yang dari wanita di sampingnya, aroma yang sangat familiar untuknya. Ia merindukan aroma itu selama bertahun-tahun, aroma harum mint bercampur dengan vanila yang hanya dimiliki oleh satu perempuan yang dikenalnya sebagai rekan kerjanya dulu, Lilly.
Levan tanpa pikir panjang, langsung menarik wanita itu keluar dari hyperloop saat alat transportasi itu berhenti. Walaupun Levan sama sekali tidak mengenali wajahnya, tetapi ia tahu pasti jika wanita yang sedang ia tarik ini adalah wanita yang selama ini ia cari.
Lightly terlihat sangat kaget, ia tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan Levan. Apa? Dia berhenti bekerja di labolatorium itu?
“Tidak! Aku…,”Lightly telah di tarik oleh Levan sebelum menyelesaikan apa yang ingin ia katakan.
Mereka pergi menuju tempat parkir stasiun, Levan dengan mudah menemukan volent miliknya. Lightly terpaksa mengikuti Levan yang menggiringnya masuk ke dalam volent, pria itu mengemudi dengan sangat cepat menuju suatu tempat yang belum Lightly ketahui.
“Kau tidak akan membawaku kepada mereka, bukan? Jika ya? Aku akan lompat sekarang!” Lightly menatap Levan serius.
Pria itu mendengus kesal, “Sudah kubilang, aku sudah berhenti dari tempat sialan itu, Ly!”
“Jadi, kau akan membawaku kemana?”
Levan yang sedang fokus menyetir tidak mengindahkan pertanyaan Lightly. Pria itu tetap diam, hingga ia memelankan kecepatan volentnya. Mereka tadi telah melintasi lautan, pergi dari pulau Jawa dengan sangat cepat.
Levan turun di stasiun Sultan Hasanuddin, memarkirkan volent di tempat parkir dengan mulus.
“Ikuti aku!” Levan kembali menarik lengan Lightly ketika wanita itu keluar dari volent.
Sikap Levan sangat protektif, ia tidak ingin Lightly menghilang lagi. Setidaknya, ia tidak akan membiarkan wanita itu menghilang dari kehidupannya lagi. Pertemuan mereka yang tidak sengaja salah satu keberuntungan untuk Levan.
“Berhentilah menarikku! Aku bisa berjalan sendiri!”
Lightly mencoba menghempaskan tangan Levan, tetapi tenaga pria itu lebih kuat darinya. Tetapi, ia mendesah lega ketika pria itu memelankan langkahnya, membuatnya tidak terseret-seret seperti tadi.
Mereka kembali menaiki hyperloop, kali ini alat transportasi itu terlihat sepi karena jam kantor sudah lewat. Mereka duduk berdua, sementara di depan mereka hanya terisi seorang kakek yang tengah terkantuk-kantuk, sementara di ujung lorong, terdapat seorang wanita yang membawa anak kecil di kereta bayi.
Dua menit kemudian mereka tiba di Stasiun Cut Nyak Dien, Sumatra. Dalam waktu singkat mereka telah berpindah-pindah provinsi. Hal yang tidak mungkin dilakukan pada abad sebelumnya.
….
Levan membawa Lightly ke rumahnya, tempat paling aman yang berhasil ia pikirkan baik-baik setelah membandingkannya dengan tempat lain yang sempat terpikirkan olehnya.
Rumah itu dilengkapi sistem keamanan tingkat tinggi, Levan mempersilahkan Lightly masuk ke rumahnya. Rumah Levan tepat berada di pinggir pantai, dengan pemandangan yang sangat indah dan rumah itu satu-satunya di sana, tidak ada rumah lain selain milik Levan.
“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan, sehingga membawaku sejauh ini?” Lightly menuntut penjelasan Levan.
Selain itu Lightly juga sangat penasaran dengan alasan kenapa Levan keluar dari labolatorium tersohor itu.
“Duduk dulu, Ly. Aku juga tidak akan membiarkanmu pergi dari rumahku secepat itu.” Levan menatap Lightly penuh arti.
Lightly menghembuskan napas panjang, ia menyesal melakukan hal bodoh tadi. Seharusnya ia tidak duduk di samping pria itu dan membuatnya kacau.
….