Part 1 (f)

1300 Kata
            Alger justru melangkah ke sebuah rak yang terdapat ramuan di setiap rak dan beberapa buku di sudut kiri bawah rak tersebut. Ia mengambil buku yang sangat tebal dan usang. Alger membawa buku itu dan membuka halaman satu halaman yang dapat menjawab pertanyaan dari Albert.             “Dahulu kala di Skotland terdapat seorang medikus wanita yang sangat hebat dan mahir dalam pengobatan terutama menangani segala macam racun yang ada di dunia ini. Ia bukan medikus biasa melainkan juga seorang penyihir, wanita itu menanam segala macam tanaman yang dapat mengobati berbagai macam luka yang disebabkan oleh racun-racun sangat berbahaya dan mematikan. Salah satunya adalah anggrek hitam ini. Singkat cerita wanita itu mengobati salah satu musuh dari penyihir lainnya yang ada di tempatnya, musuh tersebut mengalami hal yang serupa seperti yang tuan Robert alami bahkan kondisinya jauh lebih buruk.”             “Sebagai seorang medikus tentu sudah menjadi tanggungjawabnya membantu siapapun yang membutuhkan pertolongan. Saat akan menolong musuhnya, wanita itupun kesulitan dan bingung bagaimana mengeluarkan racun mematikan dari tubuh orang tersebut. Wanita itu mengambil anggrek hitam miliknya dan menumbuknya hingga mengeluarkan cairan, cairan dibacakan mantra olehnya lalu diminumkan ke musuhnya.” lanjut Alger.             “Wait, lalu apa hubungannya anggrek hitam dengan racun di dalam tubuh musuh itu?” tanya Albert selektif.             Alger mengangguk pelan, ia akan menjelaskan semua hal akan tetapi Albert menyela perkataannya. “Racun dilambangkan sebagai kematian, dan kematian dilambangkan dengan warna hitam. Racun maupun cairan ekstrak anggrek hitam itu berwarna hitam. Kedua warna itu diibaratkan dua kutub magnet yang sama, ketika berusaha disatukan maka tidak akan menyatu tapi pada saat kita mencoba mendekatkan satu magnet maka magnet yang lain akan sedikit bergeser. Mantra yang diucapkan wanita itu sebagai pendorong untuk cairan itu bisa menyingkirkan racun dari dalam tubuh. Ketika mantra dan cairan itu berekasi maka racun di dalam tubuh orang itu akan keluar dengan sendirinya melalui pori-pori yang ada di kulitnya. Dan dalam menghilangkan racun ini membutuhkan media lain yaitu air sebanyak-banyaknya.”             “Okee, aku paham bagaimana cara kerja bunganya. Tapi satu hal yang kau lewatkan, kita tidak tahu mantra apa yang diucapkan oleh wanita itu. Apa kau mengetahuinya, Alger?” kali ini Keenan angkat bicara.             Alger menundukkan wajahnya sejenak lalu mengangkatnya dan melihat ke arah Keenan. “Aku tidak tahu, Tuan. Tapi satu hal yang aku tahu yaitu wanita itu memantrai semua bibit anggrek hitam miliknya. Mengapa hanya bisa ditemukan di Papua?”             “Jawabannya adalah setelah wanita itu menyelamatkan musuhnya, penyihir-penyihir lain memburunya dan menjadikan wanita itu sebagai musuh terbesar mereka saat itu. Penyihir-penyihir yang ada di penjuru negeri Skotland membakar semua tanaman yang dimiliki oleh wanita itu dan untung saja wanita itu berhasil melarikan dirinya dengan membawa semua bibit tanaman yang bisa ia selamatkan dari kebakaran besar di rumahnya kala itu. Wanita itu melarikan diri dari Skotland ke Indonesia tepatnya ke Papua Barat di mana hutan di daerah tersebut sangat luas dan tenang, terlebih sangat jauh dari Skotland dan peradaban manusia pada saat itu sehingga para musuhnya itu tidak akan bisa menemuinya dari persembunyiannya. Dan di hutan itulah ia menanam kembali beberapa tanaman obat miliknya.” lanjut Alger menjelaskannya secara detail.             Terjadi keheningan untuk beberapa saat setelah Alger menjelaskan tentang tanaman yang dapat digunakan untuk menyembuhkan Robert.             “Apa yang akan terjadi jika sisa-sisa racun itu kembali menyebar ke jantungnya dan seluruh tubuhnya?” tanya Syahquita memecah keheningan yang terjadi.             “Tuan tidak akan selamat, seluruh organ vitalnya tidak akan berfungsi, tubuhnya akan mengeras seperti kayu dan racun ini sangat tertarik dengan darah, tubuh tuan akan meledak karena darah dalam tubuhnya.” jawab Alger.             “Apa? Racun jenis apa itu? Aku baru mendengarnya jika ada racun yang dapat meledak.” Celetuk Joven.             Alger mengangguk mantap, “Racun ini berasal dari ikan yang sangat kecil dan mematikan, vandellia cirrhosa.”             “Aahh s**t, lalu bagaimana kita menyelamatkan?” tanya Keenan.             Alger melihat ke arah Robert dan Keenan secara bergantian, “Anggrek hitam dari hutan Papua Barat.”             “Indonesia?” seru Dawin yang langsung mendapat anggukan dari Alger.             Dawin menghela napas ketika melihat respon dari Alger. Ya, jarak antara Indonesia dan Swedia tentunya jauh sekali belum lagi mereka harus mencari tanaman itu. Pasti membutuhkan waktu yang sangat lama.             “Berapa lama Robert akan bertahan jika racun-racun itu kembali menyebar?” tanya Syahquita.             Alger terdiam sejenak memikirkan jawaban atas pertanyaan Syahquita, “Tiga atau empat hari, Nona.”             Syahquita mengangguk pelan mengerti apa yang Alger katakan, “Aku akan ke sana.”             Albert melirik Syahquita saat mendengar apa yang istrinya katakan itu, “Syah, apa kau yakin?  Indonesia sangat jauh, sayang.”             Syahquita mengangguk mantap kali ini, “Aku tidak peduli. Aku akan ke sana untuk mengambil tanaman itu.”             “Biar aku saja.” Timpal Albert.             “Tidak. Luka itu disebabkan oleh diriku, biarkan aku melakukan semua ini.” Keras kepala Syahquita.             “Aku tidak bisa membiarkanmu pergi seorang diri, sayang. Itu terlalu beresiko. Aku akan menemanimu.” Usul Albert.             Syahquita mengangguk setuju dengan Albert, “Baiklah, ayo kita bersiap. Kita tidak memiliki banyak waktu.”             Albert mengangguk dan menarik tangan Syahquita, membawa istrinya pergi dari ruang pengobatan. Mereka berdua sudah memutuskan untuk mengambil tanaman itu tak peduli resiko yang akan mereka hadapi.             Syahquita memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam koper, menggabungkannya dengan pakaian Albert. Mereka ke Indonesia bukan untuk berlibur melainkan mencari tanaman  langka itu.             “Al, paspor dan visa kita bagaimana?”             Albert terdiam sejenak, ia tidak memikirkan hal itu. Seketika Albert mendapatkan rencana agar mereka bisa mendapat visa secepat mungkin.             “Kau rapikan saja barang-barang kita. Aku akan mengurusnya.” Albert bersiap untuk melesat namun suara Syahquita menahannya.             “Kau mau ke mana?” tanya Syahquita.             “Aku akan segera kembali. Kita berangkat malam ini.” Jawab Albert lalu melesat cepat dari hadapan Syahquita.             Syahquita masih terdiam hingga punggung Albert tak terlihat lagi, ia sedikit bingung dengan sikap Albert. Entah apa yang akan dilakukan oleh pria itu. Syahquita menghela napas pelan lalu kembali memasukkan barang-barang yang akan di bawanya dan Albert.                                                                                                     ***             “Syah, kau sudah siap?” tanya Albert memasuki kamar.             Syahquita menoleh ke arah suaminya yang memasuki kamar, “Iya, tentu.”             “Ollie?” Albert kembali bersuara menanyakan anaknya.             Syahquita menghela napas berat, ia merasa berat hati meninggalkan Oliver selama beberapa hari tetapi tidak mungkin juga jika mereka mengajak Oliver.             “Dia bersama Arla saat ini. Lebih baik kita berangkat sekarang.” saran Syahquita.             Albert mengangguk setuju, ia membantu Syahquita membawa koper berukuran sedang. Mereka hanya berdua dan untuk beberapa hari saja ke Indonesia sehingga tak memerlukan terlalu banyak barang. Albert menggenggam tangan istrinya dan membawa wanita itu keluar dari dalam kamar, menuruni setiap anak tangga dan berhenti di ruang tengah.             Semua sudah menunggu mereka kecuali Robert yang masih berada di ruang pengobatan. Ketika keduanya sampai di sana tiba-tiba saja Oliver menangis dan merengek ingin di gendong oleh ibunya.             “Mommy.” Rengek Oliver.             Hati Syahquita terlalu sakit melihat anaknya seperti itu, ia mengambil alih Oliver dari gendongan Arla. Oliver memeluk Syahquita begitu erat dan membuat Syahquita semakin berat untuk meninggalkannya.             Syahquita mengusap lembut belakang kepala Oliver, “Sayang, Mommy hanya pergi beberapa hari saja. Kau bisa bermain apapun dan sepuasmu bersama bibi Arla, paman Joven, paman Keenan dan paman Dawin.”             Oliver menggeleng dalam pelukan, “Ollie mau Mommy.”             Syahquita bermunurunkan tubuhnya perlahan-lahan hingga ia berhasil berjongkok, Syahquita meminta Oliver untuk berdiri di hadapannya.             Syahquita merengkuh wajah mungil Oliver, “Sayang, apa yang Mommy lakukan ketika kau sakit?”             “Kiss and say get well soon, honey.” Jawab Oliver.             Syahquita tersenyum kecil,  “Good boy. Mommy tidak bisa melakukan itu pada paman Robert tapi Mommy bisa membantunya untuk sembuh. Apa Ollie mau membantu Mommy?”             Oliver mengangguk mantap dan mendapat ciuman hangat di keningnya dari Syahquita.             “Good. Jika kau ingin membantu Mommy maka kau jangan menangis karena itu membuat Mommy ingin menangis juga, sayang.” kata Syahquita.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN