Part 1/2

1322 Kata
            Oliver langsung menghapus air mata dari wajahnya, “Sudah.”             Syahquita tersenyum haru melihat tingkah menggemaskan anaknya, ia membawa Oliver ke dalam pelukannya. “Mommy akan kembali secepat mungkin, sayang.” bisiknya.             Oliver melepaskan pelukan ibunya, ia menatap dalam manik mata cantik dari Syahquita, “Janji?” Oliver mengacungkan jari kelingking-nya ke Syahquita.             Syahquita melihat jari anaknya yang berada tak jauh dari wajahnya dan Oliver secara bergantian, “I promise, baby.” ia menyatukan jari kelingking-nya dengan jari Oliver.             Oliver tersenyum lalu kembali memeluk ibunya, mencium lembut pipi kanan dari Syahquita, “I love you, Mommy.”             “I love you too, baby.” balas Syahquita mencium pucuk kepala Oliver.             Albert berjongkok dan mengambil tempat tepat di sebelah istrinya, Syahquita melepaskan pelukannya saat Albert sudah berada di sebelahnya. Albert menuntun Oliver berdiri di tengah-tengah.             “Jaga dirimu baik-baik, Ollie. Mommy dan Daddy akan kembali secepat mungkin.” Ucap Albert.             Oliver mengangguk mantap dengan menatap manik mata Albert, “Oke, Daddy.”             Albert mencium kening Oliver lalu memegang tangan Syahquita agar istrinya berdiri tetapi Syahquita menahan tangan kekar suaminya.             “Jadilah anak baik untuk bibi Arla dan yang lainnya, oke.” Titah Syahquita.             “Oke, Mommy.”             Syahquita tersenyum senang melihat anaknya tak menangis dan membuat hatinya sedikit lega. Ia mendaratkan satu ciuman  lagi ke kening Oliver.             “Bye, Ollie.” Ucap Syahquita.             “Bye, Mommy, Daddy.” Kata Oliver melambaikan tangannya ke udara.             Syahquita dan Albert berdiri dengan senyuman lega mereka, keduanya bersiap untuk berjalan. Albert menarik koper sambil menggenggam tangan kanan Syahquita.             Keduanya berjalan meninggalkan ruang tengah bersama yang lain hingga mereka keluar dari gerbang kastil. Syahquita dan Albert menatap Oliver dalam gendongan Arla sejenak lalu melangkahkan kaki mereka bersama Keenan dan Dawin yang akan mengantarkan keduanya ke bandara.             Ini pertama kalinya Syahquita pergi sejauh ini dari Oliver, meski anaknya sudah tak menangis tetap saja ia merasa sedih harus meninggalkan Oliver. Jika bukan untuk mencari tanaman maka ia akan membawa Oliver ke manapun dirinya pergi. Berat. Sangat berat meninggalkan putra kesayangannya sekalipun ada keluarganya yang menjaga Oliver tapi tetap saja perasaan berat hati sungguh menyelimuti dirinya.                                                                                         PART 2             Setelah menempuh perjalanan berjam-jam lamanya dan rute yang cukup melelahkan. Seperti yang dikatakan oleh Alger, akses jalan menuju hutan tersebut tidaklah mudah, tidak semudah yang Syahquita ataupun Albert kira. Susahnya medan tak menyurutkan niat mereka hingga akhirnya Albert dan  Syahquita sampai di sebuah home stay milik masyarakat setempat. Perjalanan  jauh ini membuat keduanya mengalami jet lag.             “Al, kita tidak boleh beristirahat terlalu lama. Kita harus mencari tanaman itu.” kata Syahquita berusaha mengesampingkan penat yang dirasakannya.             Albert menghela napas pelan, ia bangun dari tidurnya dan mendudukkan tubuhnya, “Aku masih sangat lelah, sayang.”             Syahquita mendengar geram, “Kau kira aku tidak? Ayolah kita harus bergegas, kau ingatkan berapa lama Robert dapat bertahan.”             Albert mengangguk paham, “Iya, aku mengingatnya.”             “Baguslah jika kau mengingatnya. Kita harus pergi sekarang.” semangat Syahquita berjalan menjauh dari tempat tidur.             Albert mendengus pasrah, ia akan mengikuti apapun kehendak istrinya. Meski lelah masih menggelayut di tubuhnya dengan langkah gontai Albert berjalan menuju kamar mandi yang berada di luar kamar. Syahquita menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Albert sambil menunggu suaminya hingga selesai mandi dan berpakaian.             Lima belas menit kemudian, Albert datang ke ruang makan dan segera mendaratkan bokongnya ke kursi. Ia bersiap untuk menyantap makanan di hadapannya namun aktivitas Syahquita  mengganggunya.             “Syah, no gadget.” Tegur Albert.             Syahquita menghela napas geram, “Aku sedang mencari informasi tentang tanaman itu.”             “Tapi ini waktunya makan. Letakkan ponselmu dan makanlah.” titah Albert.             Syahquita kembali menghela napas, “Oke, fine!” ia meletakkan ponselnya begitu saja di atas meja makan.             Syahquita menyantap makanan di hadapannya begitupun dengan Albert. Tak ada satu patah kata pun keluar dari mulut keduanya, mereka terlalu larut dalam pikiran mereka masing-masing. Albert mengira bahwa Syahquita kesal padanya dan Syahquita berpikir hal sebaliknya, ia mengira Albert kesal padanya karena sempat membantah perintah suaminya.             Selesai sarapan keduanya bergegas keluar dari home stay, Syahquita berjalan di depan Albert. Ketika pria itu hendak menyamakan langkahnya dengan langkah Syahquita tiba-tiba saja kulit nya yang terkena paparan cahaya terbakar begitu saja.             “Aaaaarrrggghhh.” rintih Albert melangkah mundur ke tempat yang tidak terkena paparan cahaya.             “Ada apa, Al? Oh my god!” Syahquita berlari mendekati Albert, ia mendudukkan suaminya di kursi kayu depan rumah. Syahquita kembali berlari memasuki rumah untuk mengambil sesuatu.             Tak lama kemudian Syahquita kembali datang dengan dua botol berisi caranya hijau bening, ia memberikan dua botol itu pada suaminya. Albert menengguk cairan dari dua botol kecil secara bersamaan.             “Apa kau masih merasa panas?” tanya Syahquita khawatir.             Albert menyadarkan punggungnya ke sandaran kursi, “I’m fine. Ayo kita pergi sekarang.” ucap Albert segera beranjak dari duduknya.             “Jika kau merasa tidak enak badan maka kita bisa menundanya.” ujar Syahquita.             Albert menghadapkan tubuhnya di depan Syahquita dengan senyuman tampannya, “Aku baik-baik saja, sayang. Kita tak punya banyak waktu.”             “Apa kau yakin?” tanya Syahquita yang langsung mendapat anggukkan mantap dari Albert.             Albert menggenggam tangan Syahquita dan menuntun wanita itu pergi dari halaman rumah, mereka harus bergerak cepat mengingat selain langka tanaman yang mereka cari juga tidak tahu di mana keberadaannya. Syahquita dan Albert berjalan melewati rumah-rumah masyarakat sekitar, keramahtamahan masyarakat membuat Syahquita sangat ingin bersosialisasi dengan mereka semua akan tetapi tujuannya ke sana bukanlah untuk berlibur atau semacamnya.             Langkah keduanya tertuju pada hutan yang berada tak jauh dari pemukiman warga. Menurut informasi yang Syahquita dari internet dan Alger bahwa tanaman itu berhabitat di hutan dan perkembangbiakannya yang sulit membuat tanaman itu menjadi sangat langka. Hutan di Papua Barat ini memiliki aura berbeda dari hutan yang pernah Syahquita datangi di Swedia, aura mistis begitu terasa di hutan ini. Mungkin itu hanya halusinasinya saja sebab ia merasa gugup untuk mengambil bunga langka itu, apa yang akan dilakukannya bukanlah hal terpuji. Syahquita dan Albert melakukan pencurian di hutan Papua Barat walau hanya satu tangkai tanaman.             Mata keduanya beredar ke seluruh arah memperhatikan setiap pohon yang menjulang tinggi, Syahquita menghentikan langkahnya saat ia mendengar suara dari semak belukar di belakangnya. Syahquita mencengkram kencang lengan Albert dan merapatkan tubuhnya mendekat ke belakang tubuh Albert.             “Al..” bisik Syahquita ketakutan. Trauma pada suara semak belukar belum hilang dan ia yakin bahwa itu adalah suara yang ditimbulkan oleh babi hutan.             “Tenanglah, ada aku di sini.” kata Albert berusaha menenangkan ketakutan istrinya.             Angin di dalam hutan mulai berhembus sedikit kencang hingga berhembus sangat kencang seperti badai, Syahquita dan Albert merasa bahwa tubuh mereka melayang di udara karena hembusan angin kencang itu. Ya, memang tubuh mereka melayang terbawa angin dengan kata lain tubuh mereka berada di pusaran angin kencang.             Perlahan-lahan hembusan angin itu mulai mereda hingga tak ada lagi hembusan angin yang terasa, Syahquita dan Albert saling bertukar pandang satu sama lain.             “Apa yang terjadi, Al?” tanya Syahquita.             Albert menggeleng tak tahu, “Aku tidak tahu, Syah. Aku merasa terbawa terbang oleh angin besar tadi.”             “Siapa kalian?” terdengar suara lantang seorang wanita.             Syahquita dan Albert mengarahkan pandangan mereka ke sumber suara, Albert menggeser sedikit tubuh Syahquita ke belakangnya.             “Siapa kau?” tegas Albert.             “Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di hutan kami?” tanya wanita itu lagi.             “Aku Syahquita, ini Albert-suamiku.” jawab Syahquita keluar dari belakang tubuh Albert.             “Dan kau siapa?” tanya Syahquita.             “Aku penjaga hutan ini. Apa tujuan kalian datang ke hutan ini?” desis wanita dengan pakaian serta hiasan wajah khas Papua.             “Kami ke sini untuk mencari tanaman langka yang dapat menyembuhkan anggota keluarga kami.” sahut Albert.             “Aku sudah sering melihat manusia seperti kalian. Mereka datang hanya untuk menghancurkan hutan kami, selama ratusan tahun kami menjaga hutan ini tetapi dengan mudahnya orang-orang asing menghancurkan hutan ini.” marah wanita itu.             Syahquita menggeleng tidak setuju dengan perkataan wanita itu, “Kami tidak ingin menghancurkan hutanmu, kami hanya membutuhkan anggrek hitam Papua saja.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN