Syahquita memejamkan matanya seraya mendengus kesal, “Please, Al. Pergilah, aku tidak mau kembali ke kastil!!!”
Albert melepaskan cengkramannya lalu memegang kedua bahu Syahquita dan membawa kehadapannya, “Katakan padaku apa yang harus aku lakukan? Agar kau mau kembali ke kastil?”
Syahquita mengangkat kedua tangannya lalu menurunkan paksa tangan Albert dari bahunya, “AKU TIDAK AKAN KEMBALI KE KASTIL!!!”
”Please, jangan seperti ini, Syah. Jangan membuatku membawamu kembali secara paksa.” kata Albert.
Syahquita mendekatkan wajahnya ke wajah Albert, “LAKUKAN APA YANG INGIN KAU LAKUKAN, ALBERT!!!”
Syahquita memutar tubuhnya dan melangkahkan kakinya menjauh dari Albert. Namun, belum ada lima langkah ia berjalan suaminya itu sudah menghentikan langkahnya dengan menggendong tubuh Syahquita di atas bahunya, seakan-akan Syahquita itu karung beras yang seringan bulu.
“Albert, turunkan aku!!!” teriak Syahquita mengayunkan kedua kakinya agar suaminya itu mau menurunkannya.
Albert tidak peduli dengan kaki Syahquita yang bergoyang-goyang dan mengenai wajahnya beberapa kali. Ia tetap membawa istrinya keluar dari dalam rumah Jonathan.
“Tolong!!! Siapapun tolong aku!!” teriak Syahquita seraya memukul-mukul punggung Albert.
“Dad, Mom, Kakek!!! Tolong aku!!!” Syahquita meneriaki semua orang yang tak berada di sana.
“Nona.” pelayan yang tadi memberitahukannya mengenai tamu yang mencari Jonathan pun terkejut melihat Syahquita dan Albert.
“Tolong aku, Ivy. Tarik aku, please. Bebaskan aku dari pria ini, Ivy.” teriak Syahquita menjulurkan tangannya sedangkan posisi Ivy saja sangat jauh darinya.
“Mommy…” teriak Oliver dengan mata yang terbuka lebar saat mendapati ibunya dalam posisi yang tergendong seperti itu.
“Ollie, hellppp Mommy.”
Albert memutar tubuhnya dan secara otomatis tubuh Syahquita jadi membelakangi anaknya, “Ollie, kemarilah. Kita akan kembali ke kastil.” ajak Albert.
“Yeaaahhh.” teriak Oliver kegirangan saat Albert menyebut kata kastil.
“Tolong kau katakan pada Jonathan bahwa aku datang membawa istri dan anakku kembali ke kastil. Aku akan meminta pelayan untuk membawa mobil yang Syahquita bawa.” kata Albert.
“Baik, Tuan.” sahut Ivy mengerti.
“Ivy, jangan lakukan itu. Tolong aku, Ivy. Kau membiarkan aku menjadi santapan beruang ini.” teriak Syahquita terus mengayunkan kakinya.
Syahquita mendengus kesal tak ada seorang pun yang mau menolongnya saat ini bahkan ia tidak memiliki sekutu dalam kondisi seperti ini. Anaknya pun menjadi lawan bagi dirinya. Syahquita tidak melakukan perlawanan lagi hingga tubuhnya di masukkan ke dalam mobil oleh suaminya. Albert memutari mobil lalu masuk ke mobil dan segera duduk di kursi pengemudi.
Syahquita kembali memberontak dengan mencoba melarikan diri melalui pintu mobil di sebelah kanannya, namun Albert bergerak cepat mengunci semua pintu mobil.
Syahquita menatap nanar ke arah suaminya itu, “Apa yang kau inginkan, Albert?”
“Aku hanya ingin kau dan Oliver ikut denganku kembali ke kastil.” Jawab Albert enteng.
“Aku tidak ingin ikut denganmu! Aku tidak mau kembali ke kastil! Aku tidak mau hidup denganmu! Keluarkan aku sekarang.” Rengek Syahquita seraya memukul kedua pahanya dengan kedua tangannya seperti anak kecil yang menginginkan mainan tapi tak berhasil didapatinya.
Albert meraih kedua tangan istrinya agar wanita itu tidak menyakiti dirinya sendiri, “Hentikan, aku mohon.”
“Biarkan aku pergi, Albert.” lirih Syahquita dalam tangisnya.
“Semarah itukah sampai kau tidak mau hidup denganku?” tanya Albert dengan nada sendunya yang memilukan hati Syahquita.
Syahquita menyandarkan punggungnya ke sandaranya kursi, tangisnya semakin menjadi setelah mendengar pertanyaan suaminya. Ia merasa sangat bersalah telah mengatakan hal bodoh itu pada Albert, sudah pasti suaminya itu sangat terluka dengan perkataannya.
“Aku mohon maafkan aku, Syah.” ucap Albert.
Tangis Syahquita semakin pecah, ia tidak bisa mengungkapkan betapa sedih hatinya mendengar perminta maafan dari suaminya.
“Kau boleh marah padaku tapi jangan pernah tinggalkan aku. Aku membutuhkanmu dalam hidupku, Syah.” lanjut Albert yang membuat tangisannya Syahquita semakin lirih.
“Mommy…” suara tangis Oliver pecah saat melihat kedua orang tuanya saling menangis satu sama lain.
Albert menyatukan kedua telapak tangannya di depan dadanya, “Maafkan aku, Syah. Aku memang bodoh, kesalahanku sangatlah fatal. Kau tak pantas menerima maafku.”
Syahquita menggeleng pelan seraya memejamkan matanya dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia tak mampu melihat Albert memohon seperti itu. Hati kerasnya hanyalah sebuah kiasan saja yang sebenarnya ialah hati wanita itu begitu lembut, kekerasan hatinya kemarin Syahquita buat sendiri supaya suaminya itu sadar dan merenungi setiap kesalahan yang dilakukannya.
“Mommy.” lirih Oliver menarik-narik baju Syahquita dari balik kursi.
Albert meletakkan keningnya di bahu kiri Syahquita, “Kau boleh membenciku, Syah. Kau boleh marah padaku, tapi jangan pernah pergi. Aku tak mau kehilanganmu, aku tak mau kehilangan cahaya dalam hidupku.”
Tangis Syahquita semakin mendalam, lebih lirih dan pilu dari sebelumnya. Hatinya menjerit kesakitan mendengar setiap perkataan suaminya yang meluluh lantahkan hatinya itu.
“Mommyy aaaaaaaahhhaaa.” suara tangis Oliver semakin kencang.
Syahquita menurunkan tangan dari wajahnya, mendorong pelan bahu Albert lalu meraih anaknya yang menangis tersedu-sedu akibat melihat dirinya dan Albert menangis.
“Cuupp… Cuupp… Jangan menangis, sayang.” kata Syahquita mengusap lembut punggung Oliver karena posisi Oliver saat ini memeluk perut Syahquita.
Syahquita menghapus air mata yang membasahi wajahnya dengan tissue yang ada di dalam mobil Albert kemudian ia menundukkan pandangannya untuk melihat wajah anaknya.
“Ollie, jangan menangis lagi, Nak. Kau mau apa? Katakanlah.” ujar Syahquita begitu lembut.
Oliver menggeleng dengan mata terpejamnya, Syahquita menghapus air mata dari pipi gempal anaknya, “Kau ingin ke kastil?”
Anak itu langsung mengangguk pelan, Oliver merindukan tempat bermainnya di kastil dan teman-temannya yang notabane-nya adalah para pelayan dan penjaga kastil beserta para pangeran. Syahquita menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan, ia harus mengesampingkan ego-nya saat ini.
“Baiklah, kita kembali ke kastil.” ucap Syahquita tersenyum di depan wajah anaknya. Begitupun dengan Oliver yang ikut tersenyum kecil mendengar apa yang ibunya katakan.
“Apa kau senang?” tanya Syahquita mencubit pelan pipi Oliver yang langsung mendapat anggukan mantap dari anaknya.
Syahquita mengangkat kembali kepalanya lalu menyandarkan punggungnya ke kursi mobil, pandangannya menatap lurus ke depan. Tanpa berlama-lama Albert segera menyalakan mesin mobilnya, ia akan membawa istri beserta anaknya kembali ke kastil yang telah mereka tinggalkan selama beberapa hari belakangan ini. Deru mesin mobil Albert mulai terdengar tak lama setelah itu mobil Albert berjalan meninggalkan halaman parkir rumah Jonathan.
***
Setelah menempuh perjalanan cukup lama akhirnya mereka tiba di kastil perbatasan, Albert membuka kunci mobilnya. Namun, sepertinya tak ada tanda-tanda Syahquita ingin turun dari mobil itu.
“Mommy, ayo.” rengek Oliver tak sabar dengan pandangan terangkat ke wajah ibunya.
Oliver menurunkan pandangannya lalu mengarahkan matanya ke Albert, “Daddy.”
Albert meraih Oliver dari atas pangkuan Syahquita, ia membuka pintu mobil dan segera membawa Oliver keluar dari dalam mobilnya itu. Albert menurunkan Oliver dari gendongannya, anak itu langsung berlari kegirangan menuju gerbang kastil. Dari ekor matanya, Albert memperhatikan istrinya yang masih setia duduk di dalam mobil dengan pandangan tertunduk. Albert kembali masuk ke dalam mobilnya.
Keheningan terjadi di antara keduanya, tak ada satupun niatan dari keduanya untuk memecahkan keheningan yang ada. Dengan ragu Albert meraih tangan kiri Syahquita yang berada di atas pangkuannya. Sontak hal itu membuat Syahquita mengarahkan tatapan sendu nya ke arah Albert.
“Ada apa?” tanya Albert begitu lembut.
Syahquita menurunkan kembali pandangannya, ia menggeleng dengan mengigit bibir bawahnya. Ia terlalu bingung harus mengatakan apa, Syahquita tidak ingin kembali ke kastil tapi bagaimana caranya untuk memberitahu Albert mengenai hal tersebut.
Syahquita menarik napas dalam lalu menghembuskan pelan, “Aku..”
Syahquita tak bisa melanjutkan apa yang ingin dikatakannya sebab bibir Albert sudah berada di atas bibirnya. Suaminya itu tidak tahan saat melihat Syahquita menggigit bibir bawahnya. Syahquita memejamkan matanya dan mengikuti permainan yang dimainkan oleh suaminya.
Dengan mudahnya Albert mengangkat tubuh Syahquita hingga ke atas pangkuannya. Lengan Syahquita melingkar di leher Albert, aksi Albert hmm ralat aksi keduanya semakin memanas. Tangan Syahquita mulai turun meraih celana Albert, ia membuka ikat pinggang yang melingkar di pinggul suaminya hingga relsleting celana suaminya.
Albert membiarkan istrinya melakukan apa yang ingin dilakukannya tanpa melakukan perlawanan, ia hanya mengikuti permainan istrinya.