Albert membantu Syahquita melepaskan pakaian dalamnya untuk mempermudah aksi mereka. Keduanya larut dalam kenikmatan yang tak pernah mereka rasakan belakangan ini.
Albert tak pernah menduga jika istrinya akan melakukan hal ini di dalam mobil seperti ini. Bagi Albert di manapun mereka melakukannya tetap membuatnya senang bukan main.
“Aku mencintaimu, Syah.” bisik Albert di sela-sela permainannya.
“Aku membencimu, Albert.” balas Syahquita mengigit pelan daun telinga Albert.
Tidak ada gangguan ataupun yang melihat aksi keduanya di dalam mobil hingga aksi mereka benar-benar selesai. Napas keduanya terengah-engah seperti habis lari marathon. Syahquita memeluk tubuh Albert sangat erat, ia tidak bisa mengelak dari rasa rindunya pada suaminya itu.
“Aku merindukanmu, Syah.”bisik Albert seraya mengelus rambut hitam milik istrinya.
“Aku membencimu, Albert.”
Bulu kuduk Albert berdiri saat mendengar istrinya mengatakan hal itu, ia semakin ingin mendengar kata itu berulang-ulang.
“Katakan lagi.” Pinta Albert.
Syahquita mengangkat kepalanya dan menatap manik mata chestnut milik suaminya, “Aku membencimu, Albert.”
Albert menyelipkan rambut Syahquita di belakang telinga, “Aku mencintaimu, Syah.”
Albert kembali mendekatkan bibirnya ke bibir merah muda istrinya, tangannya mulai meraba-raba keseluruh badan istrinya. Syahquita mengalungkan tangannya dan mempereratnya di leher Albert. Syahquita menarik bibirnya dari bibir Albert sebelum aksi suaminya kembali menggila.
“Ada apa?” tanya Albert heran.
“Kita lanjutkan nanti.” Jawab Syahquita.
Albert mendengus pelan mendengar jawaban dari istrinya, ia harus menahan hasratnya sampai Syahquita menginginkannya kembali. Syahquita kembali memeluk Albert seakan-akan suaminya itu guling kesayangan yang tak pernah dipeluknya selama bertahun-tahun. Albert membiarkan istrinya pada posisinya saat ini toh ia jarang sekali sedekat ini tanpa ada jarak di antara keduanya.
“Apa kau akan tetap seperti ini tanpa mau turun dari mobil?” tanya Albert seraya mengelus lembut kepala Syahquita.
Syahquita menghela napas pelan lalu melepaskan pelukannya, ia beranjak dari pangkuan Albert ke kursi samping pengemudi. Syahquita memakai kembali pakaian dalamnya setelah itu ia turun lebih dulu dari suaminya itu. Albert keluar dari mobil dan menyamakan langkahnya dengan langkah Syahquita, ia lalu menggenggam tangan Syahquita pelan.
Keduanya masuk ke dalam kastil dan mengejutkan semua pasang mata yang ada di ruang tengah. Para pangeran beserta raja dan ratu dari kerajaan Achilles sedang berkumpul di ruang tengah.
“Syahquita, nak kau dari mana saja?” tanya Maggie begitu senang menghampiri menantunya itu.
Syahquita tersenyum tipis kepada Maggie, “Maafkan aku, Mom. Aku pergi untuk menenangkan pikiranku.”
“Nak, jika kau ingin pergi maka katakan pada kami. Aku ataupun suamiku sangat mencemaskannu, nak.” Kata Maggie mengelus kepala Syahquita hingga berakhir di rahang kiri menantunya.
“Maaf, Mom. Aku tidak memberitahu kalian ke mana aku pergi. Aku tidak mau Albert menemukanku dan Oliver.” Sahut Syahquita.
Maggie menggenggam kedua tangan Syahquita, “Nak, kami berada di pihakmu. Kami tak akan memberitahu ke mana kau pergi pada Albert. Aku bahkan sangat ingin menghukum anak itu.”
“Mom.” Protes Albert.
“Mom tidak menerima protes dalam bentuk apapun, Albert. Kau telah menyia-nyiakan menantu kesayanganku.” Marah Maggie.
“Mom, aku tidak menyia-nyiakan Syahquita.” Albert kembali melakukan bantahan terhadap perkataan ibunya.
Maggie mengibaskan tangannya di depan wajah Albert, “Jangan kau dengarkan apa kata suamimu, Nak. Lebih baik kau beristirahat, kau nampak lelah.”
“Baik, Mom.”
Syahquita mengarahkan pandangannya ke arah belakang Maggie melihati anaknya, “Ollie, Mommy mau ke atas. Kau tetaplah di sini bersama yang lain, oke?”
“Oke, Mommy.” Jawab anak itu.
Syahquita melangkahkan kakinya menjauh dari semua orang yang ada di ruang tengah. Albert membuntuti Syahquita dari belakang, ia berusaha menyamakan langkahnya dengan Syahquita. Albert merangkul pinggul istrinya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Syahquita saat menyadari tangan Albert yang berada di pinggulnya.
“Aku ingin menemanimu di kamar.”
Syahquita mendengus pelan ketika mendengar jawaban dari suaminya, “Aku lelah, Albert. Mataku sangat perih, biarkan aku istirahat.”
“Tentu, aku hanya ingin berada di sampingmu.” Sahut Albert.
Syahquita memutar matanya bosan, ia tidak tahu apa maksudnya dari sikap Albert ini. Semoga saja suaminya itu membiarkannya mengistirahatkan matanya yang sangat perih karena terlalu lama menangis.
***
Matahari sudah menenggelamkan dirinya di ufuk Barat. Syahquita beserta Oliver turun dari lantai dua kastil untuk makan malam bersama dengan yang lainnya.
“Hii, Syah.” sapa Dawin.
“Hii.”
Syahquita mendaratkan bokongnya tepat di kursi sebelah kanan Albert, sementara Oliver duduk di baby chair samping kanan Syahquita. Dalam diam Syahquita memperhatikan Robert yang tenang dengan pandangan tertunduk begitupun halnya Albert. Syahquita tidak tahu apa yang terjadi di kastil selama ia pergi.
Sepertinya mereka berdua sudah berbaikan, batin Syahquita.
“Terima kasih, Arla.” Ucap Syahquita saat setelah Arla memberikan makanan untuk mereka semua.
Syahquita, Oliver beserta para pangeran makan malam bersama setelah beberapa hari tidak bisa kumpul seperti ini. Mereka menikmati makan malamnya tapi tidak dengan Syahquita, ia merasakan sesuatu yang tidak enak bergejolak di dalam perutnya, rasa mual muncul secara tiba-tiba setelah satu suapan makanan masuk ke dalam mulutnya.
Syahquita meletakkan alat makan di pinggir piring, ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya lalu berlari menjauh dari ruang makan. Albert segera menyusul kepergian istrinya yang mengarah ke kamar mandi.
“Uuuuuuwweeekkk…” terdengar suara menjijikan dari dalam kamar mandi.
Albert menerobos masuk ke dalam kamar mandi dan mendapati istrinya yang sedang berjongkok di depan kloset. Albert mengambil posisi di sebelah Syahquita.
“Syah, apa kau baik-baik saja?” tanya Albert sedikit panik.
Syahquita menggeleng pelan dan kembali memuntahkan cairan dari dalam mulutnya. Albert memegangi rambut Syahquita yang menutupi sebagian wajahnya.
“Apa kau sakit?” tanya Albert lagi.
Syahquita memundurkan wajahnya dari kloset, ia menghela napas pelan lalu mengelap mulutnya dengan punggung tangannya.
“Aku baik-baik saja.” Jawab Syahquita sesaat lalu kembali memuntahkan cairan, perutnya seperti terkocok-kocok, sangat mual.
“Apa kau telat datang bulan?” tanya Albert selektif.
Syahquita menggeleng lemah, “Aku tidak ingat.”
Albert terdiam memperhatikan wajah Syahquita dari sebelah kiri, entah mengapa tiba-tiba saja terbesit pemikiran itu dipikirinnya. Albert mengingat betul ciri-ciri wanita yang sedang hamil karena menonton sebuah drama di tv.
Syahquita menunduk pandangannya, tangan kanannya meraih tombol di atas kloset dan segera menekan tombol tersebut.
“Aku pusing.” keluh Syahquita memegang keningnya.
Albert menaruh tangan kiri Syahquita di bahunya, ia mengangkat tubuh Syahquita dan menggendongnya ala bride style. Albert membawa tubuh Syahquita keluar dari dalam toilet.
“Alger.” teriak Albert sekencang mungkin.
“Albert, ada apa dengan Syahquita?” tanya Keenan.
Albert menggeleng cepat, “Aku tidak tahu. Di mana Alger?”
“Algerrr.” teriak Keenan mengikuti jejak Albert.
“Iyaa, Tuan. Ada yang bisa aku bantu?” Alger muncul dari arah ruang bawah tanah.
“Alger, periksalah istriku. Aku tidak tahu ada apa dengannya.” jawab Albert.
“Baik, Tuan. Aku akan mengambil peralatanku sebentar.” Alger pamit sebentar mengambil segala peralatannya untuk memeriksa Syahquita.
“Cepatlah, Alger.” titah Albert.
Alger melesat cepat untuk mengambil peralatan kedokteran sedangkan Albert pergi menuju kamarnya untuk mempermudah Alger memeriksa Syahquita.
Albert membaringkan tubuh Syahquita di atas kasur setelah mereka sampai di kamar, mata Albert terus tertuju pada pintu kamar yang sengaja dibukanya lebar-lebar. Selang berapa lama, Alger datang ke kamar Albert lengkap dengan tas dokter berwarna hitam. Syahquita manusia biasa yang membutuhkan pertolongan medis dengan peralatan yang memang diperuntukan untuk manusia bukan Vampire.