Part 1 (c)

1503 Kata
             Bocah lelaki itu menerima kotak dari tangan Syahquita, sungguh sebagai seorang ibu Syahquita merasa sedih dan tak enak hati melihat sikap Oliver terhadap Yashita.             “Katakan apa pada bibi Yashita dan paman Devian?” sahut Albert ikut berjongkok di sebelah Syahquita.             Oliver membalikan tubuhnya kembali membelakangi Yashita dan Devian tetapi Syahquita berusaha membetulkan posisi anaknya agar melihat ke orang tua aslinya.             “Ollie, katakan terima kasih bibi Yashita dan paman Devian.” ucap Syahquita lembut.             Oliver memasukan jari telunjuknya ke dalam mulutnya dan Syahquita segera mengeluarkan jari itu dari mulut anaknya.             “Itu tidak bagus, sayang. Ayo katakan apa pada bibi Yashita dan paman Devian?” lanjut Syahquita masih berusaha membujuk anaknya agar mau mengatakan apa yang ingin di dengar olehnya dan mungkin juga dengan Yashita dan Devian.             “Terima kasih bibi Yachita dan paman Devian.” ujar Oliver sedikit terpeleset saat menyebutkan nama Yashita.             “Good boy.” senang Syahquita karena Oliver mau mengatakan hal itu.             “Sama-sama, sayang.” kata Yashita mengelus lembut pipi gempal Oliver.             “Yashita, kau bisa jaga Oliver jika kau mau.” tawar Syahquita.             Yashita tak percaya dengan tawaran dari Syahquita, dengan senang hati ia akan menerima tawaran itu, “Ya, aku mau.”             “Ollie, sayang. Kau bermain bersama bibi Yashita dan paman Devian ya, nak. Mommy dan Daddy mau mengambil kue besar untukmu.” Syahquita mengangkat kedua tangannya di udara membuat lingkaran besar saat mengatakan kue besar.             Oliver mengangguk setuju, bocah lugu itu begitu percaya dengan apa yang Syahquita katakan, “Iya, Mommy. Ollie mau kue.”             “Tentu saja, sayang. Kau boleh memakan semua kue itu tapi kau harus bersama dengan bibi dan paman ini, okey?” Syahquita menggerakkan jari telunjuknya ke arah Yashita dan Devian secara bergantian.             “Oke, Mommy.” kata Oliver.             Syahquita menggenggam tangan Albert dan berdiri secara bersama-sama, ia menggiring Oliver kehadapan Yashita dan Devian.             “Ollie, jadilah anak baik, oke.” ujar Syahquita membungkukan tubuhnya.             “Iya, Mommy.”             Syahquita menarik tangan Albert dan berjalan menjauh dari posisi ketiga orang itu, ia sengaja melakukan itu agar Oliver mau berdekatan dengan orang tua aslinya.             “Syah, wajah anakmu menjadi sedih.” bisik Albert dengan menoleh ke arah belakang melihati Oliver dan kedua orang tuanya.             Syahquita terus berjalan dan menarik tangan Albert tanpa mau melihat arah belakangnya, “Sudahlah, Albert. Biarkan saja, jika tidak seperti itu Ollie tidak akan mau bersama dengan mereka.”             Albert menghela nafas pelan, berpasrah pada keputusan istrinya. Yang Syahquita katakan itu memang ada benarnya jika tidak seperti itu maka Oliver akan tetap takut pada Yashita dan Devian. Entah pada alasan apa Oliver takut pada kedua orang itu padahal mereka sering mengunjungi Oliver di kastil perbatasan.             Syahquita dan Albert berjalan menuju dapur untuk mengambil kue yang ia katakan pada Oliver tadi. Sebenarnya Syahquita bisa meminta para pelayan yang melakukan hal itu akan tetapi ia ber-inisiatif untuk mengambilnya bersama Albert.             “Syah, biarkan saja pelayan yang membawanya.” kata Albert.             Syahquita menatap suaminya dengan tatapan sendu, “Ya, kau panggil saja pelayan tapi, kita tetap di sini sampai acara akan di mulai.”             Albert mengangguk mantap dengan perkataan istrinya, ia menepuk tangannya dan tak lama kemudian beberapa pelayan datang menghampiri mereka.             “Ya, Tuan. Ada yang bisa kami bantu?” ucap salah satu yang datang ke dapur.             “Bawakan kue ini ke taman, jangan katakan aku dan Syahquita berada di sini.” titah Albert.             “Baik, Tuan.” kedua pelayan itu membawa kue yang berada di atas meja dengan sangat hati-hati ke tempat pesta berlangsung saat ini yaitu taman kastil.             Albert membetulkan posisinya berdiri di hadapan istrinya, ia merasa bahwa saat ini Syahquita sedang gelisah entah memikirkan apa.             “Ada apa?” tanya Albert pelan.             Syahquita menghela nafas pelan, menyandarkan pinggulnya ke tepi meja, “Aku tidak tahu mengapa Ollie terlihat begitu takut pada Yashita dan Devian. Mereka orang tuanya Al dan aku hanya...”             “Kita juga orang tuanya, sayang. Bedanya hanya kita selalu bersama dengannya sedangkan mereka tidak jadi wajar saja jika Ollie takut berada di dekat mereka karena anakmu belum mengenal mereka dengan baik.” sela Albert begitu lembut.             Syahquita menundukkan pandangannya dengan tangan terlipat di depan d**a, “Aku merasa bahwa perilaku Ollie terhadap orang tua aslinya sangat tidak adil. Ollie begitu takut pada orang tua aslinya dan aku merasa tidak enak hati pada Yashita.”             Albert mengangkat dagu istrinya agar pandangannya terarah pada diri Albert, “Sayang, itu hal yang wajar. Yashita dan Devian jarang sekali berkunjung ke sini jika kau membandingkannya dengan keluargamu maka itu tidaklah sama. Kau ingat seperti apa Ollie ketika bertemu dengan Drake untuk pertama kalinya? Dia selalu menangis, bukan? Dan sekarang hal itu sudah berubah karena Drake sering mengunjunginya dan secara tidak langsung Ollie mulai mengenalnya.”             Syahquita menatap dalam manik mata milik suaminya itu, “Ya, kau benar. Aku hanya takut Ollie akan seperti itu selamanya.”             Albert memegang kedua bahu istrinya, “Kau tenanglah. Aku yakin perlahan-lahan Ollie akan mengenal Yashita dan Devian jika mereka sering berkunjung.”             “Aku harap seperti itu.” kata Syahquita ragu-ragu.             Albert menurunkan tangannya dari bahu ke lengan atas Syahquita, “Sudahlah lebih baik kita keluar, pesta akan di mulai lima menit lagi.”             Syahquita mengangguk setuju dengan yang suaminya usulkan, Albert menggenggam tangan Syahquita dan membawa istrinya pergi meninggalkan dapur menuju taman kastil.             Dari kejauhan Albert mendengar suara tangisan dari anaknya tetapi ia tidak begitu yakin karena ada beberapa tamu yang datang bersama anak mereka yang seusia dengan Oliver. Albert memperhatikan segala arahnya dan tak dapat menemukan keberadaan anaknya hingga akhirnya Syahquita melepaskan tangan Albert dan berlari begitu saja, hal itupun diikuti oleh Albert yang mengejar istrinya.             “Sayang, ada apa?” terdengar suara Syahquita yang begitu khawatir.             “Aku tidak tahu, Syah. Tiba-tiba saja Ollie menangis.” jawab Yashita yang berusaha menenangkan Oliver dalam gendongannya.             Oliver berusaha meraih Syahquita dan wanita itu langsung mengambil alih anaknya dari gendongan Yashita, Syahquita mengusap-usap punggung Oliver agar tangisan anaknya cepat mereda.             “Sssttt cuupp cupp cupp, Mommy di sini, Nak.” Syahquita berusaha menenangkan anaknya yang menangis hingga sesegukan.             Syahquita menatap Yashita yang terlihat begitu cemas, “Ada apa, Yashita?”             Yashita menggeleng pelan. “Tidak, aku hanya… Hmm, aku tidak tahu sebab Ollie menangis.”             Syahquita tersenyum kecil mendengar yang Yashita katakan, “Kau tenanglah, sebentar lagi ia akan tenang.”             Albert meraih bahu kanan istrinya dari belakang dan wanita itu langsung menoleh ke posisi Albert saat ini, “Syah, ayo. Pesta akan di mulai.”             Syahquita mengangguk memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan suaminya, ia memiringkan tubuhnya sedikit untuk menoleh ke arah Yashita dan Devian yang kini berada di belakangnya, “Ayolah kalian berdua juga ikut.”             Yashita dan Devian mengangguk setuju dengan saran Syahquita. Albert menarik tangan istrinya dan membawa Syahquita pergi dari sana menuju tempat di mana kue besar berada saat ini.             Albert dan Syahquita berdiri di belakang meja panjang dengan kue berbentuk mobil di atasnya, Albert mengetukkan sendok ke gelas yang di pegangnya saat ini, hal itupun membuat perhatian para tamu langsung tertuju pada mereka bertiga. Satu persatu tamu merapatkan diri mendekat ke pusat pesta.             “Hari ini, hari paling membahagiakan untukku dan istriku. Setahun yang lalu keajaiban datang pada hidup kami, aku dan Syahquita menikah setelah di pisahkan oleh takdir yang kejam. Aku sangat beruntung memilikinya dalam hidupku, aku sangat beruntung menemukan mutiara di keruhnya air sungai. Tak peduli seberapa keruh dan seberapa hitam diriku, Syahquita tetap mau berada di dekatku. Kehadirannya membawa warna indah dalam gelapnya hidupku. I love you, Syah.” ujar Albert dengan menatap mata istrinya saat mengatakan kalimat keduanya.             Mata Syahquita berbinar-binar mendengar kata-kata Albert yang selalu saja meluluh lantahkan hatinya, “I love you too, honey.”             “Dan ya, kehadiran Oliver menambah kebahagian kami berdua. Melengkapi dan menyempurnakan keluarga kecilku ini. Tepat pada hari ini, anak menggemaskan dan lucu ini berusia satu tahun.” ucap Albert menatap Oliver yang memungungi karena anak itu masih setia memeluk Syahquita dalam gendongan ibunya.             “Kelucuan dan kegemasan anak ini selalu membuatku iri, lihat saja Ollie tetap dalam pelukan Syahquita meski sudah sangat lama. Dan aku sangat jarang bisa seperti itu. Kau sangat beruntung, nak.” keluh Albert yang mengundang tawa istrinya dan para tamu yang datang.             “Tapi meski begitu aku ataupun Syahquita sangat menyayanginya bahkan istriku lebih menyayangi anak ini daripada diriku.” lanjut Albert yang kembali mendatangkan tawa semua orang saat mendengar keluhan yang terdengar menggelikan.             “Happy birthday, my son. I lov..”             “We love you, Ollie.” sela Syahquita membetulkan kesalahan Albert. Keduanya mencium kepala Oliver secara bersamaan dan membuat para tamu terharu saat melihat hal itu.             Syahquita berusaha menurunkan Oliver dari gendongannya dan meminta anaknya berdiri di atas bangku yang berada di antara dirinya dan Albert. Oliver menuruti apa yang Syahquita inginkan akan tetapi anak itu tetap setia memeluk erat perut ibunya.             Syahquita menundukan kepalanya sehingga kepala keduanya saling bertemu, “Ollie, sayang. Kita mau menium lilin. Apa kau tidak mau meniup lilinnya?”             Oliver mengangguk pelan dalam pelukannya, Syahquita menaikan kembali kepalanya sembari mengusap-usap punggung anaknya yang sudah lebih tenang dari sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN