Kau tak perlu mencari pembenaran atas semua kesalahan yang kau lakukan. Apa yang salah tak mungkin bisa menjadi benar. Kau harus menanggung semua pilihan yang kau ambil dalam keadaan sadar. Semua pilihan memiliki resiko. Yang bisa kau lakukan adalah menjalani hidupmu dengan baik dan berharap pilihanmu itu mampu menggiringmu ke jalan kebahagiaan.
Setelah kembali ke rumah, Rai tak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Ia segera meminta Amanda untuk membersihkan diri, begitupun dengan dirinya. Setelah itu, Amanda diberikan perintah untuk segera masuk ke dalam kamarnya.
Kini, Amanda berdiri di depan pintu kamar Rai yang terletak di sebelah kamar yang ia tempati. Jantungnya berdegub dengan kencang dan ketakutan menjalar ke penjuru hatinya. Amanda tahu, apa yang akan terjadi setelah ini, namun ia tak mampu mencegah dirinya sendiri untuk tak merasa gugup. Kaki Amanda bahkan terasa lemah seperti jeli. Dirinya ragu untuk masuk ke dalam dan kembali merasakan sensasi yang membuatnya merasa jijik dengan dirinya sendiri. Namun sayang, Amanda tak lagi bisa menghindar. Ini adalah pilihan hidupnya.
Amanda mengetuk pintu. Suara pria di dalam kamar terdengar dan mempersilahkannya masuk. Amanda terpaku sesaat, di tepi tempat tidur itu Rai menegak minuman keras sembari memainkan ponsel. Pria itu melilitkan handuk di pinggulnya, membuat jantung Amanda berdebar semakin kencang menatap dadaa pria itu yang terekspos sempurna. Amanda tak bermaksud mengamati tubuh pria itu, namun tak mampu mencegah dirinya untuk melihat ke sana. Saat pertama kali mereka bersama, Amanda tak begitu memperhatikan tubuh pria itu karena semua kekacauan yang terjadi di hatinya, namun kini keadaannya berbeda.
Pria itu menggerakkan tangannya di udara dan berujar dengan suara parau. “Mendekatlah dan duduk di sampingku,” Amanda tersenyum kikuk seraya mengangguk. Ia berjalan ke mendekat dengan perasaan tak menentu. Dirinya sadar, jika tak mungkin bisa menghindar, namun kini ia mulai takut, mampukah ia menjalani kehidupan seperti ini untuk sisa hidupnya?
“Lepaskan pakaianmu,” perintah pria itu begitu Amanda duduk di sisinya. Dengan tangan bergetar, Amanda melepaskan kancing piyama yang dikenakannya satu per satu.
Amanda bahkan tak berani mengadahkan wajah dan bersitatap dengan pria itu. Kini, Amanda berakhir di rumah pria yang ia sangka adalah pangeran yang akan menyelamatkannya dari mimpi buruk dan menerima kenyataan pahit kalau ia pada akhirnya melakukan tindakan yang awalnya disebut bejatt dengan sukarela. Mungkin, beginilah hidup, membuatmu menjilat ludah dan melakukan semua hal yang menurutmu tak masuk akal. Semua hal terasa normal.
Pria itu mencengkram dagu Amanda dan mengarahkan wajah wanita itu padanya. Dalam diam, pria itu meneliti wajah Amanda, sedang Amanda menatap ke belakang punggung Si pria, tak berani untuk mempertemukan kedua netra mereka untuk saling bersitatap.
Tanpa aba-aba pria itu menyerang bibir Amanda, melumatnya dalam-dalam. Pria itu seakan menemukan oase dan menikmati pergulatan dua bibir itu. Tangan pria itu bergerak cepat, membuka piyama yang membalut tubuh Amanda, kemudian melepaskan kaitan brraa yang kini sudah berada di lantai. Tangan pria itu tak tinggal diam dan menikmati gunung kembar Amanda. Pria itu menghentikan ciumann mereka. Kini, ciuman-ciuman kecil diberikan pria itu pada leher jenjang Amanda. Lumatan-lumatan pria itu terkadang berubah menjadi gigitan lembut yang membuat Amanda mengerang tanpa bisa dicegah. Dirinya seakan tenggelam dalam hasratt.
Yang pria itu lakukan pada tubuh bagian atas Amanda membuat pikiran Si wanita mulai kacau. Amanda sendiri merasa malu mengakui kalau tubuhnya tidak menolak, bahkan mendukung setiap gerakan Rai yang mulai merebahkan tubuhnya dan mengambil tempat di atasnya. Ciuman yang semula pria itu berikan pada lehernya, kini sudah berlabuh pada puncak gunung kembarnya, pria itu menikmati setiap bagian tubuhnya, sedang Amanda semakin menggila. Ia tak menginginkan hal ini, namun tubuhnya tak mampu menolak sensasi itu.
“Malam ini, aku menginginkanmu,” ucap pria itu parau dengan hasrat yang tersirat.
Setiap sentuhan pria itu membuat tubuh Amanda terasa panas, ada rasa yang tak biasa memenuhi sanubari Amanda. Perasaan yang membuat Amanda mulai takut pada dirinya sendiri. Gejolak yang membuat hatinya semakin kacau. Pria itu tak lagi ingin menunggu, ia segera melebarkan kedua kaki Amanda dan kepalanya diletakkan di antara kedua paha wanita itu yang bergetar. Keintiman Amanda berdenyut. Lidah pria itu bermain di inti hasratnya yang sudah basah, membuat tubuh Amanda bergeliat resah, mengharapkan lebih dan tak mau dihentikan.
“Jangan ditahan. Nikmati saja karena kita berdua harus sama-sama untung,” perintah pria itu sembari menghentikan kenikmatan yang sempat membuat Amanda kehilangan akal sehatnya. Pria itu membuka handuk yang melilit pinggangnya, membuat Amanda menelan ludah.
Amanda terpekik ringan saat ada yang melesak masuk ke dalam bagian bawah tubuhnya. Rasa perih itu masih ada, namun tak sesakit saat pertama kali pria itu memaksa merobek sesuatu di dalam tubuhnya. Pria itu semakin menekan milik ke dalam Amanda, pedih bukan main. Pria itu berhenti sesaat, memberikan jeda agar Amanda bisa mengendalikan rasa pedihnya. Kemudian, pria itu kembali menggerakkan pinggulnya, lama-kelamaan perjuangan wanita itu menahan sakit mulai terbayarkan. Kini pinggulnya mampu mengimbangi permainan pria itu, membuat Amanda terbuai oleh kenikmatan yang membuatnya menggila. Amanda tak mampu menahan desahan-desahan yang semakin memancing hasrat pria yang menyetubuhinya.
Saat tatapan mereka kembali bertemu, luapan hasratt tergambar jelas pasa sepasang netra milik Rai. Sesuatu yang membuat Amanda sadar jika apa yang mereka lakukan ini tidaklah lebih dari dorongan nafsu semata. Hanya penyatuan dua tubuh, tanpa perasaan yang terlibat di dalamnya. Mereka hanyalah dua insan yang sama-sama menikmati gejolak hasratt birahii yang membelenggu mereka dan membawa keduanya ke puncak kenikmatan yang membuatnya melayang hingga ke langit ke tujuh tanpa harus mati untuk pergi ke sana. Hal yang luar biasa.
Pria itu segera turun dari atas Amanda dan berbaring di sisi perempuan itu begitu mencapai titik akhir dari permainan yang tidak masuk akal itu. Pria itu tak memeluknya seperti pasangan normal lainnya yang saling memberikan kenyaman begitu saling menyalurkan hasrat, menampar Amanda dengan kenyataan bahwa dirinya tak lebih dari seorang wanita bayaran.
Amanda bergerak pelan dan turun dari tempat tidur begitu sadar pria di sisinya telah terlelap. Ia harus tahu diri, jika dirinya hanya dibayar untuk memuaskan hasratt pria itu. Setelah semuanya tercapai, maka ia tak harus tinggal di sana. Dirinya harus pergi membawa semua perasaaan kacau yang merasuki sanubarinya. Bagaimana bisa dirinya merasa begitu diinginkan, lalu merasa direndahkan dalam saat yang bersamaan. Ia harus sadar, jika dirinya hanyalah seorang pelacurr dengan status istri bohongan yang disematkan pria itu untuknya. Amanda menatap pria itu sekilas sebelum berjalan keluar dan membiarkan Si pria beristirahat.
***
Pagi ini, Amanda berusaha melakukan hal yang benar agar dirinya pantas untuk dipertahankan, meski tak lebih dari seorang wanita bayaraann. Setidaknya, ia tak boleh mengecewakan pria yang telah membuang uang banyak hanya untuk mendapatkan pelayanannya. Benar apa yang pria itu katakan, mereka harus sama-sama puas. Oleh karena itu, Amanda tak lagi boleh berpikir tentang dirinya dan harus mengutamakan pemiliknya.
Pagi sekali, Amanda sudah terbangun, membersihkan diri dan melakukan tugas pertamanya sebagai istri bohongan yaitu menyiapkan makanan untuk suami bohongannya pula. Kehidupan mereka penuh kebohongan dan Amanda harap, ia tak tenggelam dalam semua dusta di antara mereka. Tak mengapa, Amanda sudah terbiasa dengan semua hal yang menyakitkan. Ia yakin, jika dirinya bisa menghadapi semua ini dengan baik dan tak mungkin gagal.
Waktu berlalu. Amanda berhasil memasak nasi goreng dan juga roti lapis untuk pria itu. Ia tak tahu, apa yang pria itu suka untuk sarapan. Oleh karena itu, Amanda membuat dua menu berbeda agar bisa menyenangkan hati Si pria. Perlahan, Amanda akan mencari tahu semua hal dari pria itu agar bisa memberikan semua yang terbaik dari dirinya pada pria itu.
Amanda tersenyum manis dan duduk di hadapan semua makanan yang telah disiapkannya. Ingin ia membangunkan pria itu, namun hal itu tampak ganjal dilakukan oleh seorang yang tak memiliki hubungan apa pun selain berbagi kebutuhan fisik.
“Kau memasak?” suara pria itu membuyarkan lamunan Amanda. Pria itu sudah tampak rapi dengan kaos hitam yang dipadukannya dengan jeans berwarna navy. Tampak segar.
“Ya, aku nggak tahu apa yang kamu sukai untuk memulai hari, jadi aku memasak dua menu berbeda,” jawab Amanda dengan wajah datar, sama seperti wajah pembelinya. Pria itu mengangguk, lalu duduk di hadapan Amanda. Ia memperhatikan makanan yang terhidang di meja persegi panjang di hadapannya. Sudah lama sekali, dirinya tak menyantap makanan buatan tangan seseorang. Sudah lama pula, rumah itu tak berfungsi seperti semestinya.
“Aku lebih suka makanan ringan untuk sarapan. Roti, telur, dan sebagainya.”
Amanda mengangguk dan mencatat ucapan pria itu ke dalam benaknya. Ia akan mengingat semua hal yang pria itu senangi dan perlahan mencari tahu tentang pria itu, bukan untuk berusaha memikat pria itu, namun dirinya hanya ingin melakukan hal yang semestinya ia lakukan. Dirinya bukan siapa-siapa untuk pria itu dan selamanya akan tetap sama.
Keheningan kembali menjebak keduanya. Mereka mulai menyantap sarapan dengan kesunyian yang terasa benar. Perasaan janggal yang sempat hadir di dalam hati Amanda, perlahan hilang. Dirinya mulai terbiasa dengan perannya sebagai seorang wanita bayaran. Yang setelah dipakai, harus bersikap baisa saja. Ia mulai terbiasa untuk tak merasa aneh setelah memuaskan hasrat pria itu. Dirinya mulai terbiasa untuk berpura-pura baik-baik saja.
“Hari ini, kita akan ke rumah nenek. Aku harus segera mengenalkanmu padanya sebelum mendaftarkan pernikahan kita di catatan sipil. Aku nggak mau nenek terkejut,” pria itu memecahkan keheningan di antara mereka, “Kita akan melakukan semua ini dengan mudah, jadi katakan pada nenek kalau kamu adalah seorang yatim piatu. Apa kamu bisa melakukannya?”
Amanda tercengang, kemudian mengangguk pelan. Mengapa ia tak bisa melakukan hal yang terasa benar? Meski, dirinya masih memiliki sepasang orang tua, namun kehidupan yang dijalaninya membuatnya merasa jika dirinya adalah seorang yatim piatu. Semuanya dimulai sejak dirinya berumur sepuluh tahun. Ayahnya mengalami kebangkrutan dan sejak saat itu hidupnya yang semula damai berubah menjadi neraka yang mengerikan. Pria yang dulu dipanggilnya ‘Papa’ berubah menjadi monster yang kerap memukulinya dan juga ibunya. Setiap hari, Amanda selalu berharap dirinya bisa mati agar tak lagi disiksa dan terbebas dari neraka itu.
Kebodohan ibunya yang selalu membela semua sikap kasar ayahnya, membuat Amanda mulai muak. Di usia remaja, Amanda mulai mencari kerja ke sana-ke mari demi bisa segera kabur dari neraka yang diciptakan ayahnya. Ia tak lagi mau melihat ibunya yang bersikap bodoh. Perlahan, ia berhenti membohongi dirinya dengan kisah cinta yang tak lebih dari sekadar ilusi belaka. Cerita penuh kebohongan yang membunuh akal sehatmu, menjadikanmu lemah.
“Aku akan melakukan semua yang kamu inginkan. Aku memang nggak memiliki orang tua dan mengakui kebenaran itu bukanlah hal yang sulit untukku,” ucap Amanda sambil tersenyum lirih. Dirinya sebatang kara dan itu adalah kenyataan yang tak bisa dihindari.
Pria di hadapan Amanda mengangguk pelan. “Nanti orang suruhanku akan ke rumah. Serahkan kartu keluarga dan juga KTP-mu padanya. Dia akan mengurus semua surat-surat yang kita perlukan untuk segera menikah. Ada yang mau kamu tanyakan tentang semua ini?”
Perkataan pria itu membuat Amanda tercengang sesaat. Ia pikir, pria itu tak menyukai pertanyaan. Banyak yang ingin Amanda tanyakan, namun ia tahu jika pria itu tak ‘kan senang dengan pertanyaannya. Amanda memutuskan untuk melakukan perannya dengan baik, tidak menanyakan banyak hal dan mengikuti apa pun yang pria itu perintahkan.
“Nggak ada yang mau kutanyakan,” ucap wanita itu pada akhirnya.
Pria itu mengangguk dan berujar. “Bagus kalau begitu. Tampaknya, kamu sudah mulai belajar menyesuaikan diri denganku. Aku tahu, kamu hanya menahan diri untuk nggak banyak bertanya,” pria itu tersenyum tipis, “Nenek adalah orang yang cerewet dan aku yakin, kalau dia akan menanyaimu banyak hal, jadi persiapkan dirimu dan kita harus mencocokkan jawaban.”
Amanda mengangguk. “Kalau begitu, kita harus memulai semuanya dari mana?”
“Nenek sangat suka mengetahui awal sebuah kisah, jadi aku yakin kalau dia akan menanyakan di mana pertama kali kita bertemu dan kisah tentang percintaan kita hingga aku bisa memutuskan menikah denganmu,” pria itu mulai menjelaskan, “Selama ini, nenek tahu kalau aku adalah orang kaku yang menganggap pernikahan sebagai omong kosong, jadi dia pasti akan terkejut saat aku memperkenalkanmu,” lanjut pria itu lagi, sedang Amanda mendengarkan dengan saksama. Ia tak ‘kan mengecewakan pria itu dan melakukan tugasnya dengan baik.
“Katakan padanya kalau kamu adalah bawahanku di kantor. Kita saling jatuh cinta dan nggak mau menunda lagi. Kita baru berkenalan selama lima bulan dan menjalin hubungan selama dua bulan. Nantinya, kita harus terlihat lebih mesra agar nenek nggak curiga.”
Amanda mengangguk dan mengingat dengan baik semua cerita pria itu. Rai kembali menjelaskan banyak hal tentang cerita karangan tentang kisah yang tak pernah ada di antara mereka. Pria itu terlihat sangat matang dan berhati-hati, menciptakan sebuah cerita cinta yang terdengar indah bagai kisah dongeng yang selama ini Amanda nikmati semasa kecilnya.