Bab 10

1452 Kata
Aku merebahkan diri di atas tempat tidur, memikirkan apa yang akan terjadi besok dan hari selanjutnya. Dua ratus lima puluh juta, bukan uang yang banyak bagiku, itu saat dulu, saat keluargaku masih lengkap dan perusahaan ayahnya berjalan lancar. Jangankan uang dua ratus lima puluh juta, sekarang uang Lima Ribu saja bagiku sangat berharga sekali, setelah semua aset perusahaan papah tidak tau ke mana, dan sertifikat rumahnya di kuasai oleh bibi dan pamannya. "Ya Tuhan, aku harus bagaimana?" ucapku dengan suara lirih sambil menyeka bulir air mata yang jatuh membasahi pipi. Aku menangis sebelum kantuk mengantarku untuk tidur. Dan akhirnya aku tertidur karena aku lelah menangis dan air mataku sudah kering. Keesokan harinya, Aku terbangun pukul 6 pagi. Ya, hari ini adalah hari Minggu, aku segera mandi dan setelah itu aku ke dapur untuk membantu Mbok Sanem memasak. Aku tidak menampakan rasa sedih pada Mbok Sanem, aku mencoba terlihat biasa saja di depan Mbok Sanem. Karena aku berpikir kalau aku sudah merepotkan Mbok Sanem, dan aku tidak mau menambah beban Mbok Sanem lagi, jika Mbok Sanem tahu aku sedang terkena masalah dengan Carlos. Seusai masak, Mbok Sanem dan aku sarapan bersama. Hari ini aku berencana mencari kerja, entah kerja apa, yang penting aku bisa mencari uang untuk mengganti sepeda motor Carlos. Begitu juga teman-temanku. Mereka juga turut membantu untuk memperoleh uang dan bisa mengganti sepeda motor milik Carlos. Ponselku berdering, ada notifikasi chat dari Raka. Aku membukanya dan membaca chat dari Raka. "Dew, Do'akan aku, malam ini aku terpaksa ikut balap liar lagi. Hadiahnya lumayan banyak, dan ini untuk kamu, untuk melunasi hutang pada Carlos. Aku mohon jangan larang aku, hanya ini yang bisa aku lakukan untuk membantu kamu, tabunganku belum cukup untuk mengganti sepeda motor Carlos, dan ini untuk menambahinya. Maafkan aku, doakan aku, Dewi," ~Raka. Begitu isi chat dari Raka. Aku tidak tau harus berkata apa pada dia, selain kata terima kasih. Andre juga rela menemani tante-tante yang membutuhkan belaian kasih sayang hanya satu malam. Ya, Rosa harus rela Andre kekasihnya melakukan hal seperti itu, dan Andre pun harus merelakan Rosa bermain dengan laki-laki hidung belang. Demi persahabatan apapun akan mereka lakukan. Alletta juga mengirim chat padaku, kalau hari ini dia akan melayani pengusaha kaya yang butuh kepuasan ranjang. Alleta memang sering seperti itu, walaupun dia berasal dari keluarga yang tidak terlalu miris ekonominya, tapi dia memang suka seperti itu. Melayani om-om kaya raya di atas ranjang. "Aku butuh bicara dengan kalian sore ini, aku tunggu di depan sekolah, kita bicara di sekolahan." Aku menuliskan pesan di grup w******p yang berisikan 5 anggota itu. Semua menanggapi pesanku dan sore ini mereka akan bertemu di depan sekolahan. Sebelum menemui mereka aku mencari pekerjaan entah kemana. Aku sempat berpikir ingin meminta uang pada bibi Ros atau mungkin paman Daniel, tapi itu tidak mungkin. Jika aku harus meminta uang pada mereka, sama artinya aku masuk ke kandang macan lagi. Aku pamit dengan Mbok Sanem pergi ke luar sebentar. Aku ingin mencari pekerjaan entah itu sebagai buruh cuci di perumahan atau apalah, yang penting bisa menghasilkan uang. "Mumpung masih jam 9 pagi, aku akan cari pekerjaan," ucapku dengan lirih Dengan langkah yang semangat aku meminjam sepeda milik keponakan Mbok Sanem untuk di gunakan ke perumahan terdekat. Dari pintu ke pintu, aku bertanya pada pemilik rumah untuk menawarkan diri menjadi buruh cuci baju. Dan, tiba di depan sebuah rumah yang cukup mewah, aku memberanikan diri mengetuk pintu rumah itu. Seseorang keluar dari rumah dengan menggendong anak kecil dan sepertinya dia kerepotan sekali. "Ada apa mba?" tanya pemilik rumah tersebut. "Ibu, perkenalkan saya Dewi dari kampung sebelah, apa ibu membutuhkan tenaga untuk cuci baju atau yang lainnya?" tanyaku pada pemilik rumah tersebut. "Mba bisa mencuci baju?" tanya pemilik rumah itu. "Bisa, Bu," jawabku "Ya sudah mba, kebetulan pembantu saya mulai hari ini berhenti bekerja, saya memang sedang kerepotan sekali, anak saya kembar, dan saya mengurus apa-apa sendiri hari ini. Mba bisa mulai kerja hari ini?" tanya pemilik rumah tersebut. "Bisa, Bu. Saya bisa, tapi saya minta gaji saya harian saja, dan kalau hari-hari biasa saya tidak bisa, karena saya sekolah," jawabku. "Jadi mba kerja hanya di hari Minggu?" tanya pemilik rumah tersebut. "Iya, Bu," jawabku. "Wah…saya mencarinya yang bisa setiap hari. Atau begini saja, setelah pulang sekolah, mba ke sini, gak apa-apa deh cuci siangan, dan nyetrika baju malaman, dan saya hitungannya kerja harian saja, khusus hari Minggu mba yang mengerjakan semua," tutur pemilik rumah tersebut. "Baik, Bu, kalau begitu saya setuju, jadi hari ini saya sudah bisa mulai kerja, kan Bu?"tanyaku lagi, memastikan. "Iya, hari ini," jawab pemilik rumah. "Oh, ya ibu namanya siapa?" Aku bertanya pada pemilik rumah tersebut. "Saya Siti, saya hanya tinggal dengan anak kembar saya yang masih berusia 2 tahun ini, suami saya sudah berangkat bekerja lagi di luar kota, mba," jawab Bu Siti. "Oh…jadi suami ibu di luar kota?" tanyaku. "Iya, mba. Nama mba siapa?" tanya Bu siti. "Saya, Dewi, Bu" jawab ku. "Baiklah, sekarang saya tunjukan pekerjaan, Mba Dewi, ya?" Bu Siti mengajak aku ke dalam untuk menunjukkan pekerjaanku. Aku berjalan mengekori Bu Siti masuk ke dalam rumahnya. Bu Siti memberitahukan semua yang harus aku kerjakan. Aku mulai mencuci baju, aku memisahkan baju yang berwarna dan baju putih dan setelah itu memasukan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci. Sambil menunggu cucian selesai, aku membersihkan lantai dan mengepel. Hanya pekerjaan ini yang mungkin akan sedikit membantu mengumpulkan uang untuk mengganti sepeda motor Carlos. Memang mustahil sekali dengan bekerja seperti ini aku bisa mendapatkan uang 250 juta dalam waktu sebulan. °°°°° Sepulang dari rumah Bu Siti, aku menemui sahabatku di sekolahan. Hari ini, aku mendapat upah dari Bu Siti 200 ribu. Ya bagiku lumayan, daripada aku harus menjual diriku pada lelaki hidung belang yang mungkin lebih banyak uang yang aku dapatkan. Aku menaruh sepeda milik kepobakan Mbok Sanem dulu, baru menuju ke sekolahan dengan berjalan kaki. Sebelum ke sekolahan, Ridwan keponakan Mbok Sanem yang pemilik sepeda, bicara padaku kalau ada seseorang yang mencariku dan menitipkan surat pada Ridwan. "Mba Dewi, ada yang mencari, Mba," ucap Ridwan. "Siapa, Wan?" tanyaku. "Dia laki-laki. Orangnya tinggi, putih, lalu menitipkan ini, mba." Ridwan memberiku surat dan katanya dari laki-laki tersebut. "Oh, terima kasih. Mba ke sekolahan mba dulu," ucapku sambil membawa surat dari orang tersebut. Aku berjalan ke sekolahanku, sesampainya di depan gerbang sekolahan, aku belum melihat teman-temanku datang. Aku duduk di depan pos satpam, dan kubuka surat yang tadi di beri Ridwan. Hai gadis cantikku. Sudah punya uang berapa hari ini? Sudah terkumpullah? Ingat! Kalau dalam satu bulan tidak bisa mengumpulkan uang itu, siap-siap tubuh indahmu adalah milikku. Milik Carlos seutuhnya. Selamat mencari uang, sayang. Aku tunggu kemolekan tubuhmu di ranjang. Aku jamin kamu pasti suka. Carlos. Mataku membulat sempurna membaca isi surat dari Carlos. Aku tidak menyangka, dari mana Carlos tau aku tinggal di sini. Padahal saat aku pulang dari bar milik Carlos, aku tidak merasa ada yang mengikuti. "Dew, melamun aja," Alleta dan Rosa datang dan langsung menepuk bahuku yang masih terpaku dan terdiam, menatap ke segala arah dengan tatapn kosong. Aku sedikit terjingkat dengan kedatangan mereka. "Kalian, ngagetin saja," ucapku. Aku langsung menyembunyikan kertas surat dari Carlos. Beruntung mereka tidak mengetahui. "Mana Andre dan Raka?" tanya ku pada mereka. "Sebentar lagi," jawab Rosa. Sebelum berkumpul semua, aku belum menyampaikan sesuatu pada mereka. Dan tak lama kemudian, Andre bersama Raka datang menggunakan sepeda motor. "Hai, kalian sudah lama?" tanya Andre. "Baru 10 menit kira-kira," jawab Alleta. "Oke, kita udah ngumpul semua, jadi gini aku mau bilang pada kalian. Pertama, aku terima kasih sama kalian. Karena aku kalian rela mengorbankan diri kalian. Please, jangan memaksakan. Ini salahku, dan jika memang tidak bisa, aku siap menerima hukuman dari Carlos." Aku meminta mereka untuk jangan terlalu memaksakan mencari uang untuk Carlos. "Dengan menjual tubuhmu pada Carlos? Iya seperti itu?" tanya Alleta dengan penuh penekanan. "Bukan, aku sayang kalian. Kalian jangan melakukan seperti itu. Dan aku egois jika kamu, Rosa, dan kamu, Andre. Kalian harus menjual diri kalian. Maafkan aku, ini semua salahku." Aku berkata dengan rasa sakit di d**a dan aku menangis di pelukan mereka. "Please, jangan bicara seperti itu. Kita ikhlas bantu kamu, sayang." Rosa dan Andre memeluku. Mereka benar-benar tulus membantuku. "Aku tidak bisa, tubuh kamu di nikmati b******n seperti Carlos, Dew. Aku tahu dia mengincar tubuhmu." Alleta berkata dengan penuh amarah. "Dari mana kamu tahu Carlos seperti itu, Leta?" tanyaku. "Aku semalam ke Bar lagu setelah pulang, biasa dengan pelangganku, aku dengar Carlos sedang membicarakan kamu dengan anak buahnya. Aku gak rela, Dew, jika Carlos mengambil apa yang berharga yang selama ini kamu jaga. Biar aku saja dan Rosa yang seperti ini." Alleta memelukku erat dan menangis di pelukanku. "Dew, aku akan berusaha, untuk kamu. Kamu jangan khawatir." Raka menarik tubuhku dan memelukku. "Kamu harus jadi Dewiku. Dewiku yang masih utuh menjaga mahkotanya, untuk suaminya kelak. Iya, aku mungkin tidak akan pernah bisa menyentuh hatimu, Dewi. Tapi, kamu adalah Dewiku, yang selalu ada dalam hatiku, dan aku akan melindungimu." Raka semakin erat memelukku. "Kami juga, Dewi." Semua memelukku. Kami menangis, di depan kelas kami. Iya, saat itu memang kami berbicara di dalam sekolahan dan tepatnya di depan kelas kami.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN