Hari terus berganti, aku hanya bisa mengumpulkan uang seadanya dari hasil kerja sambilan menjadi buruh cuci di perumahan. Berbeda dengan temanku yang lainnya. Ya, mereka berhasil mengumpulkan uang dengan cepat dan lebih banyak dariku. Bagaimana tidak banyak, mereka mencari uang dengan menghalalkan segala cara.
Hari ini aku berangkat ke sekolah dengan langkah sedikit lesu. Aku memikirkan bagaimana mengganti sepeda motor milik Carlos, aku tidak bisa memungkiri, semua pasti sia-sia, dan Carlos akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Ya, menginginkan tubuhku. Aku tidak bisa membayangkan, jika aku harus kehilangan mahkota yang selama ini aku jaga.
Ciiiitttt………!!!!
Suara rem mobil mewah, tiba-tiba berhenti di depanku. Aku sedikit terjingkat, karena ada mobil yang tiba-tiba berhenti di depan ku. Seorang pria tampan keluar dari dalam mobil mewah tersebut. Mataku terbelaklak melihat pria yang keluar dari dalam mobil.
"Carlos?" Aku bergumam lirih melihat Carlos turun dari mobil mewah itu dan berjalan ke arahku.
"Mau apa dia ke sini? Mau mengancamku lagi?" gumamku.
Carlos memang sering menemuiku saat aku akan berangkat ke sekolah. Di ujung jalan dari rumah mbok Sanem menuju ke sekolahan ku. Pasti Carlos menemuiku di situ.
Aku hanya terdiam, saat Carlos mulai berjalan ke arahku dan mendekatiku. Aku memundurkan diri secara perlahan, karena l Carlos terus mendekatiku. Badanku sudah gemetar mendapati Carlos yang sudah semakin dekat dengan ku, dan tangan Carlos tiba-tiba mencekal tanganku yang terus berjalan mundur menjauhi Carlos.
"Akhh….sakit," pekik ku lirih.
Carlos menarik tanganku dengan kasar saat aku mencoba menghindar dan menepis tangan Carlos.
"Kalau sakit, diam!" Ucap Carlos dengan kasar di hadapanku.
Aku hanya menundukkan kepalanya, aku takut sekali melihat wajah Carlos yang murka dan garang di depan ku karena aku mencoba menghindarinya.
"Sudah berapa banyak uang yang kau kumpulkan, hah?" tanya Carlos sambil mengangkat dagu ku agar aku menatapnya.
Aku tidak mau menatap Carlos, aku masih menutup mataku karena takut dengan Carlos yang benar-benar murka.
"Belum cukup uangku, Carlos, tolong jangan seperti ini," ucapku dengan gemetar.
"Belum cukup atau tidak mampu, hah!" tukas Carlos dengan mengapit rahangku menggunakan tangannya.
"Tolong lepaskan, sakit," rintihku dengan air mata yang menetes di pipi, menahan sakit di pipiku.
"Oke, aku lepaskan, tapi aku yakin aku bisa menikmati tubuh indahmu ini. Satu minggu lagi, cantik, kamu harus membawa uang itu di hadapanku. Dan ingat, kurang 1 rupiah pun, tubuh kamu adalah makanan terlezatku," ancam Carlos.
"Lepaskan! Aku akan penuhi janji ku, kalau aku tidak bisa memenuhi permintaanmu itu," jawab ku dengan berani dan menatap Carlos dengan tajam.
Carlos menatap mataku dengan dalam, dan mendaratkan bibirnya di bibirku. Dia melahap habis bibirku hingga aku tak berdaya untuk menghentikan dan melepaskan bibir Carlos yang menaut di bibirku. Napasku hampir habis, saat Carlos terus melahap bibir ku
"Shit..! Lepaskan..!" Aku mendorong tubuh Carlos dengan kasar.
"Bagaimana? Itu baru permulaan, kamu menikmati, bukan?" Carlos tersenyum licik padaku dan masih memandangi wajahku yang masih menatap dirinya dengan penuh kebencian.
"Ingat kata-kata ku tadi, satu minggu lagi, Dewi," ucap Carlos dengan lirih di telingaku dan sedikit meremas pantatku yang sintal.
"Aku ingat, Tuan Carlos yang terhormat! Silakan pergi!" ucapku dengan penuh amarah.
Carlos tersenyum puas, karena sudah mendapatkan bibirku yang manis. Tapi, Carlos masih menatap wajahku dengan tatapan penuh arti dan wajah yang garang seketika menjadi sendu dan guratan sedih hinggap pada raut wajah Carlos.
"Puas kamu!" Aku membuyarkan tatapan Carlos yang semakin dalam menatap wajahku dengan tatapan sendu.
"Aku tunggu satu minggu lagi di Bar," ucapnya sambil menatap kedua mataku dengan lekat. Matanya berpendar seakan menyiratkan sesuatu, dan sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu padaku.
Aku mengusap kasar bibirkuyang masih merasakan apa yang Carlos lakukan tadi. Dia begitu jijik mengingat perbuatan Carlos tadi.
Aku mengusap air mataku yang jatuh menetes di pipi. Akual berjalan dengan langkah gontai ke sekolahan ku. Dadaku benar-bemar sesak dan sakit, mengingat Carlos memperlakukan itu padaku. Aku mengira akan lebih tenang jika dia kabur dari rumah paman ku, tapi kenyataannya, aku lebih menderita saat ini. Terlepas dari paman yang sering berbuat senonoh dengan ku. Kini dia harus menghadapi Carlos yang melakukan seperti tadi.
"Mamah, papah, maafkan Dewi, maafkan Dewi," gumamku sambil berjalan melewati gerbang sekolahan.
Pak Indro si satpam garang yang lucu itu melihatku berjalan sambil menangis masuk ke dalam sekolahannya. Dia mencoba memanggilku, tapi aku tak menyahutinya.
°°°°°
P.O.V CARLOS
Aku melajukan mobilku dari sekolahan Dewi dengan penuh tanda tanya. Aku seperti mengenal Dewi dekat. Sorot mata Dewi, sorot matanya seperti aku mengenalnya. Tapi, aku tidak tahu, mata itu milik siapa. Banyak wanita yang aku tiduri, dan baru kali ini, aku menatap wanita sedalam ini. Tatapan mata Dewi membuat aku penasaran siapa Dewi.
"Aku sepertinya pernah mengenalnya. Apa mungkin? Ah….tidak, tidak mungkin dia." Aku masih penasaran dengan Dewi, hingga aku tidak konsentrasi menyetir mobilku.
Aku menghentikan sejenak mobilku di depan minimarket. Aku keluar dan duduk di kursi Rest Area. Aku menyulut satu batang rokok yang aku keluarkan dari kantong celanaku. Aku melihat sebuah foto yang berada di dompetku. Foto seorang gadis yang aku tinggalkan, dan sekarang aku sudah mengingkari janjiku padanya.
Semenjak aku hidup di sini, pergaulanku semakin bebas. Seks bebas aku lakukan setiap hari. Bahkan aku belum bisa menempatkan hati ini untuk satu wanita. Padahal aku sudah bertunangan, tapi tetap saja aku bermain wanita.
Tunanganku bernama Sherly, dia cantik, seksi, tidak ada kurangnya. Meski tubuh Sherly sudah aku nikmati aku tetap menikmati tubuh-tubuh wanita seksi lainnya. aku bertunangan dengan Sherly karena papahku dan papah Sherly yang menjodohkanku. Ya, kami sama-sama suka, karena punya kesukaan yang sama, yaitu Seks. Dan, aku mendapat Sherly setelah Sherly memberikan semuanya pada laki-laki, entah siapa laki-laki itu. Aku tidak peduli, yang aku ingin adalah tubuh wanita untuk bahan eksekusi di ranjang. Tak peduli dia perawan atau tidak.
Aku tidak suka dengan gadis-gadis belia, tapi aku ingin merasakan tubuh Dewi. Ingin sekali. Entah aku menatap Dewi seperti tersihir hati dan pikiranku. Aku juga menyesal mencium rakus bibirnya hingga tadi dia menangis. Hanya bibir yang aku cium, dia benar-benar takut dan menangis seperti itu.
Aku terus menyuruh anak buahku mengawasi Dewi. Teman-temannya benar-benar menyayanginya. Hingga semua rela menghalalkan segala cara untuk membantunya mengcari uang untuk mengganti sepeda motorku.
Sebenarnya sepeda motorku hanya lecet sedikit. Tapi, karena pesona Dewi pada malam itu. Iya, saat dia berada di Bar milikku. Aku benar-benar tidak bisa melepaskan pandangannya pada dia malam itu. Sekali lagi, aku tersihir oleh pendar matanya yang merusak syaraf otakku.
Hingga kebetulan sekali, dia merobohkan sepeda motorku. Aku seperti di bukakan kesempatan untuk mengenalnya. Aku gunakan kesempatan ini untuk mendapatkan Dewi. Aku harus mendapatkan dia, mendapatkan tubuh moleknya. Dia benar-benar wanita sesungguhnya. Gairahku meronta kala mengingat kemolekan tubuh Dewi yang terbalut seragam putih abu-abunya.
Pantat yang sintal, dengan kaki jenjengnya yang putih, membuat aku ingin segera menikmati setiap lekuk tubuh gadis itu. Namun, kala aku mendapat tatapan matanya, aku tidak bisa. Yang aku inginkan, aku ingin merengkuh tubuhnya dan menjaganya. Benar-benar penyihir, sungguh aku baru kali ini menginginkan seorang gadis belia. Hanya Dewi, gadis belia yang mampu membuat gairahku meronta. Seperti saat ini, aku benar-benar sesak sekali di bagian bawah perutku, kala mengingat kemolekan tubuh Dewi.
"Sherly, kamu di mana?" tanyaku pada Sherly lewat telepon.
"Oke aku ke sana," jawabku saat Sherly bilang dia berada di apartemennya.
Sungguh aku tidak bisa menahannya. Hanya mengingat Dewi saja, aku sampai seperti ini. Aku menuju ke apartemen Sherly. Beruntung Sherly juga menginginkannya. Ya, dia ingin bergumul di ranjang bersamaku pagi ini.