“Yang, besok kita jogging yuk pas CFD. Udah pegel-pegel nih badan, lama gak jogging.” Ajak Yvonne di suatu malam.
Varo yang sebelumnya asyik menonton televisi di kamar mewah itu, menoleh ke arah sang istri. Yvonne sungguh tampil menggoda malam ini. Lebih tepatnya selalu tampil menggoda iman laki-laki. Memakai gaun tidur dari sutera panjang dengan belahan d**a yang super rendah, menampilkan lekuk indah tubuh seksi sang istri. Varo bahkan bisa melihat kalau Yvonne tidak memakai b*a.
“Jogging? Sepeda aja yuk. Aku pingin sepedaan nih. Kalau perlu kita trekking di JPG Serpong (Jalur Pipa Gas - lokasi mtb paling diminati oleh biker -)
“Haa gak mau aah. Waktu itu aku yang cuma nungguin kamu aja langsung stress berat. Badanmu kotor semua, jatuh pas di genangan air, malah ada beberapa lecet. Herannya kalian masih bisa tertawa-tawa senang sih. Dasar laki-laki!” Rajuk Yvonne kesal.
Dia masih ingat saat Varo dan beberapa teman kantor mengajaknya ikut trekking di JPG Serpong. Yvonne tidak mau ikut bersepeda, dia hanya menunggu saja. Tapi dia langsung panik dan heboh saat melihat Varo datang dengan tubuh kotor dan lecet-lecet di beberapa bagaian kaki dan tangan. Semakin membuatnya kesal karena Varo dan pesepeda lain malah tertawa-tawa senang, seakan mengabaikan rasa sakit dan luka yang diderita.
“Ya sudah biar adil gimana kalau kamu jogging dan aku sepeda aja ya, di GBK. Gitu aja ya?”
“Iiih tapi aku kan maunya barengan kamu. Kamu gak boleh jauh-jauh dariku Varo.” Yvonne semakin merajuk.
Akhir-akhir ini dia merasa Varo, suami tampannya berubah. Jadi semakin pendiam, sering melamun dan menyendiri. Dan Yvonne sungguh sempat kaget saat diam-diam melihat Varo berwudhu, yang artinya akan menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Sholat! Selama mereka menikah, baru kali ini dia melihat Varo kembali teringat pada kewajibannya itu. Sempat dia berpikir, apakah pengaruhnya sudah hilang? Jika iya, maka dia harus segera kembali ke orang pintar langganan dia. Tapi jauuuh, butuh beberapa jam berkendara sementara dia sedang sangat sibuk hingga tidak mungkin bisa segera ke rumah si orang pintar itu. Hingga mau tak mau, satu-satunya jalan, dia cuma bisa mengandalkan tubuh moleknya untuk memberi kepuasan batiniah Varo.
“Kita kan berolahraga di lokasi yang sama, hanya saja kamu jogging tapi aku sepedaan.” Keukeuh Varo. Dia tetap ngotot ingin bersepeda saja sekalian mencoba mengingat kepingan masa lalunya. Siapa tahu dia bisa ingat, sedikit demi sedikit.
“Okeh deh, tapi janji kamu gak boleh jauh-jauh dari aku ya.” Yvonne merajuk manja. Sekarang dia berada di atas tubuh Varo, mencoba membangkitkan b****i suami tampannya itu.
Sebagai lelaki normal, tentu saja Varo tersulut hasrat birahinya. Dipenuhinya keinginan Yvonne. Mereka menghabiskan malam panas itu dengan saling mendesah, mencapai kepuasan saat tiba di surga dunia.
****
Varo berjalan dengan tenang di sore hari itu. Rapat dengan klien baru saja selesai. Dia sudah minta sekretarisnya untuk kembali kantor sedangkan dia mencari makanan untuk mengganjal perutnya yang mendadak menjerit minta diisi.
Saat berada di lobi gedung kliennya, tiba-tiba Varo mendengar sebuah suara memanggil namanya. Ditolehkan kepalanya ke kanan kiri, mencari sumber suara itu. Matanya menemukan sosok seorang lelaki yang berjalan ke arahnya dengan senyum lebar. Sementara Varo hanya tersenyum kecil. Dia tidak kenal lelaki itu, atau mungkin lebih tepatnya dia lupa siapa lelaki ini.
“Varooo... hei kamu Varo kan? Waah gak nyangka akhirnya bisa ketemu kamu di sini.” Tangan lelaki itu mengguncang genggaman erat tangan Varo. Varo semakin bingung dibuatnya. Tapi tiba-tiba terlintas pemikiran, mungkin dia bisa mencari info tentang dirinya dan Padma dari lelaki ini. Mereka tampak seumuran. Mungkin saja lelaki ini tahu masa lalunya.
“Maaf saya benar-benar lupa, eeh tidak ingat dengan Anda. Mas ini siapa? Apakah kita saling kenal?” Tanya Varo jujur.
Lelaki di depannya mendadak diam. Coba menakar apakah Varo sedang bercanda atau tidak. Tapi melihat keseriusan di wajah Varo, lelaki itu tahu bahwa Varo tidak berbohong.
“Serius lu lupa ama gue?” Mendadak panggilan malah berubah jadi lu gue. Varo tersenyum kecil. Dia benar-benar tidak tahu atau tidak ingat.
“Gue Armand, tetangga Padma sejak SMA dan teman seangkatan kalian di kampus. Biar lebih enak ngobrolnya, kita sambil ngopi yuk di gerai kopi itu.” Tunjuk Armand ke sebuah gerai kopi yang ada di lantai itu.
Varo menurut. Dia semakin tertarik untuk mengorek informasi dari lelaki yang mengaku bernama Armand ini. Apalagi saat dia dengar bahwa Armand adalah tetangga Padma.
“Gimana kabar Padma? Aku dengar kalian sudah punya anak satu. Sudah berapa tahun umurnya? Lima?”
“Yasmin?”
“Ooh namanya Yasmin? Nama yang cantik.”
“Sebelum aku cerita tentang kondisiku sekarang, apakah aku bisa mempercayaimu?” Selidik Varo untuk lebih menyakinkan.
“Tentu. Mulutku terkunci. Ceritalah, ada apa. Aku akan dengarkan.”
“Kupikir aku bukanlah Varo yang kamu kenal dulu.” Sebuah kalimat pembuka yang membuat Armand mengernyitkan keningnya.
“Maksudmu apa? Kalau kamu bukan Varo, yang aku kenal, bukan suami Padma, lalu siapa kamu ini? Kembarannya? Jin Qarin?” Alis Armand bahkan terangkat mendengar kalimat pembuka yang terdengar aneh itu.
“Maksudku... aah susah untuk cerita secara detail. Tapi intinya bisa jadi aku bukanlah Varo suami Padma yang kamu kenal dulu. Aku bahkan tidak tahu di mana Padma berada sekarang.”
“Maksudnya Padma hilang? Kabur? Atau diketemukan oleh keluarganya? Kalau cerita tuh yang jelas dan runut dong.”
“Diketemukan?”
“Aku akan cerita sedikit. Kalian kawin lari. Kamu membawa kabur Padma karena tidak disetujui oleh papa mamanya, saat kamu melamar Padma.”
“Aaagh...” Mendadak Varo memijat kepalanya kepalanya yang terasa sakit. Selalu sepertinitu jika dia ingin menggali info tentang masa lalunya.
“Bolehkah kamu ceritakan dengan detail tentang aku dan Padma, seperti yang kamu tahu? Aku janji akan cerita tentang diriku padamu setelah ini.” Janji Varo pada Armand, yang melihatnya dengan penasaran.
***
Maaf... lama beud yak hehe moga bs lancar ngetik yaa... doain