Pagi-pagi sekali Reyn sudah menyiapkan barang-barangnya bersiap untuk pindah ke rumah pria itu. Dia memang sengaja berangkat lebih pagi agar memiliki cukup waktu untuk membuatkan Ethan sarapan.
Setelah mengecek tidak ada barangnya yang tertinggal, Reyn mulai memesan taksi menuju ke alamat rumah Ethan.
Beberapa saat kemudian, Reyn sudah tiba di halaman depan rumah seseorang yang tampak megah dan elegan dengan gerbang tinggi yang menjulang ke atas. Setelah membayar taksi, Reyn turun dari mobil sembari membawa barang bawaannya.
Dia kemudian menggoyangkan gerbang berniat untuk memanggil satpam yang berada di dalam pos. "Permisi," ujarnya sopan.
Seorang laki-laki paruh baya keluar dari pos dan melangkah menghampiri Reyn. "Mbak chef, ya?" tanya pria itu ramah.
"Ah, iya, Pak," sahut Reyn tersenyum canggung ketika mendengar bapak tersebut memanggilnya dengan sebutan 'mbak chef'.
"Pak Ethan kemarin bilang kalau hari ini akan ada chef baru yang datang," ungkap Usman sumringah sembari membukakan gerbang untuk Reyn.
"Silahkan masuk, Mbak," tuturnya sopan.
"Terima kasih, Pak," sahut Reyn tersenyum ramah.
"Barangnya biar saya bawain, Mbak. Kelihatannya berat itu," ujar Usman yang melihat Reyn membawa koper besar.
"Ini tidak seberat itu kok, Pak. Tidak apa-apa, saya bisa membawanya sendiri," tolaknya dengan halus karena tidak ingin merepotkan Usman.
"Ya sudah. Kalau begitu, mari saya antar ke dalam."
Reyn mengangguk dan mengikuti Usman berjalan menuju pintu utama.
Usman membuka pintu dan menyuruh Reyn untuk masuk ke dalam. Pria itu kemudian memanggil istrinya yang juga bekerja di rumah Ethan sebagai asisten rumah tangga.
"Buk, ini Mbak chef sudah datang," ungkap Usman dengan nada suara halus saat melihat Welas tengah sibuk membersihkan rumah.
Welas seketika menghentikan kegiatannya dan segera menghampiri suaminya. Wanita paruh baya itu kemudian menyambut Reyn dengan hangat. "Ya ampun, cantiknya. Pak Ethan memang pintar memilih," puji Welas berseri-seri saat melihat Reyn. Sedangkan Reyn hanya tersenyum untuk menutupi rasa malunya saat mendengar pujian dari Welas.
"Pagi-pagi sekali kamu datangnya, Nduk," ujar Welas ramah.
"Iya, Bi. Biar sekalian bisa bikin sarapan buat pak Ethan," jawab Reyn sopan.
"Kamu istirahat dulu saja, Nduk. Soalnya pak Ethan jam segini juga belum bangun, masih tidur," tutur Welas lembut.
"Memangnya boleh, Bi?" tanya Reyn bingung.
"Loh? Ya boleh, dong. Kamu juga pasti capek habis beres-beres barang. Jadi ya tidak apa-apa kalau mau istirahat. Lagipula di sini itu kerjanya santai, soalnya pak Ethan orangnya gampang diurus dan tidak rewel," ungkap Welas.
"Kecuali untuk masalah makanan pak Ethan memang agak sensitif. Tidak semua masakan orang bisa cocok dengan lidah dia. Karena memang dari kecil dia sudah pilih-pilih makanan, jadi itu menjadi kebiasaannya sampai sekarang. Tetapi selebihnya dia tidak terlalu banyak menuntut. Orangnya memang disiplin dan tepat waktu, makanya kalau kerja dengan pak Ethan harus rajin dan telaten. Kalau tidak pasti akan langsung dipecat. Tapi kalau kitanya ulet, pak Ethan pasti akan memperlakukan kita dengan baik. Bahkan memberi gaji dan bonus yang besar," imbuhnya.
"Bibi pasti sudah lama ya bekerja di sini?" tebak Reyn yang langsung menyadari saat Welas justru membicarakan hal baik tentang Ethan di saat orang lain membicarakan keburukan pria itu.
"Iya, mungkin sudah sembilan belas tahun ya, Pak?" tanya Welas kepada Usman.
Usman mengangguk. "Sudah hampir dua puluh tahun. Waktu pak Ethan masih umur sepuluh tahun," jawabnya.
"Wah, tidak terasa ya, Pak? Sekarang umur pak Ethan sudah hampir tiga puluh tahun.
Padahal dulu masih imut-imut wajahnya, tapi sekarang dia sudah tumbuh dewasa," ujar Welas ceria saat mengingat kembali masa kecil Ethan.
"Iya, kalau ingat pak Ethan yang dulu sebenarnya masih tidak percaya kalau sekarang dia justru tumbuh besar tidak sesuai dengan perkiraan orang-orang," sahut Usman.
"Mungkin karena dulu pak Ethan pakai kaca mata dan sering bawa buku ke mana-mana. Ditambah lagi, dia juga lebih suka menyendiri dan tidak mudah bersosialisasi dengan teman-teman seumurannya. Makanya pada mengira kalau besarnya pak Ethan akan menjadi jadi laki-laki lemah. Padahal kenyataannya, dia justru menjadi laki-laki yang berwibawa dan berkharisma. Berbanding terbalik dengan penampilannya saat masih kecil," ujar Welas antusias saat menceritakan perubahan Ethan yang begitu drastis. Yang awalnya adalah seorang kutu buku, sekarang justru berubah menjadi pria tampan yang sukses dengan masa depan yang cemerlang.
"Eh, ya ampun! Bibi lupa kalau di sini masih ada kamu," ujar Welas menepuk dahi saat menyadari dirinya terlalu banyak bicara tentang Ethan dan melupakan keberadaan Reyn.
"Maaf, ya? Bibi jadi kebablasan," imbuhnya cengengesan.
"Tidak apa-apa, Bi," tutur Reyn dengan nada suara halus.
Selepas berbincang sejenak, Welas kemudian mengantar Reyn ke kamar yang akan ditempatinya selama bekerja di rumah Ethan.
"Ini kamar kamu, Nduk. Semoga betah ya kerja di sini," tutur Welas tersenyum ramah.
"Kalau begitu, Bibi pergi dulu, ya? Soalnya masih banyak kerjaan, Jadi tidak bisa lama-lama nemenin kamu," pamitnya.
"Iya, terima kasih banyak, Bi," sahut Reyn sopan.
Setelah Welas pergi, Reyn melihat ke sekeliling kamar tersebut. Wanita itu sama sekali tidak menyangka jika kamar yang akan diberikan Ethan adalah kamar mewah yang memiliki fasilitas lengkap, seperti televisi, AC, kamar mandi dalam, dan masih banyak lagi. Karena sangat luas, bahkan sampai ada sofa di dalam kamar tersebut.
Reyn kemudian melangkah menuju tempat tidur dan duduk di sana. Lalu dia melirik ke arah jam dinding. Karena masih memiliki waktu, Reyn akhirnya menggunakan waktu itu untuk membereskan barang-barangnya sebelum pergi ke dapur menyiapkan sarapan untuk Ethan.
*****
Ethan keluar dari kamar dengan setelan kemeja kerja yang sudah rapi. Lalu dia berjalan menuju meja makan sembari membawa jas. Penampilannya tampak berkelas dengan rambut hitamnya yang disisir ke belakang.
Pria itu terdiam sejenak saat mendapati beberapa menu yang tersedia di meja makan. Lalu pandangannya tertuju ke arah seseorang yang tengah berada di dapur dan membelakanginya.
"Reyn," panggil Ethan dengan raut wajah datar tanpa ekspresi.
Reyn yang tengah sibuk membersihkan dapur seketika menoleh ke belakang dan mendapati Ethan berdiri di depan meja makan dengan raut wajah yang tidak menyenangkan.
"Kemari," suruh Ethan singkat.
Reyn bergegas mencuci tangan dan mengelapnya dengan kain bersih sebelum berjalan ke arah Ethan. "Iya, ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan dahi yang berkerut karena tidak mengerti kenapa Ethan memanggilnya tiba-tiba dengan nada suara yang tidak bersahabat.
"Kamu hanya memasak ini?" tukas Ethan datar sembari menunjuk meja.
Tatapan Reyn beralih ke arah meja makan yang hanya berisi beberapa menu. "Saya pikir, Bapak tidak terlalu suka makan makanan berat di pagi hari. Jadi saya hanya memasak sedikit dan membuat menu yang ringan untuk sarapan," jawab Reyn sopan.
"Terus bagaimana dengan bekal makan siang saya? Kamu tidak menyiapkannya?" pungkas Ethan dengan raut wajah dingin.
"Saya berniat menyiapkannya dan mengantar ke kantor Bapak sebelum jam makan siang. Soalnya kalau saya menyiapkannya sekarang, rasanya pasti akan berubah saat dingin. Jadi saya akan memasak siang supaya Bapak bisa memakannya selagi masih hangat," jelas Reyn dengan nada suara tenang.
Ethan hanya diam dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak saat mendengar penjelasan dari Reyn. Kemudian dia menyeret kursi dan duduk di sana.
"Saya menghargai niat baik kamu, tapi itu akan membuat kamu kerepotan karena harus kerja dua kali," ujarnya tenang.
"Saya tidak masalah dengan itu. Lagipula itu sepadan dengan gaji yang Bapak beri," sahut Reyn ringan.
"Baiklah, terserah kamu saja. Lakukan apa pun yang kamu mau," pungkas Ethan yang bersiap untuk menyantap sarapannya. Tetapi sedetik kemudian ia menoleh ke arah Reyn saat menyadari sesuatu.
"Kamu bisa nyetir mobil?" tanyanya tiba-tiba.
Reyn mengangguk dengan raut wajah bingung.
"Kalau begitu, kamu bisa pakai salah satu mobil di garasi sebagai kendaraan kamu. Supaya kamu tidak kerepotan saat harus mengantar bekal makan siang saya."
Reyn tertegun. "Serius, Pak?" tanya Reyn tidak percaya.
"Iya, pakai saja," pungkas Ethan singkat tanpa menoleh ke arah Reyn karena terlalu fokus dengan menu yang berada di hadapannya saat ini.
Raut wajah Reyn seketika berubah sumringah. "Terima kasih, Pak," tuturnya riang, dan hanya dibalas dengan anggukan oleh Ethan yang tampak sibuk menyantap sarapannya.
TBC.