"Kok ... rumahnya Jodi dikunci begini, sih? Perasaan biasanya nggak pernah, deh. Kenapa ya kira-kira? Pada ke mana? Masa keluar rumah semua? Masa rumahnya kosong sama sekali? Kalau nggak kosong, pasti bakal ada yang bukain pintu dong, ya." Fariz menggerutu sendiri.
"Tumben banget ya, Riz. Apa orang tuanya Jodi lagi pulang kali. Terus mereka bawa semua orang liburan. Kali aja Jodi udah sembuh, terus minta jalan-jalan buat healing dulu, sebelum kembali masuk ke sekolah." Iput juga meracau tidak jelas. Padahal itu hanya sebagai wujud penolakan atas apa yang sebenarnya ia pikirkan.
Ayla langsung menggeleng. Kedua mata gadis itu sudah kembali berkaca-kaca. "Gue yakin, pasti Jodi ada di rumah sakit. Dia pasti lagi dirawat. Semua orang di rumah ini nggak ada, karena mereka ikut antar Jodi ke rumah sakit " Ayla dengan lantang menyuarakan dugaannya.
Sebuah dugaan paling masuk akal sebenarnya. Dan disetujui oleh Fariz dan Iput, tapi mereka tidak mau langsung mengakui.
Tapi di sisi lain mereka juga tidak langsung mementahkan ucapan Ayla seperti sebelumnya. Mereka diam. Karena terbukti, firasat Ayla mungkin memang lebih kuat dari mereka.
"K-kira-kira ... di rumah sakit mana, ya?" Fariz akhirnya berani menimpali ucapan Ayla. Lebih baik ia memang menyudahi masa-masa Denial itu. Lebih baik segera ia Pastikan saja, supaya semuanya jadi jelas.
Iput terkejut sekali mendengar tanggapan Fariz atas dugaan Ayla itu. Karena kini ia tahu, ternyata Fariz sudah mulai mengakui bahwa pikiran Ayla mungkin saja benar, bahwa Jodi ... memang sedang sakit.
Iput pun akhirnya mulai terbuka juga dengan hal yang susah payah ia tolak kebenarannya sejak tadi. "Gimana kalau kita cari aja? Kita lakukan hospital tour deh kala perlu. Kita hampiri satu per satu rumah sakit, kita tanya ke receptions apakah ada pasien nama Jodi atau nggak. Kalau nggak ada, kita pindah ke rumah sakit lain. Gimana?"
"Gue setuju!" sahut Ayla secara langsung tanpa pikir panjang
Fariz pun perlahan juga mengangguk. "Oke, ayo kalau begitu."
Fariz pun segera bergerak cepat. Diikuti oleh Ayla yang langsung naik ke boncengan motornya. Dan Iput menuju ke motornya sendiri.
***
Tiga remaja itu berkelana menelusuri jalan. Mereka sudah hafal di mana letak rumah sakit di kota ini. Mereka memulai dari rumah sakit yang letaknya paling dekat dengan rumah Jodi terlebih dahulu.
Mereka masuk tanpa motor. Motor sengaja mereka tinggal di area luar rumah sakit, untuk menghindari bayar parkir dan antrean masuk dan keluar yang begitu panjang. Hal itu tentu akan menghambat langkah mereka.
Tanpa tunggu apa pun lagi, mereka langsung bertanya pada salah satu juru parkir di depan, tentang di mana letak receptions berada. Tak lupa mereka mengucap terima kasih pada sang pemberi informasi.
Sampai di tujuan, mereka segera disambut hangat oleh seorang receptions wanita nan cantik. Melihat mereka masih memakai seragam, wanita itu langsung tahu mereka masih lah anak-anak sekolah. Sudah bisa ia tebak, bahwa anak-anak ini pasti akan menjenguk temannya yang sedang sakit
"Ada yang bisa saya bantu, adik-adik?" Selain tersenyum dengan ramah, wanita ini pun juga bertanya dengan sangat ramah.
Fariz mewakili untuk menjawab. "Kami mau tanya, Kak. Kami sedang mencari teman kami yang sedang sakit. Tapi kami ngga tahu di rumah sakit mana dia dirawat. Kami sudah coba menghubungi dia, tapi belum mendapatkan jawaban. Bisa kah kakak mencari daftar pasien bernama Jordiaz Aditya di rumah sakit ini?"
"Baik, lah. Kalau begitu izinkan saya mencari terlebih dahulu." Syukur lah wanita itu tetap menyambut da menanggapi permintaan anak-anak ini dengan sangat baik.
Sayangnya, jawabannya tak sebaik yang mereka duga. Maksudnya, wanita itu menjawab dengan tetap sopan. Hanya saja jawabannya bukan lah yang mereka inginkan.
"Maafkan saya, Adik-adik. Tapi setelah saya cari, ternyata tidak ada pasien terdaftar dengan nama Jordiaz Aditya."
Fariz, Ayla, dan Iput pun hanya bisa bersedih dan pasrah mendengar jawaban itu. Setelah itu mereka segera berpamitan dan berterima kasih. Mereka lanjut mencari ke rumah sakit lain.
Sudah 3 kali mereka mendapatkan jawaban yang sama. Tapi mereka tidak menyerah. Mereka harus segera menemukan di mana Jodi berada.
Cuaca siang yang terik tidak bisa menghentikan langkah mereka. Meski penjual es di pinggir jalan menjadi godaan terberat, terlebih untuk Iput, mereka tak gentar. Mereka memutuskan untuk mencari Jodi dulu. Urusan perut dan haus mah belakangan.
Hingga mereka akhirnya sampai di rumah sakit Medika Mulya. Salah satu rumah sakit terbesar di kota ini. Tentu mereka berharap akan menemukan Jodi di rumah sakit ini. Meski mereka tak terlalu berani banyak menduga, karena sebelumnya sudah beberapa kali gagal.
Masih sama seperti tadi, receptions begitu ramah menyambut mereka. Dengan mengucapkan sebuah pertanyaan yang template. Dan Fariz pun berkali-kali menanyakan hal sama untuk yang ke sekian kalinya.
Syukur lah ... kali ini mereka mendapatkan angin segar. Karena ternyata, memang ada seorang pasien bernama Jordiaz Aditya yang baru saja masuk ke rumah sakit ini.
Mereka tak paham harus bahagia atau sedih. Bahagia karena akhirnya menemukan Jodi. Sedih karena ternyata Jodi benar-benar dibawa ke rumah sakit sesuai dengan dugaan Ayla.
Yang jelas mereka lega karena sudah menemukan Jodi.
"Kalau begitu, tolong katakan pada kami, di mana Jodi sekarang dirawat? Kami ingin buru-buru bertemu sama dia, lihat gimana keadaannya. Mau tanya kenapa dia dibawa ke rumah sakit kok nggak bilang-bilang sama kita." Fariz benar-benar antusias bertanya kali ini, tidak lemas lagi seperti tadi.
Namun justru berbalik, sang receptions lah yang kini terlihat lemas. Membawa vibes yang kembali membuat murung semua orang.
"Kenapa, Kak?" tanya Ayla. "Memangnya apa yang terjadi sama Jodi?"
Mereka bertiga pun bersiap-siap untuk mendengarkan jawaban terburuk.
"Maaf adik-adik. Sebenarnya saat ini pasien bernama Jordiaz Aditya tercatat sebagai pasien yang dirawat di dalam ruang ICU, bersama beberapa pasien lain yang jumlahnya tidak banyak. Karena ruangan ICU memang hanya menampung pasien yang sedang dalam observasi khusus karena keadaannya yang kurang memungkinkan untuk dirawat di kamar rawat biasa."
Sang receptions tampak begitu menyesal telah menjelaskan sebuah hal yang begitu menyakitkan.
Sedikit pancaran lega mereka tadi kini kembali sirna. Jadi Jodi dirawat di ruang ICU? Bagaimana bisa? Memangnya kenapa?
Banyak sekali hal yang membuat mereka bertanya-tanya. Ingin segera tahu apa jawabannya. Mereka pun tak mau menunggu lebih lama.
Mereka hanya langsung berterima kasih, kemudian melenggang pergi setelah minta diarahkan menuju ke ruang ICU.
Ketiganya pun berjalan gontai dala keheningan. Tidak ada obrolan atau pun Senda gurau. Karena mereka ... kini sibuk berbicara dengan pikiran mereka masing-masing.