Tale 58

1351 Kata
Han menyuapi Min dengan sabar. Meski pun sebenarnya tak perlu kesabaran lebih untuk menyuapi Min. Anak itu selalu makan dengan baik. Min sedang memainkan sebuah mainan tradisional yang dibuatkan Han. Berasal dari bambu. "Han ... baby Dan nakal, ya?" tanya Sungmin. Anak itu khawatir terus sejak tadi. Han selalu kesakitan sepanjang hari. "Tidak apa - apa, Min. Baby Dan tidak nakal. Perut Han sakit, karena Dan akan lahir. Rasanya sama saat Han melahirkan Min dulu." Han menjelaskan. "Jadi, dulu Han sangat sakit saat melahilkan Min?" "Iya." "Apa lasanya sangat sakit, Han?" "Sangat sakit. Kalau masih seperti ini belum terlalu. Jauh lebih sakit saat baby benar - benar akan keluar. Tapi rasa sakitnya akan hilang seketika saat baby sudah lahir." Min mengangguk mengerti. "Apa nanti lama, Han? Han akan kesakitan sangat lama?" "Tergantung. Kalau Min dulu, cuma 6 jam. Kalau baby Dan ini sepertinya agak lama. Han sudah mulai merasa sakit sejak semalam. Tapi sampai sekarang, baby Dan masih bingung cari jalan keluar." "Enam jam? Bukannya itu sudah sangat lama? Lalu .... " Min mengelus perut Han. "Dan ... apa jalannya terlalu banyak sehingga kau telsesat? Cepat kelual, ya. Han kesakitan kalau kau tidak kelual - kelual!" Han terbahak mendengar nasihat polos Min pada Dan. Min ternyata memang sudah pintar sejak kecil. Tak salah bila ia dulu begitu pintarnya mengambil hati Han. "Tapi ... kata Han tadi sangat sakit. Kenapa Han kesakitannya hanya sepelti itu? Sama sepelti saat Dan menendang saja?" "Untuk fase melahirkan, ada 10 pembukaan yang harus dilalui. Kalau masih pembukaan 1 - 5, rasanya belum terlalu sakit. Tapi menjelang pembukaan 10, disitu lah sakitnya sangat terasa Min. Tadi saat Han periksa, pembukaan Han sudah 7 senti. Sebenarnya sangat sakit. Tapi bisa Han tahan, karena dulu sudah pernah merasakannya." "Bukaan itu apa sih, Han?" "Pembukaan jalan keluar bayi." Min mengangguk sok paham. *** Min menangis di luar kamar. Han tak mengizinkannya masuk. Katanya nanti ia bisa takut kalau menyaksikan kelahiran Dan secara langsung. Min terus mengetuk pintu untuk menanyakan keadaan Han. Tapi Han tak menjawab. Min sangat takut dibuatnya. Sementara di dalam, Han sedang berusaha melahirkan. Rasa sakitnya sudah intens, mengingat bukaannya sudah lengkap. Tapi meski sudah mengejan sekuat apa pun, Dan tetap belum mau keluar. Ini sudah hampir pagi. Sudah lebih dari 24 jam ia kesakitan, tapi kenapa bayinya susah sekali dilahirkan? Han miris mendengar tangisan Min di luar. Toh sebenarnya ia tak mengunci pintu. Tapi Min belum cukup tinggi untuk meraih knop pintunya. "Eeerrggggh ...," erang Han pelan. Bahkan ia sudah tak punya tenaga untuk berteriak. Perutnya sangat sakit. Han sudah merasa akan mati. Rasanya berkali lipat lebih menyiksa daripada kelahiran Min dulu. *** "King ... Min menangis terus. Pasti Han benar - benar akan melahirkan." "Aku tahu, Sayang. Tapi mau bagaimana lagi? Apa ia tidak akan takut bila kita tiba - tiba datang?" "Aku tidak peduli. Yang penting sekarang kita harus menolong mereka. Han bisa meninggal kalau tidak segera ditolong, King." "Baik lah, kita ke sana sekarang!" Dalam sekejap, keluarga kecil itu sudah ada di dalam kediaman Han dan Min. Min terlihat takut melihat tiga orang asing itu. Dua orang penyihir dewasa, dan juga anak kecil seumuran Min di dalam gendongan salah satu penyihir itu. "Min, kami orang baik. Kau jangan takut, ya. Kami akan menolong Han dalam kelahiran Dan. Kami orang baik." Min mengerjap mendengarkan omongan penyihir cantik itu. Saat tersnyum, terdapat sebuat lesung pipit di sudut bibirnya. "Ayo, apa kau mau kugendong seperti Loey juga?" Penyihir yang lebih tinggi mengajaknya ngobrol. Min merasa kalau mereka memang orang - orang baik. Ia pun mengulurkan kedua tangannya untuk minta gendong juga. Akhirnya sekarang penyihir itu membawa dua orang bocah di kedua tangannya. "Aku langsung masuk saja ya, King." King mengangguk dan Bae sudah hilang dari hadapannya. *** "S - siapa?" panik Han saat Bae tiba - tiba ada di sampingnya. "Namaku Bae. Tak ada waktu untuk menjelaskan sekarang. Kau harus segera kutolong!" Han hanya bisa pasrah saat Bae menyibak selimutnya. Dengan lugas, Bae membenarkan posisi kaki Han, melebarkannya dengan sempurna. Bae memasukkan jemarinya ke liang lahir Han. Niat hati ingin memeriksa bukaan, namun Bae justru mendapati jemari mungil. Bae panik. Ia lalu beralih meraba perut Han. Ia melakukan gerakan memutar di sana. Merasakan sesuatu. "Bayimu melintang, Han. Pantas saja kau kesulitan!" seru Bae. "Bersabar lah dulu, ya. Aku akan membantu membenarkan posisinya." Bae kembali memasukkan jemarinya ke liang lahir Han. Tak sulit karena jalan lahir itu sudah benar - benar sudah terbuka sempurna. Bae memasukkan kembali jemari jabang bayi itu, beralih pada perut Han, memutar sang bayi dengan ilmu sihirnya. Han meremas sprei dan apapun yang bisa diraihnya. Rasanya sungguh sangat sakit saat bayinya perlahan memutar. Bayinya juga sudah memberi signal untuk mendorong. "Han, kau boleh mengejan sekarang. Pelan - pelan tak apa. Aku tahu kau kelelahan. Sebisamu saja, akan kubantu menariknya." Han mulai mengejan lagi. Benar kata Bae. Tenaganya seperti sudah habis. Bae menarik bayi itu pelan - pelan. Ia juga melakukan gerakan memutar pada liang Han, agar kepala bayinya bisa dengan mudah keluar. Sesekali Bae mengelap darah yang keluar bersamaan dengan keluarnya kepala bayi Han. Agar tak menghalangi pandangannya. "Ayo, Han, dorong lagi, kepalanya sudah keluar." Han mendorong lagi. Napasnya putus - putus. Mungkin ia benar - benar akan mati setelah ini. "Han, berusahalah. Ayo. Pelan saja tak apa. Ayo." Mata Han mulai buram. Tapi ia juga tak mau menyerah. Meski sakitnya sudah hampir membunuhnya, tapi ini demi Dan. "Nnnngghhh ...." Bae menarik bayi itu dengan agak keras, dan akhirnya bayi itu keluar. "Laki - laki, Han!" Han tersenyum lemah melihat bayinya yang sehat. Tapi sekejap kemudian pandangan matanya gelap dan ia tak ingat apa - apa lagi. *** Sudah seminggu, tapi Han belum menunjukkan tanda - tanda akan sadar. Min tak pernah beranjak dari sisinya. Ia terus menangis dan jarang mau makan. Membuatnya terlihat lebih kurus. "Bae ... kapan Han bangun?" Bae hanya bisa memaksakan sebuah senyuman. "Aku juga belum tahu, Min. Yang jelas kita tidak boleh berhenti mendoakannya." Sekarang mereka hanya berempat di rumah Han. Min, Han, Leeteuk dan Dan. "Nanti kalau Loey sudah pulang, Min main sama dia saja, ya. Min butuh hiburan. Aku yakin Han cuma kelelahan. Ia hanya butuh istirahat." Min mengangguk. Selama ini, Loey anak Bae dan King selalu berusaha mengajaknya main, tapi Min selalu menolak. Mungkin memang benar kata - kata Bae yang menganjurkannya untuk bisa berbaur. Mungkin akan sedikit menghiburnya. "Min ...." Loey datang dengan sikap cerianya seperti biasa. Untuk ukuran anak penyihir, usia 10 bulan memang sudah cukup dewasa. Mungkin ia sudah bisa berpikir seperti anak umur 5 tahunan untuk manusia. Berbeda dengan Min yang memang 100% manusia. Ya, meskipun Min sudah terhitung istimewa untuk ukuran manusia. "Loey sudah pulang?" tanya Min. "Sudah. Loey tadi dapat nilai 100, makanya sudah diijinkan pulang dulu. Ayo kita main di luar. Nanti kalau kita di sini, bisa menganggu istirahatnya Han." Min mengangguk mengiyakan dan mereka berjalan beriringan keluar kamar. Min ingin sekali menunjukkan pada Han kalau ia sudah bisa berjalan dengan benar sekarang. Han pasti akan bangga. Tapi sayang Han belum bangun. Apa Min perlu bilang padanya kalau ia tak mau minum s**u Han lagi? Apa karena itu Han tak juga mau bangun? Pikiran polos Min terus melanglang buana. Bae meletakkan Dan ke ranjang. Ia memeriksa Han lagi sekarang. Sebenarnya Han koma. Ia terlalu banyak kehilangan darah. Dan karena pertolongan terlambat. Masih untung Han tak meninggal saat itu. King belum pulang. Jadi tak ada orang yang melarang Bae sekarang. Ia sangat kasihan pada Dan dan Min. Mereka butuh Han. Jadi tak ada salahnya bila ia mentransfer energinya sebagian untuk Han. Ia yakin akan baik - baik saja mengingat kondisinya sangat fit sekarang. Bae langsung melakukannya. Ia memegang tangan Han dan segera mentrasfer energinya. Ia terus melakukannya hingga sampai 50 % persen. Ia serega tersenyum saat Han mulai bangun. Han mengerjap pelan menyesuaikan diri denga keadaan sekitar. "Akhirnya kau bangun!" seru Bae. Ia sudah yakin bahwa takkan terjadi apa - apa padanya setelah transfer energi. King saja yang terlalu khawatir. "Kau ... siapa?" Han mengernyit bingung. "Namaku Bae." Bae mengucapkannya dengan antusias. Ia pun mulai menjelaskan tentang keberadaannya selama ini. Dan Han bisa mengerti. "Terima kasih," kata Han akhirnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN