Garlanda berusaha keras untuk membuka matanya. Ia tahu, ia sedang tidur. Ia tahu, ia hanya sedang bermimpi buruk. Teramat sangat buruk.
Ia ingin bangun ....
Ingin kembali ke kehidupannya. Ingin kembali bersama keluarganya meski mereka selalu jahat ke padanya.
Ingin meneruskan sekolah. Ingin tahu bagaimana dunia luar.
Ia juga ingin meraih cita - citanya. Membuat mimpi - mimpi besarnya berubah menjadi kenyataan.
Bukannya terus bertahan di dalam mimpi buruk yang tak berkesudahan, dan bahkan mimpi itu terasa sangat nyata. Hingga rasa sakitnya pun bisa ia rasakan, membuatnya menderita sampai rela memilih untuk mati saja.
Lagi - lagi Garlanda kalah. Ia lagi - lagi tak memiliki daya untuk melawan.
Dan kembali dalam dunia itu.
Dunia yang tidak nyata. Namun begitu menyakitkan, melebihi kenyataan itu sendiri.
Ia kini berada dalam tubuh seseorang bernama Han.
***
"Han ... maaf bila aku lancang. Tapi ... kupikir ada yang aneh dengan tubuhmu. Uhm ... maksudku ...." Kard sampai kesulitan meneruskan ucapannya sendiri. Ia penasaran dan peduli, tapi sekaligus merasa tak enak. Takut ucapannya akan melukai perasaan Han.
Han tersenyum tipis mendengar perkataan Kard.
"Tak apa, Kard. Tak ada yang salah dari perkataanmu. Memang sedang terjadi sesuatu denganku. Aku sedang mengandung. Itu sebabnya perutku membesar. Sudah lima bulan. Sudah, tidak perlu penasaran lagi. Sekarang kamu sudah tahu kenyataannya."
"A - apa?" Tentu saja Kard sangat terkejut. Tentu saja ia tak bisa percaya begitu saja. Dan ia masih pula merasa tidak enak pada Han karena sudah sangat lancang.
"Aku mengerti keterkejutanmu. Tapi aku memang benar - benar sedang hamil." Han justru menjawab dengan begitu lugas. Dan ia sepertinya baik - baik saja. Maksudnya ... ia sepertinya tidak tersinggung sama sekali dengan pertanyaan lancang dari Kard itu.
Kard pun langsung menyesali dirinya yang lancang ini. "Maafkan aku, Han. Aku tidak bermaksud ...."
"Kenapa harus minta maaf? Aku bahagia kok dengan kehamilan ini." Han tersenyum. Bahkan ia sudah menjawab ucapan maaf Kard yang belum selesai itu.
Kard terlihat berpikir. Ia semakin bingung tentu saja. Tentu saja ia bingung. Bagaimana Han bisa hamil?
Mengerti dengan kebingungan Kard, Han pun segera berinisiatif untuk menjelaskan kenyataan yang terjadi.
"Dulu aku pernah berpacaran dengan seorang penyihir. Ia mungkin tidak terima karena aku putuskan secara sepihak. Setelah aku berpacaran dengan Min. Penyihir itu sering mengirim mantra untuk Min. Min sering tersakiti karena aku. Akhirnya aku memutuskan untuk membawa Min di dalam tubuhku. Agar penyihir sialan itu tidak lagi macam - macam dengan Min. Setidaknya kalau seperti ini Min aman."
Sekali lagi Kard tercengang mendengar perkataan Han. Jadi dengan kata lain, Han itu juga penyihir?
Buktinya dia bisa memasukkan Min ke dalam perutnya. Jadi ... Han sedang mengandung kekasihnya sendiri.
"Aku mohon untuk tidak bilang pada siapa pun tentang ini, ya, Kard. Hanya kamu satu - satunya yang bisa aku percaya. Karena kamu adalah orang yang sangat baik dan tulus. Bila mereka tanya, bilang saja bahwa aku mengidap tumor atau Apa lah itu. Aku sebenarnya juga agak malu dengan keadaanku yang seperti ini. Tapi sekali lagi, semua demi Min."
"A - aku ... meski pun sejujurnya aku belum bisa menerima hal ini, tapi aku akan berusaha. Katakan padaku kalau kau butuh sesuatu." Meski masih sangat bingung dan terkejut, tapi itu tidak menghalangi rasa peduli Kard terhadap Han. Tentu saja ia masih tetap menganggap Han temannya.
"Terima kasih, Kard."
Han segera melanjutkan pekerjaannya.
***
Kard memperhatikan Han dari samping. Hampir lima bulan setelah ia tahu bahwa temannya itu sedang hamil. Kini perut Han sudah membesar sempurna. Bulat penuh dan ... terlihat indah.
Meski banyak yang meliriknya aneh, tapi ia masih terus bekerja dengan semangat. Semua mengira Han itu memiliki penyakit menular. Padahal dalam hati mereka juga mengakui bahwa Han terlihat manis dengan perutnya yang buncit.
Kemeja - kemeja longgar yang dikenakan Han, benar - benar tak bisa menyamarkan ukuran perutnya. Sepertinya Min tumbuh dengan sehat dan sangat baik di dalam sana.
Hanya saja, Han sudah agak risih. Usia kandungannya sudah nyaris 10 bulan. Tapi Min masih betah tinggal di dalam perutnya. Ia sama sekali belum merasakan tanda - tanda akan melahirkan.
"Han ... ada seseorang yang mencarimu!" seru Dan dari dalam.
"Siapa?"
"Entah lah. Seorang laki - laki dan perempuan."
Han berpikir. Kira - kira siapa. Ia segera beranjak dari meja kasir dan segera masuk untuk menemui tamunya.
Han memperhatikan kedua orang itu dari belakang.
"Ken ... Rika ...?" Han terlihat sangat terkejut dengan kehadiran mereka.
"Han ... astaga!" Kedua orang itu terlihat sangat terkejut dengan keadaan Han sekarang.
"Dari mana kalian tahu aku di sini?"
"Han ... kami sangat merindukanmu. Tapi ... perutmu ... jadi benar kau memutuskan untuk melakukan itu pada Min?"
"Itu bukan urusan kalian. Jadi aku tidak akan mengatakan apa pun." Han menganggapi mereka dengan sinis.
"Han ... Jess mencarimu." Rika berusaha memberi tahu ancaman yang sedang dihadapi Han sekarang.
"Aku tahu. Makanya aku kabur. Kalau kalian ke sini hanya untuk membicarakannya. Maka lebih baik kalian pergi. Aku sudah hidup bahagia di sini. Bersama Min."
***
Han mengemasi barang - barangnya di loker. Ia membeli cukup banyak keperluan bayi. Tasnya tidak muat untuk mengangkut semua barangnya. Itu sebabnya ia hanya membawa keperluan Min.
Han memutuskan untuk pergi. Ken dan Rika sudah menemukannya. Pasti tak lama lagi, Jess akan ke sini. Padahal Han sudah memasang mantra pada cafe ini agar tak terlacak.
Han berjalan sedikit tergesa. Ia sudah memastikan bahwa tak ada yang tahu dengan kepergiannya.
Sialnya sejak tadi pagi, tanda - tanda kelahiran telah dirasakannya. Mau tak mau, ia harus mencari flat di suatu tempat di dekat sini untuk melahirkan Min. Ia tak mau melahirkan di sembarang tempat. Ia ingin melahirkan di tempat yang layak.
"Permisi. Aku mau pesan satu kamar," katanya pada receptionist, di tengah napas yang tercekat karena menahan sakit
Ia berusaha kuat menahan sakit di perutnya. Orang itu terlihat sedikit aneh dan canggung memandang Han. Tapi ia tak ingin ambil pusing. Langsung diberikannya kunci flat itu.
Tanpa mengucapkan terimakasih. Han segera berjalan menaiki tangga. Untung flat - nya hanya berlantai dua. Jadi ia tak perlu bersusah payah lebih banyak.
Han meletakkan tasnya sembarangan. Ia segera berbaring untuk menenangkan diri di ranjang. Dielusnya perutnya pelan.
***