Ada tertulis sebuah siasat perang Jawa Kuno bernama Gedong Minep yang berbunyi jumlah musuh yang lebih sedikit dipancing untuk masuk ke dalam taktik ini. Ketika mereka telah masuk, musuh akan dikurung dan dihancurkan di tengah. Siasat ini digunakan untuk menghancurkan penyerang yang jumlahnya lebih sedikit namun dilaksanakan dengan lebih efektif dibanding harus bertarung secara langsung beramai-ramai. Jumlah korban dari kelompok yang bertahan dapat diminimalisir dan musuh dihancurkan secara sempurna. Sebuah strategi yang menjadi pemikiran dalam sebuah pertempuaran ala mafia.
Langit Wanamarta selalu terlalu akrab dengan kegelapan. Semenjak siang awan kelabu bermunculan disana-sini bagai bunga yang bermekaran, bedanya mereka berwarna kelam, bagai bercak-bercak kotoran di pakaian berwarna putih. Sinar matahari tak berhasil menerobos jaring-jaring kelabu mega mendung. Angin berhembus kencang dibarengi hujan rintik. Meski hujan yang jatuh tidak seberapa, kuatnya angin membuat air menampar-nampar keras ke segala arah.
Meski sore itu mendung tak kunjung pergi, hujan yang miskin tadi akhirnya malas untuk kembali turun. Sebuah mobil Continental Mark II berwarna hijau pupus memacu dengan laju sehingga menyipratkan genangan air ke arah gerombolan pegawai kantoran yang berjinjit-jinjit di bawah payung yang baru akan mereka katupkan kembali.
Tak pelak para pegawai kantoran tersebut memaki serentak pada mobil mewah itu. Sore ini adalah waktunya untuk pulang ke rumah mereka masing-masih setelah seharian bekerja. Mereka sudah menutupi badan dan kepala mereka sedari tadi dengan coat panjang dan fedora, ditambah payung hitam lebar. Namun entah dari mana tiba-tiba saja mobil itu membobol pertahanan mereka yang sudah dari awal mereka jaga, tepat ketika hujan sudah berhenti turun.
Tak lama sebuah Mercedes-Benz 300 SL Roadster open-top two-seaters atau kap terbuka melewati para pegawai muda itu dan kembali menyemprotkan air ke tubuh mereka. Tapi kali ini bedanya tak ada keluhan atau cacian dan makian lagi. Karena di atas tempat duduk ganda di mobil mewah tanpa atap itu terlihat jelas dua orang penting di Pringgandani Corporation, atau kerap ditulis dengan Pringgandani Corp., yang memandang mereka dingin. Kedua orang itu adalah dua saudara kembar bernama Brajadenta dan Brajamusti.
Brajadenta yang di kursi pengemudi melototi para pemuda itu, membuat ciut nyali mereka, meski adik kembarnya yang memiliki sifat yang agak berbeda, Brajamusti, melihat ke arah mereka dengan tatapan prihatin seakan-akan berkata, "Tolong maafkan saudaraku ini dan segala tabiatnya."
Secara resmi, kedua adik beradik ini adalah bos para pemuda pekerja tersebut dan lebih dari separuh penghuni kota kecil Pringgandani di ujung Wanamarta ini yaitu dua dari delapan pemimpin perusahaan Pringgandani Corp. yang bergerak di bidang makanan dan medis. Mereka lah yang membangun Pringgandani Corp. beserta kota kecil dimana orang-orang diberi hidup berupa pekerjaan dan tempat tinggal.
Ayah kedelapan bersaudara itu, Sir Arimbaka lah yang mula-mula menciptakan dinasti kerajaan perusahaan Pringgandani. Meski sayang karena ketamakan jiwa bisnisnya serta permasalahan bisnis dan politis yang rumit dan pelik yang membuat Pringgandari Corp. kalah bersaing dan menjadi inferior dibanding Astina Enterprise milik Master Pandu, meski sebelumnya kedua pemilik perusahaan berbeda ini memiliki hubungan persahabatan yang baik.
Area industri Pringgandani Corp. dibangun bagai sebuah benteng. Dua bangunan besar dibangun berdampingan di bawah sebuah bukit. Kedua bangunan raksasa yang cukup menonjol dari jauh itu adalah perusahaan pengepakan daging dan perusahaan sekaligus laboraturium medis. Di depannya terhampar sebuah kota kecil nan ramai dan hidup. Restoran mewah dan tempat-tempat hiburan seperti bar, pub, club, casino dan bioskop bersanding dengan bank dan rumah sakit.
Di belakang dua bangunan raksasa milik Pringgandani Corp. itu berdirilah beberapa kompleks perumahan mewah milik para anggota buta, terutama yang merupakan orang-orang penting dalam industri kota itu, yaitu orang-orang penting pemilik saham dan pimpinan divisi perusahaan Pringgandani Corp. Rumah-rumah mahal berciri dua atau lebih pilar besar dari porselen dengan pintu dan jendela tinggi dan lebar semakin mengaitkan nama kelompok mereka dengan kata 'raksasa'. Seakan orang-orang yang tinggal di perumahan itu adalah memang buta, raksasa. Bahkan untuk menegaskan identitas mereka, tiap rumah dibuat simbol khas para buta yaitu kepala seorang raksasa dengan rambut gimbal dan taring yang mencuat dari mulut mereka.
Di atas perumahan itulah, tepat di puncak bukit, terlihat gagah sebuah bangunan serupa istana, tempat tinggal utama keluarga Pringgandani. Istana yang begitu besarnya, ditinggali oleh tujuh saudara di berbagai bangunan terpisah namun masih satu kesatuan area yang luas. Di bangunan utama, mungkin ada singgasana di sana, adalah tempat tinggal sang direktur utama. Dia bernama Arimba. Itulah sebabnya Pringgandani dibuat seperti benteng. Ibaratnya untuk mencapai sang raja, yaitu Arimba, para penyerang harus menghadapi pertahanan yang tebal. Sebuah ciri pebisnis yang di baliknya adalah para anggota mafia atau organized crime.
Selama bertahun-tahun para buta menggunakan kekuatan kelompok mereka untuk memonopoli bisnis di Wanamarta dan membangun kota dan kehidupan mereka sendiri. Mereka memaksa restoran dan toko-toko di pusat Wanamarta dan kota kecil Mretani untuk hanya membeli daging dari Pringgandani Corp. Bila mereka menentang, para anggota buta akan mengancam mereka, mulai dari penculikan, penyiksaan sampai pada pembunuhan para pengusaha penentang itu. Begitu juga obat-obatan, bahan kimia dan kosmetik dikuasai Pringgandani Corp. dan para buta.
Meski notabene lebih dari separuh Wanamarta dimiliki oleh Astina Enterprise karena kekalahan Pringgandani dalam kontes bisnis Sir Arimbaka dan Master Pandu bertahun-tahun yang lalu, namun sejak wafatnya Master Pandu, Wanamarta menjadi terabaikan. Pringgandani Corp. menggunakan kesempatan ini di bawah kepemimpinan Arimba sang putra Sir Arimbaka untuk kembali menguasai Wanamarta dengan kekuatan kepalan dan senjata.
Ternyata hari ini sedang ada sebuah acara khusus. 'Kerajaan' para buta tersebut sekarang sedang menunggu para anggota keluarganya untuk berkumpul. Ada sekitar dua puluh lima guards menjaga rumah utama mulai dari gerbang utama, taman, pelataran, sampai di depan pintu besar. Mereka melengkapi diri mereka dengan beragam senjata api. Mulai dari pistol atau revolver Smith & Wesson 44 Magnum (Model 29), handgun yang dianggap terbaik di dunia selama bertahun-tahun.
Lima orang penjaga lainnya lebih nyaman menenteng Browsing Superposed dan Remington 870, shotgun dengan magazin tabung internal dengan isi peluru 3 sampai 8 butir. Beberapa lagi dipersenjatai machete, pisau atau club alias pentungan. Para penjaga ini terdiri atas orang-orang non-buta dibantu oleh beberapa anggota jin dan gandarwa.
Tidak mungkin melewati persenjataan bagi para penjaga dalam situasi khusus ini. Lawan-lawan yang terlihat atau tidak pasti patut diantisipasi. Penjagaan mereka membuat hampir tak mungkin menerobos bangunan utama bagai istana tersebut tanpa terdeteksi, apalagi mampu menembusnya. Setiap pertemuan para pemegang kekuasaan Pringgandani Corp., maka banyak pula orang-orang yang berkepentingan. Selain musuh dan saingan bisnis – bahkan termasuk rekan – tentu saja para barata juga memiliki keingintahuan yang besar tentang gejolak politis apa saja yang sedang terjadi di perusahaan besar tersebut.