Angin menggerakkan ranting dan pepohonan membawa serta daun-daun kering ke jalan beraspal yang rata dan berkelok-kelok rapi. Di ujung jalan itu, dibalik pepohonan tinggi dan rindang, terhamparlah sebuah daerah dengan penduduk yang bernafas dan hidup sesuai jalur yang dibuat untuk mereka oleh yang Maha Kuasa.
Wilayah yang disebut Mretani dibangun si sebuah area yang sama sekali berbeda dengan kota pusat Wanamarta dan Pringgandani yang walau tidak terlalu besar namun padat dan ramai oleh pusat hiburan, bisnis dan bangunan publik. Yang membedakan Mretani dengan pusat-pusat kedua daerah itu adalah sebuah daerah yang penuh dengan taman, pepohonan dan perumahan-perumahan elit yang tersembunyi di balik tembok-tembok tinggi.
Bisa dikatakan Mretani adalah tempat yang berkebalikan dengan Wanamarta Town dan Pringgandani. Suasana di Mretani yang terlihat sepi, tenang dan santai ternyata sangat menjebak. Kehidupan berjalan dengan baik di sana. Para warga penghuni Mretani berbisnis di kota-kota lain baik di dalam Wanamarta, di luar kota atau di manca negara. Bila Pringgandani dibangun bagai benteng buatan, Mretani dibangun di dalam sebuah benteng alam.
Dinasti bisnis keluarga jin Mretani dipimpin oleh seorang laki-laki bernama Yudhistira. Ia adalah anak tertua dari lima bersaudara. Dua adik laki-lakinya yang bernama Dandun Wacana dan Dananjaya adalah adik sekandung, sedangkan sepasang kembar Nakula dan Sadewa adalah adik seayah namun lain ibu.
Kelima bersaudara itu tidak tinggal di area yang sama seperti para keluarga buta di Pringgandani Corporation. Para keluarga jin Mretani mengurusi pabrik dan perusahaan yang tersebar di area perbukitan dan pinggir kota. Isu yang berkembang mengenai para anggota kelompok jin yang sekarang menjalankan bisnis rentenir dalam diam tidak sepenuhnya salah.
Usaha rentenir mereka itu sebenarnya merujuk pada kekuasaan dan kekuatan yang masih ingin ditunjukkan oleh para jin dan gandarwa. Kehidupan mereka yang cukup makmur dan kaya selama puluhan tahun tidak sesuai dengan keadaan politis mereka yang berada di bawah para buta dan 'pendatang', termasuk yang paling baru adalah ancaman para anggota keluarga Pendawa. Mereka tetap dianggap pendatang bagi kelompok jin dan gandarwa, meski bila dipikirkan lebih mendalam, notabene Wanamarta adalah juga milik Astina Enterprise, perusahaan besar keluarga Pendawa yang dalam keadaan sengketa dnegan keluarga Kurawa.
Maka, dapat lah disimpulkan bahwa mengenai usaha rentenir, pengancaman dan sejenisnya menjadi bagian dari unjuk diri dan unjuk kuasa para jin gandarwa.
Dandun Wacana berdiri menempelkan punggungnya ke dinding. Ia melempar-tangkap sepasang kukri, senjata tajam berjenis belati dengan ujung melengkung ke depan sekitar dua puluh derajat. Kukri yang dimiliki Dandun Wacana itu memiliki gagang yang terbuat dari tanduk kerbau dan bilahnya memiliki panjang sekitar 26 cm.
Tubuh Dandun Wacana yang besar berotot ditutupi kemeja lengan panjang putih dan pullover vest abu-abu. Ia menyilangkan kedua kakinya yang terbalut celana panjang ludlow berwarna biru tua. Gaya berpakaiannya yang terkesan santai itu tidak menutupi roman mukanya yang galak. Lucunya, bila gaya berpakaiannya diubah sedikit, orang pasti akan salah mengira ia dengan Bratasena, anak kedua dari keluarga Pendawa. Mereka memiliki postur tubuh atau perawakan yang sama, bahkan tekstur rahangnya yang tegas dan kumis jambang yang tumbuh menghiasi wajah juga mengingatkan akan Bratasena, putra kedua adik beradik Pendawa tersebut.
Terlihat pula di sisi yang lain, sang Dananjaya, putra ketiga keluarga jin Mretani. Ia memiliki garis wajah yang serupa dengan Kakangnya. Sepasang bibir tebal namun dengan tubuh yang lebih kecil adalah yang membedakannya dengan sang Kakang. Kulitnya pun berwarna sedikit lebih cerah. Ia duduk bersandar di kursi dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. Kedua matanya tertutup topi derby yang dipasang miring. Tak begitu jelas apakah ia sedang tertidur atau hanya santai sembari menutup mata.
Seperti layaknya saudara kembar, sedikit banyak Nakula dan Sadewa berbagi pengaruh dalam perilaku dan gaya berbusana. Keduanya mengenakan kaus lengan panjang bermotif garis-garis vertikal hitam putih, celana panjang body-fit checked wool abu-abu dan sepasang sepatu desert boots coklat. Bedanya adalah topi derby Nakula berwarna hitam sedangkan Sadewa berwarna abu-abu terang.
Entah bagaimana pula dengan cukup mengherankan dan mengagetkan, sepasang saudara kembar ini juga memiliki kegemaran pada pisau, layaknya Pinten dan Tangsen dari keluarga Pendawa. Saat ini keduanya saling berhadapan dan berbicara pelan mengenai koleksi pisau brass-knuckle dan knuckle-duster mereka.
Pisau dengan panjang 56 dan 30 cm itu memiliki logam perunggu di gagangnya yang melingkari keempat buku jari terdepan dari tangan. Pisau brass-knuckle milik Sadewa dapat digunakan dengan tiga mode atau jenis serangan ketika digunakan dalam melawan musuh. Pertama, serangan ke tengkorak kepala musuh dengan menggunakan pommel nut, atau bagian kecil menonjol di bawah gagang pisau. Kedua, tinjuan dengan brass-knuckle ke arah wajah, dan terakhir, tusukan ke atas dengan bilah pisau bermata duanya.
Sedangkan pisau knuckle-duster Sadewa memiliki bilah dengan satu sisi tajam namun juga efektif digunakan untuk menusuk ke arah atas. Keduanya sama-sama saling berbagi keunggulan koleksi mereka ini.
Walaupun secara formal mereka menganggap diri mereka sebagai pebisnis – dan itu yang selalu mereka sampaikan – jelas bahwasanya keterlibatan mereka dalam organized crime tak dapat ditolak. Kelompok-kelompok organized crime semacam mafia, triad atau yakuza adalah kelompok-kelompok dari perusahaan-perusahaan yang dijalankan oleh para kriminal atau penjahat dalam aktifitas-aktifitas ilegal dan bertentangan dengan hukum demi keuntungan mereka.
Ada beragam jenis kejahatan terorganisasi semacam ini. Misalnya saja kelompok-kelompok yang dimotivasi oleh politik, ada pula yang memaksa agar pengusaha atau orang lain untuk melakukan bisnis kepada mereka. Ini adalah jenis yang mewakili kelompok jin dan gandarwa semacam ini. Mereka memaksa orang-orang untuk meminjam sejumlah uang atau jasa kepada mereka dan memberikan ancaman bila tak bisa membayar atau tak mau bekerjasama dengan mereka. Kurang lebih sama halnya dengan kelompok buta dalam beberapa jenis bisnis pula.
Ada beragam istilah untuk kejahatan terorganisasi ini seperti geng, mafia, mob, ring atau sindikat. Mafia sendiri kerap dijelaskan sebagai kelompok penjahat terselubung dalam memberikan prlindungan ekstra bagi klien mereka dan bekerja di balik bisnis dan hukum. Namun begitu, mafia dan beragam jenis kejahatan terorganisasi lainnya bukanlah jenis kejahatan jalanan biasa. Karena bahkan pemerintah dan aparat, atau bisa kita sebut sebagai batara, kerap menggunakan jasa atau metode cara-cara mereka untuk melaksanakan kegiatan serta misi-misi mereka, secara sembunyi-sembunyi dan tidak dalam radar publik tentunya.
Itu sebabnya, keluarga jin dan gandarwa ini sangat akrab dengan persenjataan sebagai sarana pembelaan diri, atau sebaliknya, media utama untuk melaksanakan aktivitas bisnis dan kejahatan mereka itu sendiri.