Episode 29

1967 Kata
"Hah? Papa sama mama pulang?" "Apa?" Devany merapikan foto-foto tadi lalu memasukkannya kembali kedalam map itu. Dia berjalan menuju pintu. Tetapi Ciko menarik tangannya. "Eh, Devany. Gue rasa Lo gak usah ngasih tau kalau kita baru dari kamar ini. Dan foto itu jangan Lo tunjukin sama Om Bayu." Ucap Ciko serius. "Loh kenapa? Biar papa ngasih tau ini siapa Cik," Balas Devany heran. Dia heran dengan sikap Ciko yang tiba-tiba kekgitu. Ciko menyeringai lebar. "Lo mau kita ketauan melanggar aturan Tante Ningsih? Mau Lo,kita diomelin trus Lo dihukum? Yah kalau gue sih, santai aja. Gue tinggal pulang. Sekarang elo Dev,gimana?" Tanya Ciko mencoba membujuk gadis yang sedang dia lindungi itu. Waktu tetap berputar. Dikamar tua itu,Devany masih memandangi wajah cowok perusuh dikelasnya sambil memegang sebuah map berisi foto-foto, sedangkan Ciko masih menggenggam tangan Devany,sicewek juara kelas sambil memegang sapu bekas pembunuh kecoa tadi. "Gimana?" "Yaudah. Makasih ya Cik, makasih banyak." ??? "Loh.. papa sama mama udah pulang?" Sambut Devany hangat. Dia berjalan bersama Ciko dari dalam rumah. Bayu dan Ningsih melihat Devany datar. Mereka terkejut melihat Ciko dibelakangnya Devany. "Sedang apa kalian dirumah?" Tanya Bayu dingin. Devany melirik Ciko lalu tersenyum manis. "Habis belajar bareng pa. Tadi Devany ngambil minum." Jawabnya sedikit canggung. "Kok dari rumah? Ini ada minuman diteras. Kamu bohong?" Kali ini Ningsih yang angkat bicara. Ciko melihat Devany yang mulai terpojok. "Tante dari mana?" Ucapnya lalu berjalan menyalam mereka berdua. Devany masih tersenyum manis, meskipun dia udah merasa sesak. "Saya tidak suka yah. Kalau ada orang masuk-masuk kerumah ini. Apalagi laki-laki. Kamu ngapain aja? Atau selama kami pergi, rumah ini udah dimasukin sama banyak laki-laki?" Ucap Bayu masih dingin. Mereka gak menggubris kehangatan dari Ciko. Yang terlihat kalau mereka gak suka Ciko ada dirumah itu. "Kamu anak pak Tresno bukan?" Tanya Bayu sambil menunjuk Ciko dengan jari telunjuknya. "Iya om." Jawab Ciko ramah. "Sudahlah. Sudah sore. Kamu bisa pulang. Nanti dicariin sama orangtua." Ucap Bayu sambil pergi kerumah, meninggalkan Devany dan Ciko yang masih tersenyum. Setelah mereka tak terlihat lagi,barulah Ciko menghela nafas lega. "Maaf ya Cik. Gue jadi buat Lo terlibat sama bos gue. Tapi gue janji,cuma sampe sini aja kok. Makasih banyak yah,buat pertolongan Lo selama ini." Ucap Devany lemas. Dia kasihan dengan Ciko yang diperlakukan seperti itu. "Iyah Dev. Gak papa kok,selagi Lo masih bisa tersenyum. Gue seneng. Oh iya,gue pulang dulu yah. Daripada nanti Lo malah makin dimarahi." Ucap Ciko santai. Devany mengangguk lalu mereka berjalan mengambil tas Ciko keteras. Ciko berjalan menuju motornya lalu menyalakannya dan pergi keluar gerbang. "Sekali lagi makasih banyak ya Cik." Ucap Devany sebelum Ciko pergi. Ciko cuma tersenyum lalu pergi. Devany masih berdiri didepan gerbang. Dia masih memandangi Ciko yang semakin jauh. Sedangkan disisi lain,Bayu sedang memperhatikannya dari balik jendela kamarnya. "Anak itu.." ??? "Mau ngapain anak itu tadi?" Tanya Bayu dari tangga sewaktu Devany sedang masuk kedalam rumah. Devany melihat Bayu lalu berjalan menuju kamarnya. "Gak ada pa. Cuma belajar bareng aja." Jawab Devany dingin. Dia masih ingat dengan perkataan Bayu sewaktu makan malam bersama beberapa minggu lalu. "Devany!" Senggak Bayu dengan wajah marah. Devany menghela nafas berat lalu berbalik menghadap Bayu. "Apa sih pa? Kita gak ngelakuin hal-hal aneh kok,santai aja kali." Ucap Devany pasrah. Dia udah lelah sama semua ini. Terlalu lelah menjawab setiap pertanyaan Bayu,lelah melihat keadaan keluarganya yang terlihat tidak seperti sebuah keluarga,dan lelah dengan hidupnya yang hanya seperti itu saja dari dulu. Bayu memicingkan matanya. Dia tampak curiga dengan Devany. "Kamu yakin? Papa ngelihat pintu kamar dekat gudang belakang terbuka." Shit! Gue lupa narik kuncinya tadi. Apa papa dateng kesana? Ah..Mati gue.. "Devany! Jawab papa." Bentak Bayu ketika melihat Devany hanya diam tanpa menjawab pertanyaan darinya. "Hah?oh iya pa. Kemaren Devany bersih-bersih rumah. Jadi Devany berniat bersihin kamar itu. Eh gak jadi." Ucap Devany ramah sambil tersenyum. Bayu masih mencurigainya. "Yasudah. Pergi ke kamarmu. Ingat! Jangan pernah membuka kamar itu." Ancamnya lalu berjalan hendak meninggalkan Devany. Hingga Devany memanggilnya. "Papa..Emang apa rahasia dikamar itu? Kok Devany gak pernah tau?" Ucap Devany sambil berlari menyejajarkan dirinya dengan Bayu. Bayu spontan terbelalak dengan pertanyaan Devany. Ada sebuah rahasia yang hanya dia yang tau dan gak boleh dikasih tahu sama Devany. Tapi seandainya dia tau,kalau keluarga Tresno juga sudah tahu tentang Devany, termasuk Ciko,apa yang akan dia lakukan? "Pah.." Panggil Devany ketika Bayu terdiam sendiri. "Papa.." Bayu langsung menepis tangan Devany ketika ia hendak memegang lengan Bayu. Bayu terlalu kejam memperlakukan Devany. Membuat Devany terkejut dan memandanginya dengan ekspresi takut. "ITU BUKAN URUSAN KAMU!" Bentak Bayu pada Devany. Lalu berjalan menuju kamarnya meninggalkan Devany sendiri, dengan bendungan air mata yang perlahan menetes di pipi pucatnya. "Papa.." ??? Devany menutup pintu lalu menjatuhkan tubuhnya keatas kasur. Dia mengambil bantal lalu menelungkupkan kepalanya. Devany menangis. Yap,hal yang selalu dia lakukan di kala Bayu dan Ningsih pulang kerumah. Dimarahi, dicaci,dibentak,sudah menjadi makanan Devany setiap harinya. Apa yang perlu dia pikirkan? Dia adalah anak pemilik perusahaan terkenal di kota itu. Dia memiliki satu kakak, seumuran dengannya. Dia juara kelas,meski tak pernah dipuji oleh Bayu atau Ningsih. Dan terakhir,dia masih punya Suji dan Ciko. Orang yang bisa membuatnya merasa nyaman. Devany masih menangis dalam diam. Air matanya mengalir tanpa bisa berhenti. Dia gak bersuara,seperti biasanya cewek kalau lagi galau. Dia memilih untuk menutup mata, membungkam mulutnya dan membiarkan gejolak emosi yang tertahan hanya bisa diekspresikan lewat air mata. Kamar itu hening. Hanya ada seorang gadis yang lagi menangis dalam diam disana. "Hiksss.. Hiksss.." Akhirnya dia bangkit lalu duduk tegap. Dia menangis terlalu lama sampai hidungnya pilek dan matanya sembab. Dia memandangi seisi kamarnya. Belum ada kenangan manis yang terjadi disini. Hanya sebuah perjalanan dari kehidupan hampa,yang tak ada rasanya. Orang-orang mungkin akan berpikir kalau tinggal dikamar ini adalah hal yang menyenangkan,tapi beda halnya dengan Devany. Kamar ini ibarat penjara baginya. Rumah ini ibarat istana neraka yang membuatnya tidak pernah betah untuk tinggal lama-lama. Dia seperti merindukan sesuatu yang memang pantas menjadi miliknya. Tapi dia gak tau apa itu. Hatinya meronta-ronta seakan ingin memanggil sebuah nama. Tapi dia gak tau siapa nama yang sedang dia rindu. Siapa orang yang benar-benar pasti memberikannya perhatian.Belum pernah dia mendapat kasih sayang selayaknya anak dari Bayu dan Ningsih. Ada hantaman keras dalam d**a yang memaksanya untuk berteriak,namun selalu dia tahan. Kalau boleh jujur,gue udah gak kuat lagi sama hidup ini. Kayaknya hidup sama mati itu sama aja rasanya. Devany mulai memikirkan hal-hal aneh. Dia melamun dan mulai tenggelam di dalamnya. Hingga tiba-tiba dia tersadar sewaktu handphonenya bergetar. Devany cepat mengambil handphonenya itu lalu membukanya. Ciko : Sore adek angkat. Udah makan Lo? Udah mandi belomm? Oh iya,tadi udah. Tapi,mandi lagi ajah deh. Biar apes dari gudang tadi pada hilang semua. Oh iya, beberapa hari lagi,kita bakalan ujian harian. Gue yakin,gue bakalan dapet tiga besar. Apalagi waktu ujian kenaikan. Gue yakin gue bakalan bisa dapet tiga besar. Trus kalau gue dapet tiga besar,gue bakalan berubah menjadi cowok idaman para cewek. Kayak siapa yang Lo pernah bilang? Oh iya. Dilan. Gue bakalan jadi kayak kriteria dia. Percaya sama gue. Wkwkwkwk... Tersenyum. Cuma itu yang bisa Devany lakuin saat ini. Dia masih merasa kacau dengan bentakan dari Bayu tadi. Dia berniat membalas chat dari Ciko. Namun, diurungkannya. Dia meletakkan handphone itu disampingnya lalu merebahkan tubuhnya kembali. Sedangkan disisi lain,Ciko masih bergumul dengan masalah Devany. Percaya atau tidak,gak ada yang namanya kebetulan. Mana mungkin Tresno secara kebetulan bekerja di perusahaan Bayu,dan mengetahui tentang masa lalu Devany? Atau Devany yang penasaran dengan kamar rahasia yang ternyata berisi rangkaian album tentang Devany lagi. Bukankah itu memang terencana khusus oleh Yang Maha Kuasa? "Kok gak dibales sih? Apa jangan-jangan dia lagi nangis kali yah? Ah,nangis karena apa?" Ciko masih mencemaskan Devany. Mungkin dia udah hampir dalam memasuki kehidupan Devany. Kehidupan dari si Juara kelas yang selalu diganggunya itu. "Dev.. gimana yah? Aduhhhhhh,,gue kasih tau gak yah,tentang orangtua Lo?" Tanya Ciko sendiri sambil menarik rambutnya frustasi. "Devany...." ☕☕☕ Tok..Tok..Tok.. Terdengar suara ketukan pintu dari luar sana. Devany membuka matanya pelan. Karena sempat sembap tadi,kini mata Devany menjadi bengkak. Dia melihat jam dan ternyata sudah tengah sebelas malam. Apa? Tengah sebelas malam? "Mati gue,gue ketiduran lagi. Udah tugas gue banyak," Ucap Devany panik . Ketukan pintu terdengar lagi. "Devany!" Oh,ternyata Ningsih yang memanggil. Devany menarik nafas lega lalu berjalan membuka pintu. "Kamu ini bagaimana sih? Udah lama dipanggil ini tapi gak nyahut juga. Malas atau memang budeg sih,buat orang marah saja." Senggak Ningsih tanpa jeda sedikitpun. Devany hanya menunduk. Dia gak tau mau ngomong apa. Terpaksa dia hanya mendengarkan ocehan panas dari mamanya itu. Yah,mamanya itu. "Mau ngapain ma?" Tanya Devany setelah Ningsih siap dengan ocehannya itu. Ningsih menatapnya tajam. "Kamu pikir apa? Piring belum kamu cuci. Cepat cuci piringnya sekarang!" Seru Ningsih kejam. Devany buru-buru menutup pintu lalu berlari menuju dapur. Hampir tengah malam saja,dia harus mencuci piring seperti ini. Bahkan dalam keadaan perut lapar. "Cuci yang bersih. Besok mama sama papa pergi keluar kota lagi. Jadi,belanja kamu sudah mama siapin." Ucap Ningsih dari atas tangga. Setelah itu tak terdengar suara lagi. Devany hanya mencuci dalam diam lagi. Ujung-ujungnya dia hanya menghela nafas berat. Gak ada habisnya. Setelah mencuci piring, niatnya dia mau makan. Tapi,karena terlanjur sakit hati,dia jadi gak selera. Ruangan ini begitu sepi. Meskipun Bayu dan Ningsih sudah pulang,tetap saja keadaannya seperti ini. Hening. Hampa. Hilang. Dengan langkah gontai, Devany berjalan menuju kamar. Dia menutup pintu lalu duduk di kursi belajar. Kemudian dia membuka hp. Dan seketika terbelalak kaget. "Hah? Ciko miscall 89 kali? Tambah chat sama pesannya juga? Gila nih anak. Mau ngomong apa dia?" Ucap Devany gak percaya. Dia memilih untuk menelpon Ciko. Tutt.... Sambungan terhubung. Dan tanpa hitungan detik Ciko langsung mengangkatnya. "Halo.. apa Dev? Tumben nelpon malem-malem? Ada masalah?" Devany sempat syok dicampur kesel. Masalah katanya? Yaelah,apa Ciko gak sadar? Masalah Devany malam ini Ciko yang miscall dia sampe 89 kali. "Kok gue? Tadi Lo miscall gue sampe 89 kali. Mau ngomong apa? Gue tadi ketiduran." Jawab Devany kesel. Ciko tertawa dari seberang sana. "Oh itu. Yah gak papa. Iseng doang. Gue cuma mau nanya aja, gurindam itu pelajaran biologi atau matematika! Cuma itu doang kok." Devany mendengus panjang. Kenapa pulak Devany kepikiran untuk nelpon Ciko tadi? "Oh. Itu doang . Di Google kan ada? Yang bahasa Indonesia lah. Lo pikir gurindam itu singkatan dari gurita berendam atau garis yang berbanding terbalik dengan otak Lo?" Tanya Devany balik. Dia tersenyum menahan tawa. "Ohh..Jadi gitu yah? Maaf ya Dev,gue ngerepotin elo. Jaringan disini lagi lelet banget. Selelet hati Lo peka sama kode gue. Asek. Becanda ah, Dev.. matiin telpon Lo sekarang!" Seru Ciko tiba-tiba. Awalnya Devany masih bingung,lalu dia spontanitas mematikan hubungan. Drttt Hp Devany kembali bergetar. "Halo.." "Halo Dev,ini gue lagi. Sampe mana kita tadi?" "Lo nyuruh gue matiin telponannya. " Jawab Devany datar. "Loh,apa iya? Kok gue lupa? Oohh,itu. Biar data Lo gak habis. Gue aja yang nanggung. Gue kan always perhatian sama Lo. Lo nya aja yang gak peka. Tapi yaudahlah. Btw,Lo udah makan belom?" Devany terdiam. Masih berpikir mencerna perkataan Ciko yang panjang lebar. Dia yang bertanya,dia juga yang menjawab. Dia yang kebingungan,dia juga yang ngasih solusi. Bingung ah, "Belum." "Loh,kenapa? Gak masak Lo?" Devany kembali tersenyum. Untung ada Ciko,yang bisa balikin moodnya Devany. "Gak selera." "Loh,gak selera? Cacingan Lo? Terakhir kali,bulan berapa Lo makan obat cacing?" Tanya Ciko yang sukses membuat Devany tertawa kecil. "Udah agak lama sih. Kenapa?" Tanya Devany. "Lah,elukan anak IPA. Didalam perut manusia ada cacing. Kalau cacingnya kebanyakan,perut kita jadi kasihan. Setiap apa yang kita makan bakalan dirampok sama tuh cacing. Lebih parahnya lagi,mereka berdomisili tanpa identitas yang asli. Jadi,susah bagi kita mengidentifikasi mana cacing yang baik,dan mana yang tidak baik. Maka dari itu,makanlah obat cacing setiap enam bulan sekali." "Hahahha" Devany akhirnya ketawa. Disamping Ciko yang abstrak, cacing dalam perutnya juga merasa kontak batin. Ketika si Ciko menggosipin tentang cacing. Barangkali cacingnya gak terima,akhirnya mereka pada ngamuk massa dan demonstrasi besar-besaran diperutnya Devany. "Cik," "Hmmmm.." "Ada yang mau gue bilang sama Lo.." "Apa?" ***

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN