4. THE SPECIAL ABILITY

2048 Kata
Setelah menyelamatkan Franc, kini nama Erick menjadi dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan berita-berita local juga memuat tentang dirinya serta kemampuannya, banyak yang kagum terhadap aksi Erick yang mampu menyelamatkan nyawa seseorang. Kini keseharian pemuda itu menjadi buronan para awak media, mereka ingin meliput dan mendengar kesaksian darinya. “Kau menjadi terkenal, Rick.” Liam datang membawa dua botol air minum, satunya ia serahkan pada rekan kerjanya itu. Erick menghela napas kasar, ia tidak menginginkan kepopuleran sama sekali, justru dengan awak media yang membesar-besarkan beritanya maka tidak nyaman baginya. Kemana pun Erick pergi, maka ada saja salah satu jurnalis atau reporter mengejarnya, kehidupan Erick mulai tidak tenang, ia menjadi viral secara mendadak. “Ck, aku tidak suka sama sekali.” Erick meminum air mineralnya dengan sekali teguk, setelahnya ia berdecak merasakan kesegaran air yang mengaliri tenggorokan. Air keringat menetes dari dahinya, sisa-sisa napas tersengal juga masih ada. Menuju ke bengkel tempatnya bekerja saja butuh perjuangan yang amat besar, ia sampai melewati jalan tikus agar tidak terendus oleh media. Liam terkekeh mendengar jawaban rekannya itu. “Justru kau bisa memanfaatkan kemampuanmu sebaik-baiknya.” Erick mengendikkan bahunya pelan, ia memang bersyukur memiliki penglihatan istimewa ini, tapi ia tidak mau menggunakannya secara berlebihan. Bukankah sesuatu yang berlebihan tidak baik?   “Hei, bukankah Tuan Franc juga menawarkan pekerjaan padamu?” Tanya Liam. Erick menganggukkan kepalanya, memang benar bahwa Franc menawarkan pekerjaan sebagai kepala pengurus bimbel yang menjadi bisnis pria tua itu. Akan tetapi Erick menolaknya secara halus, ia menolong Franc dengan sukarela tak mengharap imbalan apapun. Anggap saja sebagai pengganti satu nyawa yang gagal diselamatkan oleh Erick di stasiun kereta api, ia sampai tekanan mental saat mengingat moment tersebut. “Menjadi pengurus bimbel tidak mudah,” balasnya. “Kau kan kuliah juga.” “Aku kuliah teknik bidang mesin dan otomotif, bukan bidang perguruan ataupun pendidikan.” Erick membalasnya dengan dengusan pelan. Mungkin di mata orang awam semua mahasiswa dinilai bisa mengajar, tapi tentunya berbeda jurusan maka berbeda pula bidang yang digelutinya. Liam hanya meringis mendengar jawaban rekannya, benar juga. “Ohh ya, Rick. Coba lihat mataku, apa kematianku ada dalam penglihatanmu?” Liam mendelikkan matanya sambil menatap Erick. “Tidak ada, aku hanya bisa melihat kematian dalam waktu dekat. Syukuri saja nasibmu, setidaknya kau belum mau mati di usia muda.” Balas Erick dengan santainya. “Haish, menyebalkan sekali.” “Ya sudah, aku akan mulai bekerja.” Hari ini tidak ada jam kuliah, maka dari itu Erick langsung pergi ke bengkel sembari dikejar-kejar oleh awak media. Erick mulai mengerjakan tugasnya, ada sekitar lima mobil yang perlu ia tangani dengan beragam masalah masing-masing. Ada yang ingin ganti warna, menambah stiker, cek mesin, ataupun lain-lain. Membutuhkan waktu sekitar Sembilan jam untuk menyelesaikan semuanya, tubuh pemuda itu serasa remuk redam. Erick mengistirahatkan tubuhnya di lantai dingin, wearpack nya sudah terciprat oli ataupun pewarna, wajah tampannya juga terlihat cemong. Pemuda itu merebahkan diri, satu tangannya menjadi tumpuan bantal, pandangan matanya menatap pada langit-langit bengkel. Ia jadi teringat oleh Luisa, apa adiknya sedang menatapnya dari atas surga sana? Bagaimana dengan Luisa, apa gadis itu sudah tidak merasakan sakit lagi? andai saja Erick mempunyai kemampuan ini lebih cepat, maka ia bisa mendeteksi kematian adiknya. “Luisa, kenapa kau harus menyembunyikan penyakitmu dari kakakmu ini? Kau membuatku merasa seperti kakak yang tak berguna.” Erick memang selalu menyesali keterlambatannya dalam mengetahui penyakit sang adik, Luisa tidak pernah membahas penyakitnya sama sekali. Semburat warna oranye di angkasa serta cuitan burung-burung senja mulai terdengar riuh, seiring dengan jarum jam yang menunjukkan pukul lima sore. “Rick, ayo pulang.” Liam sudah mengemasi barang-barangnya. Mendengar seruan Liam membuat Erick tersadar, ternyata ia ketiduran selama kurang lebih satu jam. Ketika memikirkan tentang Luisa, dalam mimpi samar-samar ia bisa melihat adiknya sedang tersenyum cerah padanya, belum sempat mendekati sang adik, suara Liam yang membangunkannya pun terdengar. Erick mengusap wajahnya dengan gusar, rasa rindunya pada sang adik tak bisa dibendung lagi. Buru-buru ia bangkit berdiri, lalu mengambil barang-barangnya dan bergegas keluar dari bengkel. Liam mengunci pintu bengkel, ia yang bertanggung jawab atas bengkel ini. “Aku duluan,” ucap Erick pada Liam. “Ya, hati-hati.” Sahut Liam. Erick mengayuh sepedanya menuju jalan pulang, sementara itu Liam menatap Erick dengan pandangan iba, kasihan melihat hidup Liam yang kesepian. Erick tidak langsung pulang ke rumah, tapi ia berbelok ke g**g kecil menuju pemakaman umum. Ia memarkirkan sepedanya dengan asal, lalu kaki-kakinya menapaki rumput hijau yang membentang luas, di atasnya terdapat batunisan-batunisan yang menjadi penanda bahwa di tempat ini terdapat mayat yang dikuburkan. Pemuda itu mendatangi barisan makam yang menjadi tempat peristirahatan terakhir keluarganya. Mulai dari ujung ada batunisan bernama Paul Swan, disusul oleh Jerryn Swan dan terakhir milik Luisa. Ya, ayah dan ibunya juga dimakamkan di tempat itu dan ketiganya saling berjejeran. Erick hanya berdiri memandangi tiga makam itu dalam diam. Keluarganya sudah berkumpul di langit sana, kini tinggal dirinya sendiri yang hidup di dunia penuh lika-liku ini. Erick menghirup napas dalam-dalam, air matanya sudah kering untuk menangis lagi, sudah cukup air mata yang ia tumpahkan. Ayah, ibu serta adiknya tidak bisa kembali lagi, Erick hanya bisa berharap bahwa ketiganya sudah bahagia di sana. “Luisa, kakakmu sudah melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan orang. Aku senang karena sekarang bisa membantu orang-orang yang membutuhkan, andai kau masih ada di sini, kau tidak akan bisa menyembunyikan penyakitmu dariku.” Erick bergumam sendiri, matanya tidak lepas dari batunisan milik Luisa Swan. “Ayah, Ibu, sekarang Luisa sudah bersama kalian, maafkan Erick karena tidak bisa menjaganya dengan baik.” Erick merasa tenang setelah mengunjungi makam adik serta keluarganya, ia merasa sangat lega. Memang benar, terkadang kerinduan harus dituntaskan dengan pertemuan, meski hanya bisa dengan memandangi makamnya saja. Cahaya petir terlihat berkilat-kilat, Erick mendongak menatap langit yang mulai menggelap karena malam dan juga akan turun hujan tak lama lagi. “Aku pulang dulu, sampai jumpa lagi.” Erick berpamitan pada keluarganya, ia membalikkan badan dan pergi dari sana. Kembali mengayuh sepeda lagi ditengah-tengah kilatan cahaya petir, Erick menikmatinya dengan santai. Jalanan cukup ramai lalu lalang, ada pula yang bergegas karena akan turun hujan. Sesampainya Erick di rumah, hujan deras langsung mengguyur kota itu. Crisibell celingukan melihat rumah sepupunya yang berada tepat di seberang rumahnya, ia merasa penasaran dengan berita Erick yang sudah menyebar ke penjuru masyarakat. Dengan rasa penasaran yang tinggi, Crisibell menggunakan payung untuk datang ke rumah sepupunya. Ting Tong… Ia menekan tombol bel. Erick yang baru saja duduk mengistirahatkan tubuhnya terpaksa bangkit lagi, suara bel memang terdengar samar karena teredam oleh derasnya air hujan. Ia menyingkap gorden jendela untuk melihat siapa yang datang, ternyata adalah sepupunya. Segera Erick membukakan pintu. “Crisibell, masuk lah.” Erick membuka lebar pintu rumah, saat itu pula derasnya hujan langsung menusuk indra pendengarannya. Crisibell meletakkan payungnya di luar rumah, sedangkan ia masuk ke dalam dengan merekatkan jaketnya karena dingin. “Hftt…” Ia menghela napas pelan. “Duduk lah, akan ku buatkan teh panas untukmu.” “Eh tidak perlu, aku ke sini ingin bertanya tentang berita yang baru-baru ini viral.” Crisibell langsung to the point tentang kedatangannya, rasa penasarannya memang amat tinggi. Erick menaikkan sebelah alisnya, Crisibell memang tipe gadis dengan penasaran tinggi, tidak heran jika ia mengorek informasi untuk sekedar melepaskan rasa penasarannya itu. “Ayo lah, Rick. Kau menjadi perbincangan warganet seluruh kota bahkan negara, namamu sedang naik daun karena kau bisa melihat kematian seseorang.” Crisibell mencerca pemuda seumurannya itu, ia tidak sabar mendengar penjelasan Erick. Crisibell merupakan pengguna media sosial aktif, ia mengikuti laman-laman berita agar mendapat informasi terbaru. Betapa terkejutnya ia kala melihat sepupunya menjadi trending topik karena menyelamatkan nyawa seorang kakek pensiunan dari serangan perampok. Erick menatap Crisibell dengan malas, ahh ia malas menjelaskan semuanya dari awal. “Please, kau adalah sepupu terbaikku.” Crisibell menggunakan ekspresi memelas agar bisa melunakkan hati sepupunya itu. “Hahh… baiklah-baiklah, dengarkan dan jangan memotongnya karena aku tidak mau mengulanginya lagi.” Akhirnya Erick pun mengalah saja. Ekspresi Crisibell langsung sumringah, ia bersemangat mendengar kisah super heroic dari sepupunya. “Aku mendapatkan kemampuan spesial ini sekitar dua minggu lalu, sejak saat itu aku bisa melihat kematian seseorang dalam waktu dekat. Kau mendengar berita tentang wanita yang tertabrak kereta di stasiun?” “Iya, aku melihat beritanya.” Balas Crisibell. “Aku juga melihat proses kematian wanita itu kala berpapasan mata dengannya,  tapi saat itu aku terlambat untuk memberitahunya, ia lebih dulu terpeleset jatuh ke area rel dan ditabrak oleh kereta.” “Astaga!” Crisibell menutup mulutnya dengan kaget, ia memang melihat berita wanita korban kecelakaan itu, jadi seperti itu tragedinya. “Kau bisa melihat kapan dan bagaimana dia mati?” tanya Crisibell dengan mata lekat serius. “Ya,” Erick mengangguk. “B-bagaimana bisa itu terjadi? Oh, astaga.” Crisibell sebenarnya tidak mempercayai hal-hal supranatural, tapi pengakuan Erick juga tidak bisa dianggap hoax. “Bisa saja, saat aku bertatapan mata dengan orang yang dekat dengan kematian, maka otakku akan merekam sekelabat bayangan proses kematian orang tersebut.” Balas Erick. “Termasuk dengan Franc si pensiunan itu?” tanya Crisibell lagi. “Ya, aku melihat bahwa akan ada perampok yang ingin membobol rumahnya, dan ia juga akan dibunuh karena tidak mau memberikan password brankas uangnya.” Erick menjelaskan dengan singkat tapi mudah dipahami. “Dan dia percaya begitu saja?” “Tidak, awalnya dia menertawakanku, begitu juga dengan polisi saat aku melaporkannya. Namun, untungnya ada satu kepala polisi yang mau menindak laporanku dan memeriksa ke rumah Tuan Franc.” Crisibell mengangguk-anggukkan kepalanya pelan, akhirnya misteri penasaran dikepalanya sudah terpecahkan. “Omong-omong kau mendapatkan kemampuanmu dari mana?” “Aku tidak sengaja melihat cahaya pendar dari pohon di jalanan, tiba-tiba saja tanganku tertarik ke dalamnya dan entah lah aku juga tidak ingat apa yang terjadi setelahnya, saat terbangun aku sudah berada di lapangan pinggir kota.” Erick mengendikkan bahunya. “Kau menjadi buah bibir seluruh lapisan masyarakat, tadi siang saja aku melihat ada beberapa awak media yang menunggu di luar gerbang rumah ini.” “Ya itulah, aku tidak suka menjadi sumber perbincangan.” Crisibell tiba-tiba ingat dengan beberapa komentar yang ditinggalkan pada berita mengenai Erick, ekspresi wajahnya langsung tegang seketika. “Rick, kau harus berhati-hati mulai sekarang.” “Ada apa, Bell? Jangan membuatku takut,” ujar Erick. “Aku melihat komentar warganet mengenai penelitian tentang manusia-manusia yang memiliki kemampuan istimewa, aku takut jika kau diburu oleh mereka dan dijadikan objek percobaan.” Crisibell tidak mengada-ada, berita tentang objek percobaan peneliti memang sudah beredar sejak dua tahun lalu, tapi mereka belum menemukan ‘kambing’ percobaan yang yang cocok. “Maksudmu? Aku tidak mengerti.” Erick kurang paham dengan penjelasan sepupunya. “Jadi, akhir-akhir ini ada sekelompok peneliti yang ingin meneliti gen manusia yang memiliki kelebihan kemampuan khusus. Aku juga tidak tahu pasti bagaimana sistemnya, akan tetapi mereka mencoba membuat kloning pada objeknya.” Kloning? Pikiran Erick langsung bercabang, sebuah cara untuk membuat salinan manusia dengan sama persis, entah itu dari gen, DNA, ataupun fisik. “Bukankah ada kode etik yang melarang kloning manusia?” tanya Erick pada Crisibell, setahunya ada undang-undang yang melarang kloning pada manusia. “Memang, tapi tentunya ada peneliti-peneliti nakal yang ingin menyukseskan penelitiannya. Jadi, kau harus berhati-hati agar mereka tidak menemukanmu dan kau jangan sampai termakan bujuk rayu mereka. Sebisa mungkin hindari berkomunikasi dengan orang asing, jangan buka identitasmu pada siapapun termasuk awak media sekalipun.” Crisibell memperingati sepupunya dengan panjang lebar, ia tidak mau hal-hal buruk terjadi pada kakak sepupunya itu. Mendengar penuturan Crisibell justru membuat Erick khawatir, ia tidak mau menjadi bahan uji coba! “Oke, terima kasih, Bell. Aku akan meminimalisir komunikasi dengan orang asing.” “Baiklah, aku akan kembali pulang karena rasa penasaranku telah terobati. Gunakan kemampuan mu ini sebaik-baiknya, aku bangga padamu, Kakak sepupu.” Crisibell tertawa pelan. “Iya, pastinya.” jawab Erick dengan anggukan mantap. Crisibell keluar dari rumah Erick, ia melihat bahwa hujan masih deras, mengambil kembali payungnya, Crisibell bergegas lari untuk sampai di rumah. Erick menutup pintu rumahnya, ahh ia jadi mencemaskan perkataan Crisibell. Apa benar ada peneliti semacam itu? tega sekali menggunakan manusia sebagai bahan uji coba. Mengusap wajahnya dengan kasar, Erick berjalan menuju dapur, ia lapar karena hanya siang tadi ia makan dengan roti, selebihnya perutnya belum terisi oleh apapun. Di dapur hanya ada telur dan daging sapi kaleng, ia memasaknya dengan asal, yang terpenting matang dan perutnya terisi. Erick berusaha untuk berpikir positif, semoga saja peneliti semacam itu jauh-jauh darinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN