1. Hari Pertama
Seorang gadis manis berdiri seraya menatap ukiran nama sekolah yang berukuran besar. Ia menengadah dengan senyuman lebar, merasa bangga sekaligus tak menyangka kalau ia akan benar-benar berhasil masuk ke salah satu SMA favorit di kota kelahirannya. Beberapa saat kemudian gadis yang be-name tag Aletha Zea itu kembali melangkah memasuki koridor bersama dengan orang-orang yang juga baru sampai di sana. Seminggu bersekolah di sana membuatnya belum memiliki teman dekat, terlebih karena ia juga sedikit lebih akrab dengan Dinar, yang tidak lain adalah teman sebagkunya. Namun Aletha masih begitu bersyukur karena teman-teman barunya yang lain begitu baik dan bisa menerima kehadirannya.
Tepat ketika kakinya hampir menyentuh pintu, ponsel milik gadis itu bergetar, membuatnya merogoh kantung almamater yang dipakainya untuk membaca sebuah pesan yang masuk. Kedua sudut bibirnya refleks terangkat dan mengetikkan pesan balasan setelahnya.
“Aletha!” Seseorang memanggil tepat ketika ia pesannya dikirimkan.
Aletha menoleh dan melihat dua murid perempuan yang berjalan ke arahnya. Gadis itu tersenyum.
“Kami panggil dari tadi lho, kamu gak nyahut. Pantesan aja, kan lagi sibuk chating sama doi,” salah satu dari gadis itu berujar.
Kedua mata Aletha berkedip dua kali dan tertawa pelan. Sementara Tessa, gadis yang tadi bicara itu kini merangkul bahunya dan mengajaknya ke kelas, diikuti oleh Vanya di belakang.
“Nanti ke kantin bareng lagi, ya,” ajak Tessa setelah ia melepas rangkulan tangannya.
Aletha mengangguk dan ia mengiyakan. Gadis itu menyapa Dinar saat mencapai mejanya.
Ponselnya kembali bergetar dan Aletha kembali mengecek pesan yang diterimanya.
Gadis itu tersenyum, lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku tanpa mengirimkan balasan.
***
Suasana kelas IPA 2 ramai begitu ramai sesaat setelah guru meninggalkan kelas. Beberapa siswa pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah berbunyi meminta jahat. Tak ketinggalan, Aletha beserta Dinar pergi ke kantin. Di susul oleh Tessa dan Vanya, mereka duduk di satu meja yang sama.
“Biologi ada PR gak sih? Aku lupa gak cek buku.” Tessa berujar seraya membuka tutup botol minuman yang baru saja ia beli.
“Ada, soalnya yang di buku paket, kan?” Dinar menyahut.
Kedua pupil mata milik Tessa melebar. “Serius? Yahh gue belom. Mana abis ini biologi, gurunya galak juga. Gimana dong, sekarang gue laper tapi, pengen makan dulu.”
“Ya udah nanti aja kalo abis dari sini ngerjain tugasnya,” ujar Aletha. Ia menggumamkan terima kasih saat pesanannya sudah datang.
“Gak ada waktu, Tha. Guru katanya guru biologi kelas sepuluh itu agak nyeremin, terus suka masuk tepat waktu sehabis bel.” Vanya berujar dengan raut wajah serius.
“Minggu kemarin kan gurunya udah bilang kalo beliau tuh gak suka sama murid yang telat ngumpulin tugas,” sambung Dinar, yang mmebuat Tessa kian terlihat cemas. Ia mendadak takut kena hukum, padahal dia masih terbilang siswa baru di Karangturi.
“Ya udah, kamu bisa kok lihat punyaku. Lain kali kalo ada tugas lagi, kita bisa kerjain bareng-bareng, biar gak ada yang ketinggalan lagi.” Aletha tersenyum simpul dengan salah satu pipi yang penuh.
“Beneran?” Kedua mata Tessa seketika berubah menjadi berbinar sesaat setelah mendengar ucapan Aletha.
Aletha mengangguk. “Lihat aja dulu punyaku. Aku udah ngerjain kok. Nanti kalo ada tugas lagi, enaknya ngerjain bareng-bareng kan, biar gak ada yang ketinggalan atau kena hukuman.
Tessa melirik Vanya selama beberapa saat lalu tersenyum tipis.
“Makasih ya, Aletha.” Tessa berujar dengan semangat.
“Iya. Aku senang bisa bantu kamu, Sa.” Kedua sudut bibir milik Aletha kembali naik dan kedua matanya membentuk sebuah lengkungan berbentuk bulan sabit.
***
“Di dalam sel inangnya, DNA pada virus akan mengalami replikasi menjadi beberapa DNA dan juga akan mengalami transkripsi menjadi mRNA. mRNA kemudiana mengalami translasi untuk menghasilkan protein selubung virus. Masih di dalam sel inang, DNA dan protein virus mengkonstruksikan diri menjadi virus – virus baru. mRNA juga akan membentuk enzim penghancur (Lisozim) sehingga sel inang lisis (hancur) dan virus – virus keluar untuk menginfeksi sel inang lainnya.”
Seorang wanita paruh baya menjelaskan materi di depan kelas dengan beberapa pasag mata yang mengarah padanya. Ada yang benar-benar memperhatikan, ada yang sibuk menguap, bahkan ada yang pura-pura terlihat fokus padahal isi kepala terbang ke mana-mana. Beberapa murid yang sebelumnya tak sempat mengerjakan tugas, termasuk Tessa dan Vanya, kini terlihat santai dengan ponsel di masing-masing tangan.
Mereka yang tadi sempat berkata takut kepada sang guru biologi galak, kini justru terlihat sebaiknya bahkan cenderung melanggar aturan.
Aletha yang tengah memperhatikan penjelasan guru di depan sana pun tanpa sengaja menoleh ke meja tempat Vanya dan Tessa. Meskipun mereka menggunakan sebuah buku sebagai penutup, namun kegiatan mereka mash bisa terlihat dengan jelas .
“Harusnya mereka gak main HP sih. Udah tahu kalo gurunya galak, tapi mereka masih kayak gitu. Dasar.” Aletha menggumam pelan seraya menggelengkan kepala menatapn kelakuan Tessa dan Vanya. Kedua gadis itu seolah tak mengenal rasa takut sama sekali dan tetap enjoy memainkan gawai di tangan.
Lalu tidak lama kemudian, di saat Aletha tengah sibuk mencatat rangkuman materi yang sudah dijelaskan tadi, suara khas Tessa sedikit membuayarkan fokusnya dan membuatnya menoleh ke arah lain, tepatnya ke meja tempat gadis itu. Tessa dan Vanya beranjak dari tempat mereka dan meminta izin ke toilet sebentar. Semula memang taka da yang salah dengan hal itu, namun rupanya Tessa dan Vanya tak kunjung kembali setelah jam pelajaran berakhir, membuat mereka kembali ke kelas beberapa menit setelah sang guru keluar dari sana.
“Pinjem buku catatan punyamu ya, Tha. Gue gak sempet nulis tadi,” ujar Vanya.
Aletha yang semula hendak memasukkan buku catatan miliknya itu terdiam selama beberapa saat lalu mengangguk. “Iya, boleh.” Ia memberikan buku itu pada Vanya.
“Kalian tadi sibuk maen HP pas pelajaran, padahal tadi pas istirahat bilangnya kalian takut juga sama guru biologi. Mana rasa takut kalian?” ujar Aletha. Ia membuang napas seraya menggelengkan kepala pelan, tak habis pikir dengan kelakuan kedua temannya itu.
Tessa dan Vanya hanya menunjukkan cengiran khasnya. Kedua gadis itu lalu mengajak Aletha dan Dinar ke kantin dan membeli beberapa bungkus camilan dan minuman botol dingin. Setelah ini adalah bagian pelajaran matematika, membuat mereka harus sedikit lebih ekstra dalam mempersiapkan tenaga agar otak bisa lebih optimal untuk berpikir nantinya.
Vanya sesekali menggoda Tessa begitu seorang murid laki-laki berjalan memasuki kantin bersama dengan beberapa murid lain.
“Dia siapa?” tanya Aletha pelan.
Vanya terkikih menatap ekspresi di sebelahnya, lalu ia menjawab, “Biasalah, idolanya si Tessa,” ujarnya.
Aletha berkedip dua kali lalu kembali menatap laki-laki tadi yang kini tengah memesan makanan bersama dengan teman-temannya.
“Namanya Regan, kan?” ujar Dinar yang ternyata juga memperhatikan. “Dia dari IPA 1.”
“Oh, ya? Wow.” Aletha berdecak kagum. “Dari penampilannya, siswa bernama Regan itu pasti lelaki yang diidolakan oleh banyak orang, tidak terkecuali guru-guru.