Kana melihat kesungguhan Uwak Ita yang bersimpati terhadap dirinya. Ternyata ada hikmah indah sejak dia berada dalam satu kamar dengan Uwak Ita. Sikap Uwak yang berubah baik dan sayang terhadap dirinya. Uwak Ita tidak pernah lupa memberinya makanan dan minuman sejak dia tidak diperkenankan muncul di tengah-tengah pesta.
"Sudah, Wak. Ke luar aja. Nanti kalo Uwak lama-lama di kamar, Mama malah curiga," ujar Kana sambil bersiap-siap makan.
Uwak Ita bangkit dari duduknya.
"Uwak mau pegang hape?" tanya Kana.
"Nggak perlu. Di luar sibuk, Kana. Mana sempat liat-liat hape," balas Uwak Ita yang sudah berada di depan pintu.
"Enak, Wak. Makasih ya?" ucap Kana lagi.
"Kurang nggak? Kalo kurang Uwak ambil lagi?" canda Uwak Ita.
Kana tertawa kecil. Dia ambil satu potong ayam, memamerkannya ke Uwak Ita, lalu melahapnya dengan wajah riang.
Uwak Ita ke luar dari kamar dan kembali menutup pintu kamar dan menguncinya dari luar. Dia lega dengan ketegaran Kana.
Beberapa saat kemudian, terdengar sorak sorai dari ruang tamu saat ucapan ijab kabul dinyatakan sah. Bukannya sedih karena tidak bisa menyaksikan kakaknya menikah, Kana justru tersenyum senang. Dia doakan kakaknya hidup bahagia dengan laki-laki yang disayangnya.
***
Pesta pernikahan Yuna berlangsung sukses dan diberi pujian tetangga sekitar dan tamu-tamu. Tidak ada insiden atau kejadian yang tidak mengenakkan selama pesta organ tunggal. Perasaan Asih senang dan bangga dengan semua pihak yang mendukung pesta pernikahan anak tercantiknya. Asih bahagia mendengar puja puji para tamu undangan terhadap kecantikan Yuna saat bersanding. Mereka juga memuji sang mempelai pria yang gagah bak artis India. Maklum, mendiang Ayah Raka berasal dari India.
"Mama mendoakan kamu selalu bahagia dalam berumah tangga. Mama nggak mau nasib rumah tangga kamu kayak rumah tangga Mama. Nurut sama suami selama dia di jalan yang benar. Kalo ada masalah, dirembuk bersama," begitu nasihat Asih saat akad nikah baru saja selesai. Doa yang sama untuk Yuna dari ayahnya.
Yuna sangat bahagia di hari pernikahannya. Hampir semua temannya menghadiri dan mendukungnya. Yuna memiliki banyak teman karena ramah dan royal. Asih sangat memanjakan Yuna dengan memberinya uang jajan yang banyak, sehingga Yuna sering menraktir teman-teman di sekolah.
Dua hari setelah pernikahan Yuna dan Raka, Kana masih saja menghabiskan waktunya di dalam kamar Uwak Ita. Saat haus dan lapar, Uwak Ita membawakan makanan dan minuman ke dalam kamar untuk Kana. Kana sebisa mungkin menuju dapur dan kamar mandi saat keadaan benar-benar sepi. Uwak Ita dipesan oleh Asih, Kana belum diperbolehkan ke luar kamar, karena mama Raka masih menginap di rumah Asih.
"Besok Mulyani pulang ke Bekasi. Bilang ke Kana dia boleh ke luar dari kamar. Tapi jangan sering-sering ke ruang tamu," pesan Asih ke Uwak Ita. "Kalo mau jajan, lewat belakang saja."
Uwak ita hela napas panjang. Asih sungguh keterlaluan.
"Kamu kok tega," desah Uwak Ita penuh sesal.
"Aku harus bagaimana, Wak? Bertahun-tahun aku dihina teman-temanku karena punya anak jelek."
"Trus mau kamu Kana harus gimana? Ke luar dari rumah ini? Kamu saja belum mau dia pergi bekerja jauh dari rumah. Masih mau uangnya dan dia tidak boleh ke mana-mana," ujar Uwak Ita. Dia sudah tahu rencana Asih yang akan mempekerjakan Kana. Kana juga bercerita kepadanya rencana mamanya yang akan mengambil gajinya setiap bulan. Kana belum cukup umur, sehingga gaji yang dia terima juga tidak besar.
Asih menghela napas jengkel. Dia jengah dengan sikap Uwak Ita yang berubah membela Kana.
"Baik. Aku akan bilang ke Kana. Jangan khawatir. Anakmu yang jelek itu sangat penurut," desis Uwak Ita.
"Ingat, Wak. Katanya mau bekerja dan bergaji satu juta," ungkit Asih seolah mengancam.
Uwak Ita diam saja. Rasanya dia ingin ke luar dari rumah Asih. Apalagi sekarang sudah ada anggota baru, suami Yuna. Suasana rumah pasti akan berubah setelahnya. Uwak Ita saja mulai sungkan jika Raka ke dapur atau mau ke kamar mandi, karena harus melewati kamarnya. Uwak Ita harus terbiasa dengan suasana baru. Uwak Ita jadi membenarkan pendapat Kana bahwa sebaiknya Yuna meneruskan kuliah di kota dengan jalur beasiswa. Toh nilai Yuna sangat baik dan termasuk tertinggi di sekolahnya.
***
Hidup Kana sungguh berubah sekarang. Dia sendiri bingung menjalani hari-harinya ke depan. Meskipun Mulyani, Mama Raka sudah kembali ke Bekasi, Kana tetap saja tidak disarankan untuk sering-sering ke luar dari kamarnya, apalagi ke ruang tamu. Mamanya menyuruhnya agar tetap di belakang saja bersama Uwak Ita. Jika ingin ke luar rumah, Kana harus lewat belakang. Jika tidak, Mama akan marah besar.
Kana pasrah. Dia menurut saja.
Sebenarnya, Kana ingin sekali meneruskan sekolahnya. Tapi mamanya tidak menghendakinya bersekolah. Asih pikir percuma menyekolahkan Kana, karena sekolah tidak akan menjamin masa depan Kana. Kana sebaiknya bekerja saja dan dia bisa mendapatkan uang. Mau kerja kantoran kalo lulus sekolah? Mana ada yang nerima kamu gendut item jelek begini. Mending bantu-bantu bersih-bersih aja di rumah orang. Kamu kan rajin bersih-bersih, begitu ungkap mamanya.
Asih menganggap bahwa Kana adalah beban hidupnya. Jadi sebaiknya 'diuangkan' saja sedari sekarang. Toh, siapa yang mau menghendaki atau ingin menikahi Kana nanti? Tidak akan ada, karena dia buruk rupa. Kana tentu akan selama-lamanya hidup dengan dirinya dan terus menjadi beban pikiran. Asih pikir keadaan Kana sekarang sebaiknya dimanfaatkan saja. Kana juga tidak pernah menolak permintaannya.
Dan Kana tidak tahu jalan pikiran mamanya yang sebenarnya. Meski dia sadari mamanya tidak pernah menyukainya, Kana tidak pernah berpikir menentangnya. Kana malah berharap dengan dia bekerja dan menghasilkan uang, sikap mamanya akan berubah menyayanginya.
Kana memang sabar. Dia pun tidak pernah iri dengan keberuntungan yang dimiliki kakaknya. Kana justru senang dan bahagia jika kakaknya mendapatkan kebahagiaan.
"Jadi besok kamu mulai kerja, Kana?" tanya Uwak Ita ketika Kana sedang membereskan tempat tidurnya.
"Iya, Wak. Aku diterima kerja di warteg pasar. Di sana lagi butuh tukang bersih-bersih dapur dan WC."
"Oh."
Uwak Ita amati wajah Kana yang tampak tidak semangat.
"Yang sabar, Kana."
"Aku justru senang. Setidaknya aku pasti akan punya pengalaman baru ... juga teman baru."
Uwak hela napas panjang. Dia tidak yakin ada yang mau berteman dengan Kana. Di sekolah saja Kana selalu sendiri. Anak-anak tetangga juga tidak ada yang mau bermain dengannya. Tapi Kana tidak pernah sedih atau menangisi keadaannya.
"Kalo nggak ada temen?" tanya Uwak Ita hati-hati.
"Ya nggak papa. Aku biasa nggak punya temen kok. Teman aku Uwak Ita," tanggap Kana santai.
Uwak Ita tertawa kecil.
"Uwak kok temen. Uwak ini orang tua kamu juga, Kana."
"Yah ... temen jugalah," kekeh Kana dengan senyum manisnya.
Uwak Ita terpana melihat senyum manis Kana. Matanya tersita ke gigi Kana yang sangat rapi lagi bersih.
Bersambung