Fitnah itu Masih Ada

1089 Kata
Kana tidak terlalu memikirkan fitnah mamanya yang mengatakan bahwa dirinya kabur dan menikah diam-diam di Jakarta. Kana memahami alasan mamanya mengatakan demikian ke orang-orang di kampung, jika ditanya perihal dirinya. Mamanya ingin agar orang-orang memaklumi kepergian Kana dari rumah dan membenarkan sikapnya yang tidak perlu mengharapkan Kana kembali ke kampung halamannya. Kana sedih sekali, mamanya benar-benar melupakannya dan tidak mengharapkannya sama sekali. Kana menyibukkan diri dengan kuliah dan mengajar saja. Dia tidak mau melihat ke belakang dan mengingat seluruh peristiwa yang membuatnya sedih yang sudah dia lewati. "Duh, Teh Kana. Ini mah namanya babysitter, bukan guru privat," decak Bu Rina, salah satu ART Bu Kintan. Dia menegur Kana yang sedang membuatkan bubur ayam instan kesukaan Diva. Sementara Diva meringkuk di belakang punggung Kana. Diva sedang ngambek tidak mau belajar karena mamanya lupa membelikannya boneka barbie keluaran terbaru yang dia pesan sejak dua minggu lalu. "Biarin, Bu Rina. Yang penting Diva nggak rewel. Diva udah janji mau belajar kok," balas Kana sambil menepuk-nepuk tangan Diva yang melingkar di lehernya. "Kasihan Teh Kana, Non. Punggungnya nanti sakit, ntar besok nggak bisa ngajar," ujar Bu Rina ke Diva. Dia tepuk-tepuk punggung Diva pelan. Diva memejamkan matanya sejenak dengan wajah cemberut. "Teh Kana tuh kuat, Bu Rina. Kan gendut. Gede lagi." Bu Rina tertawa kecil mendengar celoteh Diva. Kana juga tertawa. Beberapa saat kemudian, bubur instan sudah siap disantap. Kana siap-siap menurunkan tubuh Diva. Diva merengek ingin dipangku dan disuapi Kana. Dia memang sangat manja bersama Kana. Bagusnya, dia mau mendengar nasihat baik dari Kana. "Iya. Di sofa depan? Janji nggak tumpah ya? Trus?" "Belajar." Kana senang Diva akan menepati janjinya. Dia bimbing Diva menuju sofa ruang tengah. Dia pangku Diva dan menyuapinya bubur yang sudah tidak panas lagi. Tampak Bu Rina geleng-geleng kepala melihat Kana dan Diva yang begitu dekat. Diva anak Bu Kintan satu-satunya. Bu Kintan dan suaminya adalah pekerja keras yang sangat sibuk, sehingga Diva kurang diperhatikan. Dan sore itu Diva benar-benar mau belajar setelah menghabiskan bubur ayamnya. Diva memang sangat manja dengan Kana, namun Kana tetap tidak lupa mengajarnya lebih mandiri. Diva sudah bisa mandi sendiri. Sebelumnya, Bu Rinalah yang memandikannya. Kini Bu Rina senang dan tenang karena pekerjaannya lebih ringan dan tidak lagi mendengar rengek atau tangisan Diva yang hampir terdengar di setiap harinya. *** Sore Minggu ini Kana diundang Ryan ke rumah pamannya di daerah Cilandak. Ryan akan pulang ke Serang karena keluarganya sedang mengadakan hajatan keluarga besar. Kana menitipkan sejumlah uang ke Ryan untuk diberikan ke mamanya sebesar lima juta. Kana juga ingin Ryan menyampaikan keinginannya untuk berjumpa mamanya di kampung, jika mamanya masih berkenan bertemu. Kana senang berkenalan dengan Paman Ryan yang merupakan sosok yang sangat penting di Kejaksaan. Meski tidak lama bercakap-cakap, namun pertemuan dengan Pak Randu tersebut sangat berkesan bagi Kana. Obrolan dengan Pak Randu sarat akan nasihat yang baik dalam bersikap serta penuh dukungan. Pak Randu memuji Kana yang sanggup kuliah dan bekerja sekaligus serta rajin menabung sehingga dia tidak lagi bergantung kepada orang tua. "Sering-sering main ke sini, Kana. Om juga minta tolong jangan bosan menasihati Ryan. Dia ini kalo sudah bertemu Celine, lupa segala-galanya, sampai lupa mandi," ujar Pak Randu yang siap-siap akan pergi bersama istri dan dua anak lelakinya yang masih berusia di bawah sepuluh tahun. Kana tergelak mendengar candaan Pak Randu. Sementara Ryan senyum-senyum malu disinggung pamannya. Sebenarnya hubungan Ryan dan Celine sudah disetujui seluruh keluarga besar masing-masing pihak, karena orang tua Celine adalah rekan kerja paman Ryan di Kepolisian. Pak Randu dan Papa Celine sering bekerja sama dalam menangani beragam kasus, khususnya dalam tindakan pidana kejahatan. Namun, tetap saja semua pihak sepakat bahwa Ryan dan Celine harus pandai menjaga diri menjelang pernikahan. *** Sudah dua hari Ryan berada di rumah orangtuanya di Serang. Ryan berencana menghabiskan waktu satu minggu di rumahnya. Hari ini dia melihat Mama Kana bekerja di rumah tantenya yang berada tepat di sebelah rumah orang tuanya. Ryan mencoba menegurnya sebelum memberi titipan Kana untuknya. Bukan main terkejut Asih saat mendengar pengakuan Ryan bahwa dirinya bertemu dengan Kana. Lebih terkejut lagi saat Ryan menceritakan bahwa Kana juga kuliah di tempat yang sama dengannya di Jakarta. Tapi tampaknya Asih masih menyimpan kekesalan terhadap anak keduanya tersebut. Tidak ada sama sekali kebanggaan yang tersirat dari ekspresi wajahnya mengenai kabar Kana sekarang. "Jadi Tante bohong dong soal Kana. Dia bilang dia nggak menikah diam-diam seperti yang Tante ceritakan ke orang-orang di sini," ujar Ryan. Asih tampak gusar. "Dia bekerja di warteg, lalu bekerja di panti jompo, mengumpulkan uang untuk sekolah ... dan sekarang kuliah sama sepertiku," ujar Ryan lagi. Dia amati wajah Asih yang masih terlihat tidak terima disebut pembohong oleh Ryan. "Kamu tau apa? Coba kamu pikir kenapa dia nggak berani menunjukkan dirinya ke sini lagi." Ryan mengernyitkan dahinya. Dia tidak habis pikir bahwa Mama Kana ini sangat tidak menyukai putri kandungnya. "Tante masih menyutupi aib yang sebenarnya," desis Asih pelan. Ryan mendelik heran. "Dia telah menggoda suami kakaknya di awal-awal pernikahan. Dia memaksa mencumbu suami kakaknya, hingga dia nekad melukai suami kakaknya. Dia begitu genit di usianya yang masih sangat muda. Dia sangat iri dengan keberuntungan kakaknya. Maka itu Tante usir dia dari rumah karena tidak ada tempat bagi pengganggu rumah tangga orang di rumah Tante," lanjut Asih dengan nada tertahan. "Luka itu masih membekas hingga sekarang, Ryan. Kamu bisa tanyakan ke Raka atau Yuna. Kamu masih bisa lihat luka itu sebagai bukti keburukan Kana." Mendengar ucapan Asih yang memojokkan Kana, Ryan pun mengurungkan memberi Asih uang titipan Kana. Ryan yakin titipan Kana akan ditolak mentah-mentah mamanya. Ryan tidak begitu saja mempercayai cerita Asih. Dia juga tidak mau melihat luka di lengan Raka yang dimaksud Mama Kana tersebut. Asih bahkan hampir memaksanya ke warung makan milik Yuna dan suaminya di pasar dan menanyakan alasan Kana yang tidak berani kembali lagi ke kampung halamannya. Ryan masih ingin mendengar penjelasan dari Kana. *** Kana tercenung cukup lama setelah Ryan menceritakan tentang pertemuannya dengan mamanya. Kana tidak mengerti kenapa mamanya begitu membencinya. Sepertinya kebencian mamanya terhadap dirinya tidak bisa surut dan malah mendarah daging. Meskipun Ryan menceritakan bahwa dirinya sudah berkuliah dan memiliki kehidupan yang lebih baik, mamanya tetap tidak menginginkan bertemu dengannya. Kana hela napas pasrah saat Ryan mempertanyakan soal dirinya yang disebut melecehkan suami Kak Yuna suatu malam. "Yang sebenarnya terjadi adalah justru Raka yang memaksa memeluk dan menciumku di kamar Uwak Ita. Dia yang mengancamku dengan pisau. Aku tau aku tidak menarik, Ryan ... dan orang-orang pasti tidak akan mempercayaiku karena berpikir mana mungkin Raka tertarik dengan aku yang ... kamu tau. Aku tidak cantik." Kana menelan ludah kelu. Dia pasrah seandainya Ryan tidak mempercayainya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN