Bab 4-Gebetan Aldi

683 Kata
Di tengah hiruk-pikuk salah satu klub malam eksklusif di Jakarta, suasana terasa ramai dan penuh gairah. Lampu warna-warni berkedip-kedip diiringi dentuman musik dari DJ, menciptakan suasana semarak. Di berbagai sudut, terlihat pasangan muda saling mendekat, ada yang berdansa dengan menggoda, sementara yang lain bahkan tak segan berbagi ciuman panas di tempat umum. Asap rokok mengepul memenuhi ruangan, berpadu dengan aroma parfum mahal. Di tengah suasana meriah itu, Kevin melangkah menuju ruangan VVIP. Di sana, sahabat-sahabatnya—Rikki, Leon, dan Aldi—sudah menunggunya. Begitu Kevin masuk, ketiganya menyambut hangat dengan jabat tangan yang erat dan sentuhan bahu, khas pertemuan mereka yang maskulin. "What's up, bro!" Aldi menyapa dengan semangat. "Akhirnya formasi F4 lengkap lagi! Haha!" kenangnya pada masa-masa SMA mereka. Dulu, mereka berempat dijuluki "F4," sama seperti kelompok populer dari serial drama. Selain wajah yang rupawan, kulit bersih, dan tubuh atletis, mereka juga berasal dari keluarga terpandang di dunia bisnis Indonesia. Di sekolah, popularitas mereka tak tertandingi. "Semua baik, Bro!" balas Kevin sambil tersenyum, merasa nyaman bertemu sahabat-sahabatnya setelah sekian lama. Kejadian-kejadian yang mengganggu pikirannya tadi sore perlahan-lahan memudar. "Mau minum apa, Vin?" tanya Rikki, mempersilakan Kevin. “Cola aja, Bro, besok hari pertama di kantor,” jawab Kevin tenang, memilih untuk tidak minum alkohol malam itu. “Oh, berarti lo yang bakal ngurus Mall XXX sekarang, ya?” tanya Leon, tertarik dengan perkembangan terbaru Kevin. Kevin mengangguk. “Ya, begitu. Bokap minta aku balik ke Jakarta buat handle perusahaan. Katanya sudah mau pensiun.” "Wah, berarti sekarang bakal sering ketemu si Aldi, nih!” ledek Leon ke arah Aldi, yang mengelola beberapa butik merek ternama di mal yang sama. Kevin tertawa kecil mendengar itu. "Hmm… jadi si Aldi langsung kontrol ke butiknya sendiri, ya?" tanyanya bercanda, merasa penasaran. Leon terkekeh. “Iya, soalnya ada gebetan baru di sana. Biasalah, target lagi, nih si Aldi.” Kevin terdiam sejenak. Pikirannya langsung teringat Eliza, gadis yang tadi siang dilihatnya bersama Aldi. “Gebetan yang dimaksud itu… Eliza, kan?” batinnya sambil mengamati ekspresi Aldi. Rikki tertawa mendengar cerita Leon. "Tumben nih, lama amat ngedeketin satu cewek? Biasanya langsung dapat, ya?" ejeknya. Aldi hanya menggelengkan kepala, tampak kesal karena tak bisa mengelak. “Nih cewek beda, Bro. Barang branded gak mempan, digombalin juga susah. Biasanya kasih barang mewah langsung bisa dibawa ngamar!” Rikki menimpali dengan tawa. “Makanya susah, karena lo lagi ngejar yang orisinil!” "Orisinil?" tanya Kevin penasaran, makin ingin tahu siapa yang mereka bicarakan. Dari nada mereka, ia hampir yakin itu adalah Eliza. “Yoi, Bro! Katanya nih cewek masih perawan. Makanya susah,” jawab Leon sambil menggeleng, merasa Aldi terlalu terobsesi. Kevin terdiam, mengingat kejadian sore tadi. “Ah, siapa tahu dia cuma jual mahal,” ucap Kevin, berusaha menyembunyikan ketertarikannya yang mulai muncul sejak bertemu Eliza. Rikki tiba-tiba mengalihkan topik. "By the way, Bro, lo bagaimana dengan Liliana?” Kevin langsung terdiam, suasananya berubah canggung. Leon, yang tahu bagaimana kejamnya masa lalu Kevin dengan Liliana, segera menyikut Rikki, memberi isyarat untuk diam. “Mati gue…” batin Rikki, merasa bersalah karena menyinggung topik sensitif. "Aku cabut dulu, ya," Kevin mendadak berdiri, tak ingin mengingat masa lalunya yang penuh kekecewaan dengan Liliana. Ia tahu, membahas Liliana hanya akan membuka luka yang belum sepenuhnya sembuh. Rikki, Aldi, dan Leon saling berpandangan, merasa bersalah. "Lo sih, Rik, pake nyebut-nyebut Liliana segala!” omel Leon sambil mengusap rambutnya dengan frustasi. Bagaimanapun, ia paling tahu bagaimana Kevin terluka oleh mantan kekasihnya itu. Liliana, wanita yang Kevin dulu sayangi sepenuh hati dan hormati, akhirnya menghancurkan kepercayaannya. Kevin yang dulu menjaga hubungannya, memastikan mereka tidak melampaui batas, mendapati Liliana ternyata mengkhianatinya demi pria lain. Hubungan yang semula dihiasi komitmen dan rasa hormat hancur berkeping, meninggalkan rasa sakit yang dalam. Rikki hanya mengangkat bahu dengan ekspresi polos. “Yah, maaf, Bro! Lupa eike,” ucapnya sekenanya, berusaha mencairkan suasana. Leon dan Aldi saling menatap, lalu memukul bahu Rikki sambil tertawa kecil. Mereka memang kocak, tapi persahabatan ini selalu bisa melengkapi satu sama lain. Rikki, si cuek dan humoris. Leon, bijak dan berempati. Aldi, sang playboy yang penuh pesona. Kevin, sosok dingin dan pendiam, tapi setia pada sahabat-sahabatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN