Bab 3-Ternyata Sama Saja

724 Kata
Eliza menguap lebar, rasa kantuk sudah mendominasi pikirannya setelah seharian melayani pelanggan yang membludak. Hari Minggu memang selalu menjadi hari yang sibuk, dan malam ini dia berencana untuk menginap di apartemen Dina, sepupunya. Sebelum meninggalkan butik, Eliza menelpon Mamanya untuk meminta izin, "Mam, malam ini Eli mau nginap di tempat Dina, boleh ya? Tadi Dina minta bawakan beberapa pakaian ke apartemennya.” "Baik, nak. Hati-hati di jalan, ya," balas Mama lembut. Eliza memastikan butiknya sudah rapi, lalu mengambil beberapa pakaian pesanan Dina dan persediaan untuk dirinya sendiri. Selesai itu, ia mampir ke toko roti favorit untuk membeli cemilan untuk mereka berdua. Dalam perjalanan menuju basement, tak sengaja Eliza melihat Kevin juga tengah masuk ke mobilnya. --- Setiba di basement apartemen, Eliza bertemu lagi dengan Kevin, kali ini di depan lift. Kevin baru saja akan naik ke apartemennya, sementara Eliza hendak menuju unit Dina dan Reno, sepupunya. "Ehh, Om Kevin!" sapa Eliza ceria saat melihat sosok pria itu di depannya. Kevin tersenyum, "Hai, tinggal di sini juga?" "Nggak, Om. Aku cuma mau ketemu kakak," jawab Eliza, mencoba menjawab ringan. “Hm, kakak… atau ‘kakak’?” pikir Kevin, mencoba menebak-nebak siapa sosok yang hendak ditemui Eliza. Namun, ia hanya menanggapinya dengan anggukan kecil. Sesaat kemudian, pintu lift berbunyi, keduanya keluar bersamaan menuju lorong yang sama. "Mau ke unit mana?" tanya Kevin penasaran ketika mereka tiba di lantai yang sama, yang hanya terdiri dari tiga unit, satu miliknya, dan dua lainnya yang berhadapan langsung. Eliza menunjuk ke salah satu unit di seberang. "Yang di sana, Om." “Oh, begitu…” jawab Kevin sambil mengangguk. “Oh iya, jangan panggil Om, dong. Berasa tua banget!” protes Kevin, sedikit jengah. "Hehe, lalu mau dipanggil apa?" goda Eliza sambil meletakkan jarinya di dagu dengan gaya berpikir, lalu berkata iseng, “Uncle Kevin?” Kevin tertawa kecil dan tanpa berpikir panjang, mencubit pipi Eliza dengan gemas. "Gimana kalau Kak Kevin aja, sama kayak Angel?" balasnya, akhirnya melepaskan cubitan di pipi Eliza. “Baiklah, Kak Kevin,” Eliza tersenyum kecil, merasa canggung, namun tak menyangka ketika tiba-tiba Kevin mendekat dan mendaratkan kecupan ringan di pipinya. “K-Kak…?” suara Eliza tercekat, wajahnya merah karena kaget. Ia pun buru-buru melangkah mundur, sementara detak jantungnya terasa kacau balau. Dalam keadaan syok, Eliza memencet bel apartemen Dina dan Reno. Saat pintu terbuka, Reno, suami Dina, menyambutnya dengan hangat, memberikan cium pipi kanan dan kiri, lalu merangkul bahunya mengajaknya masuk. Melihat pemandangan itu, Kevin merasa cemburu tanpa alasan yang jelas. "s**t! Kenapa aku berharap lebih?” Kevin berujar pada dirinya sendiri, menarik napas panjang dan melangkah masuk ke apartemennya sendiri, mencoba menekan perasaan aneh yang mengganggu pikirannya. --- “Kak Reno, Dina!” Eliza menyapa hangat keduanya, langsung mencium pipi Dina, sepupunya. "Hai, sayang!" sambut Dina sambil memeluk Eliza. “Itu ada roti abon favorit Kak Reno dan kamu. Oh, dan ini pakaian pesanan kamu, beb,” ujar Eliza, menaruh paper bag di meja. “Ya ampun, kamu tahu aja kesukaan Kakak, ya! Thank you, Eli sayang!” Dina meraih Eliza dengan pelukan lagi. “Welcome, beb! Aku ke kamar dulu, ya, mau bersih-bersih dulu,” ujar Eliza dengan ekspresi sedikit canggung, masih teringat kejadian di lift tadi. Sesampainya di kamar tamu, Eliza melemparkan dirinya ke kasur, memegangi pipinya yang sempat dikecup Kevin. “Astaga, apa-apaan tadi? Ngapain coba Kak Kevin pake nyium-nyium segala?!” gerutunya, merasa campur aduk. Setelah beberapa saat menggerutu, akhirnya Eliza berusaha menenangkan diri dan masuk ke kamar mandi, berendam di air hangat untuk menghilangkan rasa penat dan rileks dari kejadian yang mengejutkan. “Sudah, Eliza…anggap aja cuma kebetulan,” batinnya, berusaha menenangkan diri, meskipun perasaan canggung dan jantungnya yang berdebar belum sepenuhnya hilang. --- Sementara itu, Kevin tengah bersiap-siap di apartemennya. Setelah seharian mengelilingi mal untuk mengamati kondisi bisnis yang akan ia pimpin, ia memutuskan untuk bertemu dengan sahabat-sahabatnya di klub milik Aldi. Ponselnya bergetar, menandakan panggilan masuk. "Bro, aku udah otw ke klub Aldi. Lo jadi ikut, kan?” suara Rikki, salah satu sahabatnya, terdengar di seberang. "Tentu, Bro. Gue juga baru mau jalan,” balas Kevin, tersenyum kecil sambil memandangi pakaian yang ia kenakan. Kevin menutup panggilan, mengenakan jaketnya, lalu melangkah keluar dengan perasaan bergejolak. Di satu sisi, ia terganggu oleh pertemuannya dengan Eliza yang entah kenapa meninggalkan kesan mendalam, sementara di sisi lain, ia berusaha menutup perasaan itu dan menganggapnya tak lebih dari sebuah ketertarikan sesaat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN