BAB 4

1285 Kata
Bima  menatap Gista yang sudah menunggunya di dekat meja pantri. Bima lalu duduk di kursi dan menatap hidangan yang tersaji di sana. Bima melirik jam menggantung didinding menunjukkan pukul 20.01 menit. "Malam ini kita enggak kemana-mana nih?," Tanya Bima, ia meneguk air mineral yang sudah di sediakan oleh Gista. "Mau kemana emangnya," ucap Gista, ia mengambil potongan iga, yang menggugah selera makannya dari tadi. Bima mengedikkan bahu, "Gue terserah lo aja deh, Colosseum, Skye, atau nonton juga boleh," Bima mengunyah daging iga itu. "Lo enggak capek," "Sedikit," "Kalau capek enggak usah lah, kita istirahat aja," ucap Gista, ia hanya tidak ingin Bima sakit. Bima tersenyum menatap Gista, ia masih ingin mengajak Gista jalan-jalan, lagian besok juga mereka libur, pulang pagi juga mereka sudah biasa, "Kita nonton midnight aja yuk," "Enggak ada film bagus," ucap Gista ia masih menikmati makannya. "Film apa aja lah, yang penting nonton," ucap Bima, ia menatap layar persegi itu, dan mencari film dan membeli tiket lewat layanan ponsel. "Film apaan," "Kembang kantil," "Gila lo ya, horor gitu. Gue enggak mau, yang biasa-biasa ajalah," "Yaudah Rampage," ucap Bima, ia memesan dua tiket, ia melirik Gista, yang sudah menyudahi makannya. "Oke," "Tadi di bank gue ketemu Merry," ucap Bima. "Owh ya, apa katanya," "Dia mau balikkan lagi sama gue, dia belum terima atas keputusan gue" ucap Bima. "Kapan lo ketemu dia?" "Di kantor dia, kan tadi gue ke bank," "Lo sih, main putus aja, dia cinta banget tuh sama lo," Gista menegakkan tubuhnya berjalan munuju wastafel. "Tapi gue enggak cinta sama dia, Gis," Bima menyudahi makannya, ia lalu meletakkan piring itu di wastafel. "Ya terserah lo lagi sih," Bima mencuci tangannya dan melirik Gista, yang sedang mencuci piring. Bima melangkah menjauhi Gista dan berjalan menuju tempat tidur. Ia membaringkan tubuhnya di sana. Rasanya begitu nyaman, dengan kasur empuk ini. Andai si cantik itu mengijinkan tidur di kasur empuk ini, ia pasti sudah membuat wanita itu hamil. Gista berjalan mendekati Bima yang terlentang di tempat tidur. Gista bertolak pinggang menatap Bima. "Tampat tidur lo di sana Bim," "Sebentar aja," ucap Bima, ia menatap Gista. Bima menggeser tubuhnya dan menepuk bantal. "Sini dong," ucap Bima, menyuruh Gista tidur di sampingnya. Gista menarik nafas, ia lalu membaringkan di samping Bima. Ia dapat merasakan harum jasmine dari tubuh Bima, karena laki-laki itu memakai perlengkapan mandinya. Bima tersenyum penuh arti, ia dapat menyentuh kulit lembut Gista. "Kita seperti ini udah berapa lama sih?," Tanya Bima. "Dua tahunan lah," ucap Gista, ia memiringkan tubuhnya dan menatap Bima. Gista menelan ludah, karena ia merasakan sentuhan hangat dari tubuh laki-laki itu. "Udah lama juga ya," "Lumayan," "Gue mau resign," ucap Bima. Gista mengerutkan dahi, "Resign, Serius?," "Rencananya sih gitu," "Alasan lo apa mau resign, gaji lo 26 juta sebulan, siapa yang mau kasik sebanyak itu, belum yang lainnya," ucap Gista, "Kerjaan gue juga banyak, kalau enggak ada gue, enggak jalan tu perusahaan. Gue yang hendel semua, wajarlah sepadan dengan kerja keras gue," "Terus kenapa lo mau resign, nanti lo kerja apa Bim," "Mau buka usaha," "Usaha apa?," "Pengennya sih usaha kuliner di Bali, itu rencana gue masih. Tapi liat nanti lah, belum pasti juga," ucap Bima, ia mengelus rambut Gista secara perlahan, ia mengecup puncak kepala itu. "Kalau masih rencana, nanti ajalah masa lo ninggalin gue sendiri di sini," "Ya gue bawa lo  ke Bali, enggak mungkin gue ninggalin lo sendiri," Bima lalu menarik tubuh Gista semakin merapat ke arahnya. Gista menyentuh tubuh hangat Bima. Tubuhnya begitu bidang lengan kokoh itu begitu keren menurutnya, terlebih perutnya rata. "Seru ya di Bali, sampe lo mau ngorbanin karir lo di sini," Bima tersenyum dan mengecup kepala itu sekilas, "Seru banget malah, mungkin kebawaan aku lahir dan dibesarkan di sana," "Terus gue mau tau, tradisi Bali itu kan banyak banget ya," Bima tersenyum, ia mengelus punggung ramping itu, "Iya, banyak," "Emang ada apa," Tanya Gista penasaran. "Ada ngaben, melasti, saraswati,  omed-omedan, makare-kare, banyak enggak bisa gue jelasin satu-satu," "Terus," "Dulu gue pernah ikut omed-omedan, kebetulan ibu gue Banjar Kaja. Omde itu artinya tarik, saling tarik menarik untuk saling cium pipi gitu," "Kok gitu," ucap Gista, ia menatap Bima. "Waktu itu gue yang di angkat, gue juga enggak kenal siapa itu cewek. Ya sebagai laki-laki gue cium aja," "Lo dong yang untung," Bima lalu tertawa, "Dia dong yang hoki, secara di cium gue, keren kayak gini," "Itu maunya lo, terus," "Tujuannya untuk meningkatkan silaturrahmi, kegembiraan bersama, serta menolak bala, dan mala petaka bagi masyarakat. Itu udah lama kok, waktu gue masih muda, seru pokoknya. Acara itu di lakukan setelah  sehari perayaan hari raya nyepi," "Gue mau," Alis Bima terangkat, "Mau di cium," "Ih bukan, mau ke Bali maksud gue, habisnya lo akhir-akhir ini suka bener bahas Bali," "Namanya juga rindu kampung halaman," "Kalau rindu, yaudah pulang," "Ya pulangnya sambil bawa lo," Bima mengetatkan pelukkanya, ia mengecup kepala Gista, "Gue ngantuk," "Yaudah tidur," ucap Gista, membalas pelukkan Bima. "Eh, kita enggak jadi kita nonton," "Udahlah lupain aja, Gue ngantuk mau tidur," "Kan sayang tiketnya udah di beli juga," timpal Gista. "Udahlah enggak apa-apa, yang penting tidur dulu, besok juga bisa nonton seharian," "Tapi lo tidur di bawah," "Sekali-kali lah tidur di sini, tega bener nyuruh tidur di bawah terus," "Tapi ...," "Sekali aja," Bima lalu memejamkan matanya, hari ini ia memang cukup lelah, hingga ingin memejamkan matanya sejenak, melupakan urusan dunia. Kini ia akan tidur sambil memeluk bidadari surga. *** "Saya enggak suka kamu terlalu dekat dengan saya. Kita tidak lebih dari rekan kerja, pulang lah," ucap Rey, menatap Mimi dekat daun pintu. "Tapi Rey," "Kamu ingin saya pecat," ancam Rey, ia tidak terlalu suka Mimi sudah mulai agresif seperti ini kepadanya. "Saya cinta sama kamu Rey," ucap Mimi. "Tapi saya enggak, apalagi wanita seperti kamu, kalau kamu masih mengikuti saya seperti ini lagi. Saya akan memecat kamu, mengerti !," ucap Rey, lalu membanting pintu.  Rey tidak habis pikir dengan prilaku Mimi yang sudah kelewat batas, datang malam-malam seperti ini. Mungkin wanita itu pikir, ia memerlukan teman tidur. Ia tidak sembarangan tidur dengan wanita, kecuali benar-benar bersih. Rey mengambil air mineral dinakas, ia teguk air mineral itu secara perlahan. Ia lalu berjalan menuju tempat tidur, dan membaringkan tubuhnya di sana. Ia mengambil ponsel di nakas, ia memang tidak terlalu aktif dengan media sosial, seperti i********: atau sejenisnya. Ia mungkin salah satu laki-laki yang menjaga privasi dari hadapan publik. Rey membuka aplikasi WA, hanya itulah satu-satu nya aplikasi yang ia miliki. Ia memandang nama Gista di sana. Ia tanpa sengaja melihat foto profil wanita itu. Sepertinya ia perlu teman ngobrol, menemani malamnya. Ya, jujur ia belum terlalu kenal dengan wanita itu secara personal, tapi kejadian tadi pagi membuatnya penasaran untuk mengenal wanita bernama Gista. Ia tidak tahu sejak kapan ia menyimpan nomor wanita itu diponselnya. Ia lalu mengetik setiap hurup di layar. "Kamu sudah tidur," Tidak butuh waktu lama, notifikasi masuk. Ia tersenyum ternyata dari Gista, "Ini pak Rey," Sepertinya wanita itu terkejut kenapa ia mengirim pesan. "Iya, ini saya," "Ada apa pak? Maaf kalau saya kurang sopan," Rey memandang jam digital di sudut layar persegi, menunjukkan pukul 21.12 menit. "Saya hanya tidak bisa tidur," "Emang dengan ngechat saya bapak langsung bisa tidur,"  Rey mengerutkan dahi melihat pesan singkat itu, ia lalu mulai mengetik lagi. "Mungkin. Kamu ada di mana?" Sedetik kemudian ia dapat balasan lagi dari Gista. Jujur ia bukan laki-laki yang senang mengirim pesan singkat seperti ini. Tapi entahlah sekarang terasa begitu menyenangkan. "Saya tiduran aja pak, di apartemen saya," "Enggak jalan keluar?" "Mau kemana pak, jalan malam-malam gini, saya lebih baik tidur," "Kamu sudah mau tidur?" "Iya pak, ini sudah ngantuk," "Yaudah kamu tidur, maaf sudah ganggu," "Gpp pak, Lebih baik bapak tidur juga, selamat malam," Rey tidak membalas pesan terakhir dari Gista. Ia meletakkan ponsel itu di nakas dan lalu memejamkan matanya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN