BAB 1

1399 Kata
  "Apaan lagi nih," Gumam Gista, memandang secarik kertas yang nangkring di atas meja. Gista meletakkan tasnya begitu saja di meja. Ia lalu duduk di kursi, dan mulai membaca bagian huruf yang di bold dan di garis bawahi. Ia membaca setiap kata yang ada di sana. "Internal Office Memo", Gista menyandarkan punggungnya di kursi, meraih surat itu. Internal Office Memo adalah tulisan singkat dan padat untuk seluruh departemen yang bersifat interen, yang di buat oleh pimpinan. Di bagian surat itu memberitahukan prihal Larangan Karyawan Berpacaran di tempat kerja. IOM itu dibuat langsung oleh direktur operasional. Gista selaku Manager Human Resources Departemen, karena ia merupakan orang yang bertanggung jawab kinerja karyawan. Kemarin ia mendapati karyawan bagian house keeping, dan salah satu staff front office, bercinta disalah satu kamar yang ditinggalkan tamu yang tidak menginap. Kejadian itu disaksikan oleh seluruh karyawan hotel, melalui cctv koridor. Mungkin mereka sering melakukannya, hanya baru kali ini saja yang ketahuan. Alhasil kemarin ia memanggil dua orang karyawannya tersebut. Ia mengeluarkan surat pemutus hubungan kerja, saat itu juga. Tindakkan mereka sudah di luar batas, saat operasional saja mereka bisa melakukan itu, apalagi di luar. Gista berjalan menuju ruang adiministrasi, ia menatap Rara. Rara menyadari kehadiran Gista, ia lalu berdiri, “Selamat siang bu,” “Selamat siang juga,” Gista memandang Rara, ia memperlihatkan kertas yang di pegangnya, "Kamu yang letakkan ini di meja saya?" "Iya bu?" Ucap Rara. "Ini siapa yang ngantar?" "Security bu, katanya untuk ibu, dari bu Mimi, makanya saya letakkin di meja ibu," ucap Rara mencoba menjelaskan. Rara tahu bahwa Manager nya itu memang terkenal galak dan tegas. Sehingga ia begitu segan, sekedar untuk bercanda kepada beliau. Jika berbicara kepada beliau harus seputar pekerjaan, jangan harap membahas cowok-cowok tampan yang berkeliaran di kantor ini. Jujur sebenarnya, atasnya itu begitu cantik. Rambutnya bergelombang, tubuh ideal, dan stylenya begitu menarik. Ia bahkan sempat mencontek gaya berpakaian manager nya itu. "Ini IOM, kamu foto kopi empat rangkap. Jangan lupa dilaminating, terus kamu tempel finger print di dekat lobby basetment, terus kamu tempel di papan pengumuman dekat laundry," ucap Gista memberi perintah. "Iya bu," "Setelah itu kamu panggil semua leader yang masuk hari ini. Saya akan mengadakan briefing sebentar, hanya sepuluh menit. Saya tunggu mereka diruangan saya," ucap Gista. "Iya bu," ucap Rara. Gista menyerahkan Internal Office Memo itu kepada Rara. Setelah itu ia kembali keruangannya lagi. Gista memang tidak terlalu suka menunda-nunda pekerjaan. Ia melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebaik mungkin. Gista menatap layar komputer, ia mengecek email masuk, beberapa jam yang lalu ia baru saja pulang dari Dinas tenaga kerja provinsi, mengurus ijin perusahaan. Sedetik kemudian, ponselnya berbunyi. Gista mengalihkan pandangannya ke arah tas. Ia meraih ponselnya di dalam sana. Ia menatap layar persegi itu, "Bima Calling," Gista menggeser tombol hijau pada layar, ia letakkan ponsel itu di telinga kirinya. "Iya Bim," ucap Gista. "Lo udah balik?" Tanya Bima. "Belom, bentar lagi, kenapa?" Tanya Gista, ia menyandarkan punggungnya di kursi. "Gue tunggu di basement, gue mau makan bebek madura yang ada di Slipi," ucap Bima. "Ya, tunggulah, gue ada briefing bentar sama anak-anak. Cepat bener lo balik, biasa paling malam juga," ucap Gista. Bima adalah salah manager keuangan, mereka sudah berteman cukup lama, semenjak mereka di angkat menjadi manager, pertemanan mereka semakin baik. "Kerjaan gue udah selesai dari tadi," Gista melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 15.35 menit, "Jam empat teng deh, gue langsung cabut," "Oke gue tunggu,"   Tepat jam empat Gista sudah ada di basement, ia menatap mobil Bima sudah berada di depan lobby. Ia lalu berjalan, dan membuka hendel pintu. Gista mendaratkan pantatnya di kursi dan memasang sabuk pengaman. Sedetik kemudian mobil meninggalkan area basement. Bima melirik Gista, "Memo apalagi tuh?" Tanya Bima, karena tadi ia melihat sekilas di papan pengumuman keryawan. "Biasa, dilarang pacaran saat jam operasional," Bima tahu kejadian yang sempat heboh satu hotel itu, "Owh, kirain apaan. Gila, apa ya mereka, pacaran bisa kayak gitu," ucap Bima diselingi tawa. "Biasalah, itu baru yang ketahuan, jangan-jangan banyak lagi yang kayak gitu," ucap Gista, ia melirik Bima yang fokus dengan kemudi setir. Gista menghidupkan audio mobil, ia mencari lagu favorite nya, Rixton yang berjudul Me and My Broken Heart. Gista mengikuti irama lagu, sambil menatap layar ponselnya. "Kalau mau pacaran ya jangan di sana lah, bodoh banget sih mereka, kayak enggak ada tempat lain," ucap Bima lagi, ia mengarahkan mobilnya ke arah Slipi, biasa mereka makan ditepi jalan seperti ini. "Besok kita meeting jam sembilan, soalnya besok ada pak Roby datang," Gista lalu menoleh ke arah Bima, "Serius, pak Roby mau datang?," "Serius," "Kok gue enggak dikasih tau," "Ini gue kasih tau lo," ucap Bima lagi, ia menghentikan mobilnya dipinggir jalan, karena mereka sudah tiba ditempat tujuan. Bima membuka hendel pintu di ikuti Gista dari belakang. Bima memesan dua piring nasi bebek, tidak lupa ia memesan bagian d**a. Bima dan Gista lalu duduk di kursi kosong. Nasi bebek ini bukan berada di restoran melainkan di tepi jalan dengan kursi seadanya. Bima melirik Gista, ia mengulurkan tangan kirinya ke arah Gista. Gista tahu apa maksud Bima melakukan itu kepadanya. Gista lalu menggulung kemeja berwarna putih itu hingga ke siku, karena ia tahu bahwa Bima tidak ingin pakaiannya kotor. Beberapa menit kemudian makanannya pun tersedia di meja. Bima melirik Gista, yang sedang makan, "Nanti malam ke Colosseum yuk," "Besok kan ada meeting sama pak Roby, takut telat gue," ucap Gista, karena ia jika ke club pasti pulang pagi. Jujur ia bukan gadis polos yang tidak mengenal dunia malam, toh ia sering keluar masuk club bersama teman-temannya hanya untuk sekedar bersenang-senang. Siapa yang tidak kenal Colosseum yang terletak di jalan Kunir, Jakarta Barat. Ia biasa cuci mata mencari bule berkantong tebal untuk di ajak kenalan. "Iya juga sih, weekend aja kalau gitu," ucap Bima, ia menikmati bebek dengan bumbu berwarna hitam, rasanya pedas mengguggah selera. Gista mengeluarkan tisu dari tas nya, karena di tempat ini tidak menyediakan tisu. Gista melirik Bima, laki-laki tampan itu makan dengan lahap. Beberapa saat kemudian, Bima menyudahi makannya. Ia tidak tahu, lari kemana nasi yang laki-laki itu makan, karena perut itu masih rata. Bima meneguk air mineral dan menyudahi makannya. Begitu juga Gista, ia membersihkan sudut bibirnya dengan tisu. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan, dan pulang ke apartemen. *** "Gis, malam ini gue tidur di tempat lo ya," ucap Bima, ia mematikan mesin mobilnya, di parkiran basement. "Owh, oke. Tapi jangan berkeliaran pakek kolor di apartemen gue, risih tau enggak sih," ucap Gista membuka hendel pintu. "Lo kan tau sendiri, kalau gue tidur enggak suka pakek baju," ucap Bima mengikuti langkah Gista, masuk ke dalam lift. "Bukannya gitu, gue ambil buruknya aja, kalau tiba-tiba ibu bapak gue datang dari Palembang, terus lo nonton TV cuma pakek kolor doang. Gue mau bilang apa coba?" Dengus Gista. "Ya bilang aja kita habis ngesex," ucap Bima, tersenyum culas. Gista bertolak pinggang, ia mengibaskan rambutnya ke samping, "Gila lo ya," "Udahlah, lagian enggak mungkin juga orang tua lo datang," ucap Bima, ia mengikuti langkah Gista menuju apartemen wanita cantik itu. Gista membuka hendel pintu di ikuti oleh Bima. Bima dan Gista meletakkan sepatu di rak sepatu di dekat daun pintu. Apartemen Gista hanya berukuran studio yang hanya muat dua orang saja, itu juga sudah terasa sempit. Walaupun ruangan ini terbatas, tapi entahlah ia nyaman tidur di depan tv, beralaskan karpet berbulu, dan bed cover yang di sediakan oleh Gista. Sebagian bajunya juga ada di lemari Gista, perisiapan jika sewaktu-waktu ia tidur di apartemen sempit ini. Bima membuka kancing kemeja, dan ia letakkan secara sembarang, ia menatap Gista yang menyimpan tas di dekat lemari. "Gue mau mandi," ucap Bima. "Bentar gue ambilin," ucap Gista, ia mengambil handuk di lemari. Gista melirik pakaian Bima yang sudah laki-laki itu lepas. Laki-laki itu tanpa tahu malu, bertelanjang d**a, tanpa risih sedikitpun. Hanya kolor berwarna hitam itulah yang menutupi tubuhnya. Ia sebagai wanita dewasa, tentu saja mengatakan bahwa tubuh Bima sempurna. Dadanya begitu bidang dan sexy menurutnya. Gista menarik nafas, ia lalu menyerahkan handuk itu kepada Bima. Bima merenggangkan ototnya dan menatap Gista. "Lo enggak tertarik sama gue?," Tanya Bima, ia mengambil handuk itu dari tangan Gista. Gista mengusap tengkuknya yang tidak gatal, menghilangkan rasa groginya, "Gue udah sering liat lo kayak gini Bim, biasa ajalah," elak Gista. Ia wanita dewasa yang berumur 27 tahun, tentu saja mendambakan pendamping hidupnya kelak memiliki tubuh seperti Bima. "Masa sih," ucap Bima tidak percaya, "Apaan sih Bim," Bima tersenyum dan menyeringai nakal, "Ayo kita buat ranjang itu berantakkan," ucap Bima ********
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN