Teguh Pendirian

1022 Kata
"Nunggu jemputan atau gimana, Mbak? Ini hampir jam sembilan malam loh." Teguran dari arah belakang membuat Sella menoleh. Yang bertanya tadi bukanlah orang jahat, tetapi satpam kantor. Baru hari pertama kerja langsung lembur, itulah Sella saat ini. Sebetulnya bisa saja dia langsung pulang, tapi tadi jam delapan Kenzo mengirim pesan. Pria itu meminta Sella menunggu karena dia mau menjemput. Akan tetapi sampai jam segini belum ada tanda-tanda. Selain menunggu Kenzo, Sella jadi teringat dengan kata-kata William. Pria itu bilang sudah membayar rumah sakit padahal Sella belum mengiyakan. Tidak ingin berburuk sangka, tapi otak Sella sangat cerdas kalau disuruh menyusun kemungkinan-kemungkinan buruk. Uang sebelumnya saja William menunggu dibayar, apa lagi ini? Itu artinya, secara tidak langsung hutang Sella semakin bertambah di luar bunga. Kali ini otak Sella benar-benar pusing, dia juga merasa sangat bodoh karena membiarkan William terlibat semakin jauh. Sella berharap, pria iblis itu tidak mempunyai maksud apapun. Lelah menunggu Sella berusaha menghubungi Kenzo. Terhubung, namun tidak ada respon. Hampir sepuluh kali Sella menunggu, dia pun menyerah. Baiklah, mungkin kekasihnya itu sibuk jadi lupa memberi kabar. "Pak, saya permisi duluan ya?" pamit Sella kepada para satpam di belakangnya. Mereka berempat masih siaga karena di dalam masih ada William. Entah apa yang pria itu lakukan sampai selarut ini. Hari memang sudah malam, tapi masih banyak kendaraan berlalu-lalang di sini. Setelah berjalan cukup jauh dari area kantor, Sella memilih duduk di bangku halte. Sebetulnya Sella cukup ketar-ketir, masih ada atau tidak bus untuk menuju ke rumahnya. Sengaja Sella memilih bus daripada ojek karena lebih terjangkau. Ting! Ting! Sella kembali mengambil ponselnya dari dalam tas. Ada dua pesan dari nomer tidak dikenal, dia bilang kalau Kenzo sedang tidur, jadi tidak bisa diganggu. Kebingungan Sella semakin menjadi saat orang itu mengirim sebuah foto. Di dalam foto itu memang kekasihnya. Tunggu, tapi kamar itu seperti ... hotel? *** "Jadi kau sengaja membawa Sella ke perusahaan ini, Wil?" "Tentu, kenapa Paman sekaget itu?" Edward mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Kekagetan Edward siang tadi akhirnya terbayar, kini dia tahu kenapa bisa Sella ada di sini. Edward tahu siapa Sella, dan itu benar-benar mengancam hidupnya saat ini. Ya Tuhan, rasanya Edward ingin mengembalikan William ke negara asalnya. Karena bagi Edward, hidup dia akan lebih aman kalau keponakannya tidak di sini. "Sudah bertahun-tahun, Wil, bukankah Prawira tidak ada sangkutannya? Satu lagi, bahkan pihak kepolisian bilang kalau itu murni kecelakaan tunggal. Dan sekarang kau mengincar Sella? Will, fikirkan hidupmu, perusahaan Ayahmu, dan Oma. Mau apa lagi kamu buka kasus itu?" Lolos sudah kegatalan Edward sejak kemarin. Kemarin dia masih kaget, sekarang dia berusaha untuk menengahi. Wajah William seketika berubah menjadi tegang dan dingin. Sampai detik ini William masih tidak mengerti kenapa semua orang sangat menyepelekan kecelakaan Ayahnya. Dulu, William kecil memang tidak mengerti apapun, tapi tidak dengan sekarang. Sejak dulu William merasa kalau semua orang menutupi sesuatu. "Polisi, media, mereka kompak mengatakan itu kelalaian pengemudi. Ayahmu mengantuk saat itu, jadi tidak ada hubungan apapun dengan Prawira." "Begitukah? Sungguh?" Edward menelan kasar salivanya. William yang dulu dia kenal tidak seperti ini, tetapi lihatlah sekarang dia berubah menjadi pria dingin. Teguh pendirian, itulah William. "Kenapa di saat Ayah meninggal, tidak lama kemudian ada salah satu perusahaan yang jatuh ke tangan Prawira? Dan ... perusahaan bernama Carrgio Group. Perusahan kecil, tapi masih berdiri kokoh. Paman tahu? Aku lagi mencurigai perusahaan itu setelah perusahaan Prawira jatuh. Carrgo Group seperti pengendap aliran dana, padahal ada perusahaan besar yang menjadi utama." "Baik, baik. Katakan, apa yang harus Paman lakukan untuk membantumu? Tapi sebelum itu, apa boleh Paman tahu langkahmu setelah ini kepada Sella?" "Tidak." Senyum William kembali mengembang. Tidak akan pernah William mengizinkan orang lain untuk mengetahui step by step rencananya. "Untuk saat ini aku cuma mau Paman terbuka soal Prawira," sambungnya. Diskusi William bersama Edward tidak menemui kata mulus. Sesekali William menaruh kekesalan pada Pamannya itu. Tidak ingin terpengaruh emosi, William memilih untuk bergegas pulang. "Andrew, bagaimana dengan tugas yang saya berikan?" "Semua sudah selesai, bahkan Prawira sudah melakukan cuci darah." William menganggukan kepalanya sambil menatap lurus ke depan. "Itu artinya kau sudah bertemu dengan Prawira? Atau istrinya?" "Saya sudah bertemu istrinya, saya bilang kalau ini bantuan dari kantor. Tempat Sella bekerja" Lagi-lagi William hanya menganggukan kepalanya. Kalau memang orang-orang tidak mau membantu, biarlah kedua kaki tangannya bekerja sendiri. Saat ini tidak ada ketakutan apapun di dalam hati William, walaupun langkahnya akan mengorbankan banyak nyawa termasuk dirinya sendiri. "Cari tau soal Carrgio Group," ujar William entah kepada siapa. Tapi yang pasti, Andrew dan Zaffan mengangguk cepat. Sedikit menepi dari otak riuhnya William, sedangkan Sella baru saja sampai di depan rumanya. Pandangan mata Sella beradu tatap sengit dengan wanita di depannya. "Kenapa Ibu pulang? Bukannya Ayah di rumah sakit? Kenapa Ibu ga temanin di sana?" Sebelah alis Daniar terangkat, beberapa detik kemudian dia tertawa geli sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu fikir saya pembantu? Buat apa saya saya di sana, Sella? Itu Ayah kamu, kenapa saya harus ribet? Harus bermalam di rumah sakit?" Kedua tangan Sella terkepal. Tubuh sudah lelah bekerja, tapi sampai rumah bertemu orang super menyebalkan. Daniar memang bukan Ibu kandung Sella, tapi saat Ayahnya berjaya, hanya nama Daniar yang Ayahnya prioritaskan. Tapi sekarang wanita itu tampak tidak tahu diri. Tidak ingin bertengkar, Sella memilih menerobos masuk ke dalam rumah. Dia juga tidak perduli teriakan emosi Daniar. "Sella, tunggu! Kamu sok jual mahal di club, tapi kamu punya pria simpanan? Bagus juga, peras saja uangnya, gunakan tubuhmu. Pria itu terlihat kaya, tidak seperti Kenzo. Miskin bertemu miskin mau jadi apa? Gembel?" William. Iya, Sella sangat yakin yang Daniar maksud adalah William. Tubuh Sella memutar kembali namun sayangnya wanita menyebalkan itu sudah hilang. Lihatlah, sudah hampir setengah sebelas dia masih berani pergi. Karena penasaran, Sella pelan-pelan mengintip dari balik pintu. Sedan berwarna hitam terparkir, entah siapa yang berada di dalam, Sella sendiri tidak lihat. Ibu tirinya itu senang playing victim, dia sering menuduh Sella selalu bermalam dengan banyak pria. Padahal itu kelakuan dia sendi. "Ayah mana percaya kalau aku kasih tau soal kelakuan istrinya," guman Sella. Ting! Sella yang sedang asik mengintai sang Ibu, dibuat kaget saat ponselnya berbunyi. Chat from : Tuan William. 'Apa kamu sudah sampai rumah?' Kening Sella mengerut. Kepala William habis terbentur atau gimana hari ini? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN