04. Kebohongan Terbuka

1783 Kata
Abdul dan Royani sangat senang saat mendengar aku setuju tinggal satu rumah dengan mereka. Mertuaku menerima aku dengan tangan terbuka. Aku sendiri tidak tahu, sampai kapan aku akan tinggal bareng mertua. Aku juga tidak tahu, bagaimana reaksi ibu mertua jika dia sampai mendengar aku yang sudah tidak bekerja lagi. Karena sampai saat ini, mertuaku belum tahu apa yang sudah terjadi padaku dan istriku. Istriku sudah paham dengan orangtuanya. Terutama ibunya, yang selalu menilai segala sesuatu dengan uang. Dari situ, istriku sengaja menyembunyikan status aku saat ini yang hanya pengangguran. Untuk lebih meyakinkan, tiap pagi aku harus berdandan rapi seperti orang yang akan berangkat kerja. Lalu pulang saat jam pulang kerja. Aku memang pergi pagi. Aku gunakan kesempatan ini untuk mencari pekerjaan. Sudah beberapa perusahaan yang menolak aku. Aku pun tak peduli dengan ijazahku lagi. Yang penting saat ini aku punya pekerjaan. Jangan sampai mertuaku tahu yang sebenarnya. Seharian aku terus berkeliling mencari pekerjaan. Tak peduli terik matahari yang membakar kulitku. Aku tak patah semangat demi mendapatkan pekerjaan yang layak. Jalan-jalan aku lewati. Perusahaan serta toko-toko aku masuki. Berharap ada lowongan pekerjaan yang bisa menerima aku bekerja. Saat sore tiba, aku pun ikut pulang. Seperti pekerja yang baru pulang dari perusahaan. Seperti itulah aku selama beberapa hari di rumah mertua. Aku juga pulang tanpa tangan kosong. Hal ini aku lakukan demi melancarkan kebohongan aku dan istriku. Mertuaku selalu senang, saat aku pulang kerja. Karena setiap aku pulang, ada saja buah tangan yang aku bawa untuk mertua. “Mat, lo itu gak usah repot-repot tiap hari bawa makanan begini! Lo kumpulin uang lo itu buat istri lo aja! Enyak senang, kalau lo bisa membahagiakan Lela. Seperti janji lo sama Lela sebelum kalian menikah.” Enyak Royani tak mau aku menghambur-hamburkan uang. Bagi enyak yang penting aku bisa membahagiakan anaknya. “Gak papa Bu! Rahmat juga sudah menyisihkan sebagian untuk tabungan masa depan. Ibu tenang saja!” Aku berusaha menutupi. “Oh begitu! Lo memang mantu yang baik dan pengertian. Beruntung Lela punya laki kaya lo! Ya udeh Enyak makan ya?” Enyak Royani memujiku. “Oh ya, lo udeh makan belom? Makan dulu sono, Enyak udeh masak di belakang!” Enyak Royani menawari aku makan. Aku merasa dihargai sekali sama enyak dan babe Lela. Meski hanya menantu, aku diperlakukan sangat baik pada mereka. Bahkan aku seperti anak kandung sendiri bagi mereka. “Iya nanti Nyak! Saya permisi ke kamar dulu mau lihat Lela!” Aku berpamitan pada ibu mertuaku. “Iye bener! Memang tiap pulang istri duluan yang dilihat! Nyak bangga sama lo! Beruntung banget si gua punya mantu kaya lo!” Enyak terus memuji. Aku melangkahkan kedua kakiku ke dalam kamar. Kulihat istriku sudah tampak segar. Sudah sepuluh hari ini dia istirahat penuh. Tanpa melakukan aktivitas kecuali ke kamar mandi dan makan. Itu berarti sudah lima hari juga aku tinggal di rumah mertua. Karena sikap baik mertuaku, aku betah tinggal bareng di rumahnya. Bahkan ibu mertua sering memuji aku saat aku pulang membawa buah tangan. “Neng!” Aku mengulurkan tangan kananku pada Lela. “Abang udah pulang, gimana Bang? Abang udah dapat kerja?” Tanya Lela setiap aku pulang dari bepergian. “Maaf Neng, Abang belum dapat kerjaan juga.” Rasanya aku tak sanggup melihat wajah istriku. Pasti dia merasa sedih dan kecewa. Karena aku sebagai suami merasa tak bisa diharapkan. “Tapi Abang akan terus berusaha Neng, biar cepat dapat kerjaan.” Aku berusaha menenangkan pikiran Lela. “Iya Bang, Neng percaya. Sekarang Abang mandi dulu gih! Habis itu Abang makan!” Lela sama sekali tak marah padaku. Namun, aku sendiri yang merasa sebagai suami yang tidak berguna. Sesuai perintah Lela, aku kembali ke luar kamar. Aku harus membersihkan tubuhku yang lengket dan kotor karena keringat serta debu yang menempel usai berkeliling di jalanan tadi. Perut aku juga mulai tak bisa menahan lapar lagi. Tadi pagi terakhir aku sarapan pagi. Sementara siang aku hanya mengisi perut dengan air mineral serta sebungkus roti berukuran sedang yang aku beli dari warung di jalanan tadi siang. *** Aku sudah selesai membersihkan badan. Saatnya mengisi perut yang kosong. Cacing-cacing di perut juga sudah berteriak minta jatah. Ibu mertua juga sudah memanggilku dari tadi untuk makan. Selama di rumah mertua, enyak selalu memasak buat aku dan istriku. “Mat, buruan makan dulu! Kamu kan pasti capek, lapar juga setelah seharian bekerja. Nanti biar Enyak yang urus Lela. Lo makan aja temani babe lo!” Perintah enyak Lela padaku saat aku masih di kamar menemani Lela. “Iya Nyak! Sebentar!” Jawabku dari dalam kamar. “Sudah lo makan dulu! Nanti keburu dingin.” Enyak kembali memintaku makan. Aku benar-benar beruntung. Punya istri yang penurut dan gak banyak omong. Punya mertua yang baik serta perhatian pada menantunya. Sampai-sampai untuk makan saja, mertua yang masakan lalu menyiapkan di atas meja makan. Bahkan aku disuruh makan duluan sama babe. Sementara enyak sendiri, menunggu kita selesai makan. Selesai makan, aku harus kembali ke kamar menemani Lela. Lela masih belum boleh banyak gerak selama 2 minggu ini. Empat hari lagi, Lela bisa kembali beraktivitas ringan. Untuk saat ini, Lela terus berada di kamar. “Neng! Abang senang tinggal di umah Eneng! Ternya enyak sama babe baik ya?” Ucapku memulai pembicaraan malam itu bersama Lela di kamar. “Abang dimasakan tiap hari, diperhatikan juga! Abang senang.” Aku kembali berucap. “Masa sih Bang, Enyak bisa baik begitu? Memangnya Abang kasih enyak apa, kok bisa enyak baik begitu? Gini ya Bang, setahu Eneng, enyak itu baik sama orang biasanya kalau ada maunya. Kalau gak habis dikasih apa gitu.” Lela sudah paham dengan sikap enyak nya. “Abang memang tiap pulang selalu membawa buah tangan untuk enyak sama babe beberapa hari ini. Abang gak enak karena sudah biasa saat Abang masih kerja dulu .” Aku menjelaskan pada istriku. “Tapi Bang, Abang ini kan lagi kesusahan. Gak perlu lah setiap pulang selalu membawa buah tangan buat enyak sama babe! Jangan banding-bandingi dulu sama sekarang. Beda Bang, dulu gajian Abang masih lancar setiap bulan. Sekarang, boro-boro gajian tiap bulan. Pekerjaan aja gak ada.” Lela memberi pengertian. “Gak papa Neng, Abang hanya ingin menyenangkan hati enyak sama babe. Abang masih punya simpanan kok, Neng tenang aja! Yang penting enyak sama babe senang.” Aku menenangkan Lela. “Terserah Abang saja! Tapi syukurlah Bang! Lela sebenarnya juga betah tinggal sama Abang sama orang tua Lela juga. Cuma Lela gak mau terus merepotkan enyak sama babe. Abang tahu kan maksud Neng?” Lela merasakan kedamaian saat ini. “Iya Neng, Abang paham! Secepatnya Abang akan bawa Neng pindah dari rumah ini. Tapi tunggu Abang dapat kerjaan yang benar ya Neng? Lagian Neng kan belum sembuh bener?” Jawabku menenangkan Lela. “Baik Bang! Yang Neng cemaskan gimana reaksi enyak sama babe jika mereka sampai tahu saat ini Abang lagi gak kerja. Neng cemas, Abang bakalan dimarahi sama enyak. Sekarang enyak baik sama Abang karena setahu enyak Abang masih kerja dengan gaji yang lumayan.” Lela cemaskan jika enyak sampai tahu kondisiku yang sedang tidak bekerja. “Ape? Jadi laki lo itu sekarang jadi pengangguran?” Enyak tiba-tiba muncul ke kamar. “Enyak!” Lela dan aku terlonjak. Aku dan Lela sama sekali tak menyadari kalau enyak dari tadi mendengar perbincangan kami. Enyak sudah mendengar jelas kondisi aku dan Lela saat ini. “Terus tiap pagi pergi itu ke mana? Sudah berapa lama laki lo gak kerja? Bisa-bisanya kalian gak cerita sama enyak dan babe!” Enyak tampak emosi. “Maafkan Bang Rahmat Nyak, Lela yang minta merahasiakan semua ini!” Lela meminta maaf dan mengakui kalau semua ini permintaannya. “Tiap pagi saya cari kerja Nyak. Maafkan kami Nyak? Kami mengaku salah.” Aku tertunduk. “Terus sekarang sudah dapat kerjaan belum? Enyak minta lo harus segera dapat kerjaan! Enyak gak mau Lela sampai hidup susah! Apalagi sebentar lagi kalian punya momongan. Kebutuhan kalian akan semakin banyak. Untuk sementara Enyak gak masalah kalian tinggal di sini, sampai lo dapat kerja!” Enyak memperingatkan aku. “Belum Nyak. Saya sudah berusaha melamar di berbagai perusahaan tapi sampai sekarang belum ada panggilan. Sejak Lela berhenti kerja tak lama saya juga kena PHK besar-besaran. Tapi saya janji Nyak, saya akan berusaha untuk mencari kerja lagi. Saya gak mau anak dan istri saya hidup susah. Saya janji Bu!” Aku memberi penjelasan pada ibu mertuaku. “Pokoknya lo harus segera kerja! Nyak gak mau dengar alasan apa pun! Nyak ke belakang dulu!” Enyak dengan nada kesal. Aku dan Lela masih tertunduk. Kami tahu, kami sudah salah karena menyembunyikan rahasia ini dari orang tua kami. Aku dan Lela bingung dan takut kalau sampai enyak dan babe dengar mereka akan marah. Terutama Lela yang takut, aku yang akan menjadi sasaran kemarahan ibunya. Tapi kami masih beruntung. Enyak tak begitu marah pada kami. Enyak hanya memperingatkan kami. Terutama aku, untuk segera dapat pekerjaan. Karena enyak gak mau hidup Lela dan cucunya nanti susah. *** Aku masih bingung harus cari kerja di mana lagi. Kalau aku hanya berusaha mencari pekerjaan di perusahaan dan toko besar aku tidak mungkin akan berhasil. Aku harus mencari pekerjaan lain yang tidak sesuai dengan bidangku. Aku tidak masalah. Untuk saat ini yang penting aku dapat penghasilan dulu. “Bang, bagaimana ini?” Lela mencemaskan keadaan kami selanjutnya. “Kamu sabar Neng, Abang akan berusaha cari kerja besok. Kerja apa pun akan Abang jalani! Yang penting saat ini Abang bisa kerja dan dapat penghasilan.” Aku bertekat. “Maafkan enyak ya Bang?” Lela meminta maaf atas sikap ibunya. “Gak papa Neng. Abang gak masalah. Yang penting Eneng selalu dukung Abang! Gak ada orang tua yang mau melihat anaknya susah. Termasuk enyak! Enyak hanya ingin melihat kamu bahagia.” Aku memeluk tubuh istriku. Rasanya aku tidak tega melihat wajah Lela. Pasti saat ini wajahnya dipenuhi raut kesedihan. Sebagai suami, aku merasa gagal karena tak bisa membahagiakan istri. “Iya Bang! Eneng akan selalu dukung Abang sampai kapan pun! Eneng akan selalu di sisi Abang. Temani Abang dalam suka dan duka.” Lela terus mendukung aku. “Makasih Neng! Abang bersyukur memiliki istri seperti kamu! Abang janji akan membahagiakan kamu sekuat Abang. Apa pun akan Abang lakukan untuk Eneng!” Aku berjanji pada istriku dalam pelukannya. Aku mendengar jelas denyut jantung istriku yang cukup cepat. Aku juga merasakan nafas yang cukup kencang. Entak kenapa aku selalu merasa tenang saat mendengar denyut jantung ini. Aku juga lega saat berada di sisi Lela. Wanita yang selalu mendukung dan menemaniku selama ini. Mulai besok aku akan cari kerja di tempat lain. Apa pun pekerjaan itu aku jalani yang penting aku bisa melihat istriku tersenyum lagi. Selama ini aku mencari kerja di perusahaan-perusahaan. Mulai besok aku akan cari kerja di tempat lain. Tempat yang tidak biasa aku datangi selama ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN