Bab 10 - Terkejut

1643 Kata
10-Terkejut Gio berdiri dengan angkuhnya di depan pintu apartemen Rama, adiknya. Ada senyum tipis tersungging di bibirnya. “Ting tong” “Ting tong” Gio menekan bel beberapa kali, namun belum ada yang membuka. Raut kesal tercetak jelas di wajahnya. “Apa dia tidak ada di apartemen?” pikir Gio. Gio berbalik hendak pergi, namun suara knop pintu diputar membuatnya menghentikan langkah. Ceklek Seseorang membuka pintu apartemen Rama. “Selamat sore, apa anda mau bertemu dokter Rama,” suara lembut seorang wanita muda terdengar tak asing di telinga Gio, seperti pernah mendengarnya. Tapi tak ingat kapan. Gio membalikkan badan, memandang gadis muda cantik yang memakai dress biru tua panjang selutut berlengan pendek. Rambut panjangnya masih basah, tanpa polesan makeup sedikit pun. Mungkin baru selesai mandi. Mata Kiara membulat sempurna, saat melihat wajah tak asing itu ada di hadapannya. Tubuhnya gemetar, jemari tangannya langsung meremas ujung dress yang di pakainya. Wajahnya sedikit memucat. ‘Semoga dia tidak mengenaliku, semoga dia tidak mengenaliku!’ gumam Kiara dalam hati. Gio berjalan mendekati Kiara, matanya fokus menatap wajah cantik itu. Kiara menundukkan wajahnya, takut orang yang dia sendiri tak tau siapa namanya akan mengenali dirinya. “Kamu siapanya Rama?” tanya Gio datar, dia mengernyitkan dahi. “Sa saya...” Kiara bingung harus menjawab apa. “Siapa Kia?” terdengar suara Rama, diiringi langkah kakinya yang mendekat. Kiara menoleh ke arah Rama yang sekarang sudah berada di sampingnya. Rama melonggokkan wajahnya ingin melihat tamu yang datang. Wajahnya langsung terlihat senang. “Kak, kakak sudah pulang? Ayo masuk!” dengan senyuman lebar, Rama memeluk Gio. Gio balas memeluknya. “Kia kenalin, ini kakakku namanya Gio.” Rama memperkenalkan sang kakak. Deg Jantung Kiara berdegup kencang. “Kakak,” gumamnya pelan. Gio mengulurkan tangannya kepada Kiara. Kiara tidak langsung menyambutnya, dia beralih menatap kepada Rama. Rama tersenyum dengan lembut dan mengangguk pelan. “ Sambutlah uluran tangannya, dia kakakku. Kamu jangan takut,” ujarnya lembut. Kiara tersenyum meski terpaksa. Tentu saja dia takut, orang inilah yang sudah merudapaksanya, dia ingat jelas wajah ini. Tak mungkin salah! Berbeda dengan Gio, dia tidak terlalu ingat. Karena, saat itu selain di butakan amarah, dia juga sedang dalam pengaruh minum alkohol. Ditambah, tak ada keinginan untuk mengingat wajah Kiara. Kiara menerima jabatan tangan Gio. Gio bisa merasakan tangan Kiara begitu dingin dan gemetar. “Kamu takut padaku, tenang saja aku nggak akan menggigitmu. Kecuali kalau kamu mau aku gigit.” Gio berkata nakal dengan senyuman tipisnya. Membuat Kiara semakin takut mendengarnya. Dengan cepat, dia menarik tangannya dan memegang lengan Rama. “Kamu jangan takut, kakakku orang yang baik kok,” ucap Rama lembut, tangannya membelai kepala Kiara dengan lembut pula. Gio memperhatikan interaksi itu. Tak tau kenapa tapi dia merasa tidak suka. Sepertinya, ada rasa ketertarikan dari dalam diri Gio kepada gadis muda ini. “Ayo kak masuk!” ajak Rama. Rama menggandeng Kiara ke dalam, membuat hati Gio memanas. Mereka kini sudah duduk di sofa empuk mewah. Kiara membuatkan dua minuman es jeruk untuk keduanya di dapur. “Aku akan balas orang jahat itu, heheh.” Kiara tertawa jahat. Lalu, dia memasukkan obat pencahar yang kebetulan ada di dalam kotak P3k ke dalam minuman untuk Gio. “Silakan di minum.” Kiara tersenyum lembut kepada Rama. Namun tersenyum sinis kepada Gio. Tapi Gio tidak ambil pusing terserahlah bukan urusannya. Mereka pun terlibat obrolan ringan, sebenarnya hanya Rama dan Gio saja yang mengobrol. Kiara hanya menjadi pendengar saja. Sesekali, Rama menangkap kakaknya yang sedang melirik Kiara. Dia merasa tidak suka. Secara kebetulan saat Gio sedang melirik Kiara, Kiara pun sedang menatap ke arahnya. Kedua netra mereka saling bertemu. Deg Debaran, langsung menghantam hati Gio, begitu pun Kiara. Dengan cepat Kiara memalingkan wajahnya. Berbeda dengan Gio yang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Rama yang melihat hal itu merasa tidak suka. Dengan lembut ia berkata. “ Kia, kalau kamu mau ke kamar, silakan ke kamar saja. Istirahatlah,” diiringi seulas senyuman yang lembut dan penuh kehangatan. Kiara tau maksud dari Rama, dia mengusirnya dari ruangan yang membuatnya tidak nyaman ini secara halus. “Iya, kak.” Kiara tersenyum lembut, berdiri lalu masuk ke dalam kamarnya. “Kamu menemukan gadis penurut itu di mana?” Gio tersenyum miring. Glek glek Gio meneguk minumannya usai berkata. ‘Rasanya sedikit aneh.’ Pikir Gio. “Aku ketemu di kota b, kebetulan aku lagi dinas di sana. Mengenal dia lebih dari setahun, membuatku jatuh cinta padanya. Selain cantik, dia gadis yang sangat baik.” Rama berkata dengan bibir yang tersenyum, membayangkan wajah imut Kiaranya. “Hem, dia memang cantik,” gumam Gio. “Aku mau menginap di sini.” Gio merebahkan punggungnya di sandaran sofa. “Boleh, kakak bisa tidur berdua denganku. Karena, kamar yang biasa kakak pakai jika menginap di sini di pakai Kia,” ucap Rama dengan sedikit tidak enak hati. “Berdua denganmu? Heh, kenapa tidak berdua dengan Kia mu saja,” goda Gio, dia tertawa tanpa suara. Rama mendengus kesal. Raut wajahnya berubah seketika, memerah menahan kesal. “Aku Cuma bercanda Rama, tapi kalau kamu tidak keberatan boleh juga.” Gio berdiri lalu melangkahkan kakinya menuju ke kamar Rama. Rama hanya diam dan mengatur napasnya. Kesal menyeruak di dalam dadanya. Tapi, dia adalah kakaknya. Dia memang sulit ditebak. Sedang bercanda atau tidak, tak bisa di prediksi. Karena, raut wajahnya yang dingin dan kaku itu. Rama memilih nonton tv sendirian. Gio hendak mengganti pakaiannya. Tapi, pakaiannya yang dulu, ada di kamar yang di pakai Kiara. Mau tidak mau dia harus mengambilnya di sana. Mencari Rama untuk memintanya mengambilkan pakaiannya. Namun, Rama tertidur di sofa dengan tv yang masih menyala. “Katanya sudah jadi dokter, tapi kebiasaanmu belum berubah,” gumam Gio. Dia membuka pintu kamar Kiara tanpa mengetuk. Melongokan kepalanya sedikit. Sepertinya Kiara sudah tertidur. Gio masuk dan segera mengambil pakaian yang dia perlukan. Memandang Kiara sesaat, gadis itu tidur sambil memeluk sebuah buku n****+ di dadanya. Kiara memang ketiduran saat sedang membaca n****+, tadi. Gio mendekati tempat tidur Kiara, dan menatapnya lekat-lekat dalam durasi cukup lama. “Seperti pernah melihatnya. Tapi kapan?” Gio mengernyitkan dahi, coba mengingat-ingat namun nihil. Meski matanya tertutup dan baru saja terlelap. Kiara bisa merasakan aura dingin, mencekam ada di dekatnya. Perlahan ia membuka matanya, terlihat sosok pria kejam yang ia takutkan itu, sedang berdiri di samping tempat tidur dan sedang menatapnya. Sontak ia terbangun, dan berteriak. “Tol...” Belum sempat berteriak, namun tangan besar Gio segera membekapnya. Sementara tangan yang lainnya merengkuh bahu Kiara. Mengimpitnya di d**a. “Suttt, jangan berteriak atau nanti Rama akan berpikir macam-macam, aku hanya ambil bajuku saja dari lemari. Atau kamu memang mau aku berbuat sesuatu? Kalau mau aku bisa kasih kok.” Gio menyeringai, dia berbisik di telinga Kiara. Membuat Kiara meremang seketika. Kiara menggelengkan kepalanya, tanda tidak mau dengan apa yang dikatakan Gio. Gio tersenyum tipis merasa lucu dengan tingkah Kiara. Mata Kiara mulai berair, dia ketakutan. “Jangan menangis, sayang.” Gio berbisik dengan lembut. “Berjanji tidak teriak, nanti aku akan melepaskanmu,” lanjut Gio. Kiara mengangguk. “Gadis pintar.” Gio melepaskan tangannya perlahan. Kiara menatap tidak suka kepada Gio. “Jangan menatapku benci, nanti kamu bisa jatuh cinta.” Gio tersenyum tipis, lalu pergi meninggalkan Kiara. Kiara mendengus sebal dan menatap punggung pria itu penuh kebencian. “Sebentar lagi pasti efek obatnya bekerja, rasakan Tuan!” Kiara tersenyum sinis. Malamnya Gio merasakan perutnya seperti di aduk-aduk. “Arggh, apaan nih.” Dia segera berlari ke kamar mandi. Sudah beberapa kali terus saja bolak balik ke kamar mandi, hingga ia merasa lemas. “Rama, Ram!” teriak Gio yang sudah lemas. Rama kebetulan terbangun, mendengar teriakkan kakaknya, dengan cepat dia masuk ke kamarnya dan menghampiri Gio yang duduk di lantai menyender ke tempat tidur. “Kak, ada apa? Kenapa duduk di lantai?” pekik Rama khawatir, apalagi melihat wajah pucat kakaknya. Rama mencium sesuatu yang bau. “Hem. Bau apa ini,” menutup hidungnya. “Bruuutt,” suara kentut bercampur sesuatu yang keluar membuat Rama ingin muntah. “Kakak pup di celana?” tanya Rama sambil menutup hidungnya. “Sudah jangan banyak tanya, aku lemas sudah gak tahan. Dari tadi aku bolak balik ke kamar mandi.” Gio masih ada tenaga untuk bicara dengan ketus rupanya. “Sebentar, aku cari obat dulu,” ucap Rama. Untung dirinya dokter, meski dokter psikiatri. Dia sedikitnya tau tentang obat-obatan umum. Setelah memeriksa kakaknya, dia yakin ada yang salah dengan perut sang kakak. Rama memberinya Zink untuk mengobati mencretnya. Kemudian, dia menelepon dokter Edi, temannya. Untuk memeriksa keadaan Gio. Lalu, membantu Gio ganti baju dan memasukkan pakaian bekasnya pada tong sampah. Tentu saja, dia tak mau mencuci pakaian dan celana kakaknya yang terkena poop itu. Kiara terbangun, karena mendengar kegaduhan. Bibirnya tersenyum jahat, saat melihat kondisi Gio. Saat ini, Gio tampak tertidur dengan wajah pucat. ‘Ini baru permulaan tuan!’ Dia tersenyum dalam hatinya. “Siapa?” Dokter Edi melirik Kiara penuh tanya. “Calon istriku,” jawab Rama dengan senyuman yang lebar. Hati Kiara langsung berbunga, diakui oleh calon suaminya. “Oh. Manis juga.” Dokter Edi melirik sekilas dengan seulas senyum. Kiara hanya menundukkan wajahnya, malu. “Bagaimana keadaan Kakakku?” tanya Rama. “Baik, itu hanya efek obat pencahar. Dalam beberapa jam juga akan sembuh setelah efek obatnya habis. Tapi, untuk mengobati lemas dan supaya tidak dehidrasi berikan obat yang ada di resep ini.” Dokter Edi memberikan secarik kertas berisi resep obat. Rama mengambilnya dengan cepat. “Terimakasih ya, maaf udah ngerepotin malam-malam begini.” Rama mengusirnya secara halus supaya tidak banyak bertanya lagi. “Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu.” Rama mengantarnya sampai ke pintu. Kemudian, Rama menatap Kiara dengan penuh tanya. Kiara meremas sofa di sampingnya, tanda ia ketakutan. Menyadari itu, Rama tau ini ulah siapa. Tapi kenapa. Apa dia merasa tidak nyaman dengan kehadiran Kak Gio. Itu yang ada di hati Rama. “Tidurlah sudah malam. “ Rama membelai kepala Kiara dengan lembut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN