2. Pertemuan Yang Salah

1518 Kata
Theo tersenyum tipis, lalu Veronica kembali menyambar bibirnya dengan mengalungkan lengan di leher Theo. Theo membalasnya penuh hasrat, mulai membimbing Veronica masuk ke dalam kamarnya. "Baiklah. Malam ini adalah milikmu," ucapnya tersenyum saat melepas ciumannya sejenak. Mereka berdua tenggelam dalam pergulatan yang penuh g*irah. Keduanya melepaskan segala beban dan keraguan, membiarkan malam itu menjadi saksi bisu pertemuan mereka yang penuh takdir. *** Keesokan paginya, Veronica terbangun dengan kepala berdenyut dan mata yang berat. "Ya, Tuhan? Apa yang telah terjadi tadi malam?" gumamnya. Terlintas kepingan-kepingan memori tentang apa yang telah terjadi tadi malam saat dia lebih dulu menyerang pria yang telah melepas segelnya. "Ssshh ... akh!" pekiknya merasakan rasa sakit pada bagian intinya saat hendak bangkit dari tidurnya. Lalu menutup kedua mulutnya dengan telapak tangan, takut pria itu mendengarnya. Bangkitlah dia dari ranjang king size itu dengan menutupi tubuhnya yang polos menggunakan selimut, untuk melihat sesuatu yang dia curigai. Benar saja, ada sedikit bercak darah di atas seprai berwarna putih itu. "s**t! Aku sungguh melakukannya tadi malam!" gumamnya lagi seraya menutup mulutnya yang menganga karena terkejut ketika memorinya saat Theo memasukkan pusakanya, dan membuatnya menjerit kesakitan tadi malam. Mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi, dia melangkahkan kakinya menuju pintu kamar mandi yang sedikit terbuka. Dia menatap Theo yang sedang mandi. Tubuhnya yang atletis terpampang jelas di balik kaca pembatas kamar mandi yang transparan namun buram karena berembun. "Oh My God! Dia begitu hot dan seksi!" batinnya kagum pada Theo. Veronica mendambakan tubuh pria itu sejenak, lalu tersadar dari lamunannya. Dengan cepat, dia mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai dan bergegas mengenakannya. Berniat untuk kabur. "Aku harus keluar dari sini! Aku terlalu malu bertemu dengan pria itu!" monolognya berbisik pada dirinya sendiri. Akan tetapi, saat dia baru saja hendak membuka pintu, Theo sudah keluar dari kamar mandi. "Pergi tanpa memberitahu namamu lagi?" tanya Theo dengan senyum misterius di wajahnya. Veronica berbalik dan tergagap, "Lagi?" Dia menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan, berusaha untuk menghilangkan rasa malu dan gugupnya. "Eumm ... sebenarnya aku belum pernah melakukan ini sebelumnya, ini adalah kali pertamaku." "Aku tahu ini sudah lima tahun. Tapi, apa dia sungguh tidak bisa mengingatku sedikit pun?" batin Theo, berjalan mendekati Veronica yang masih berdiri di ambang pintu yang terbuka. Kejadian lima tahun lalu pun terlintas di benaknya ... “Hei, Tuan Muda. Apa yang kau bawa malam ini?” salah satu pria berkata sambil tersenyum sinis. Theo mencoba untuk tetap tenang, tetapi dengan cepat pria-pria itu mulai merampoknya. Mereka merampas dompet, ponsel, jam tangan, sepatu, bahkan pakaian branded dan edisi terbatas yang dikenakannya. Mereka meninggalkannya hanya dengan boxer yang menutupi area pribadinya, juga kaos kaki yang masih dikenakannya. Setelah para perampok itu pergi, Theo merasa kebingungan dan malu. Dia berpikir bagaimana dia akan kembali ke hotel dalam kondisi seperti ini. Namun, tiba-tiba seorang gadis cantik dengan kulit putih dan rambut berwarna coklat mendekatinya. “Pakailah ini,” kata gadis itu dengan suara lembut sambil menyodorkan sebuah mantel pada Theo. Theo yang tercengang pun sibuk dengan pemikirannya sendiri dan masih mengabaikan gadis itu. Gadis itu pun tersenyum dan menjentikkan jarinya di depan wajah Theo, mencoba menyadarkannya dari lamunan. "Pakailah ini!" ucapnya lagi sambil menyodorkan mantel miliknya. “Jangan melewati gang sepi seperti ini lagi, terutama dengan pakaian dan barang-barang mewah. Itu tidak aman. Di sini masih banyak sekali pencuri yang berkeliaran." Theo tersadar dari lamunannya dan menerima mantel itu. “Terima kasih banyak,” ucapnya tulus. “Kenapa kau membantuku? Kita bahkan tidak saling mengenal.” Gadis itu hanya tersenyum manis, kemudian berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Theo. "Hei, siapa namamu, Nona?" Gadis itu pun menoleh dan hanya mengulas senyumnya, lalu kembali berbalik, dan benar-benar pergi meninggalkan Theo. Theo hanya tertegun melihat kepergiannya tanpa mengetahui siapa namanya. Theo merasa heran, mengapa gadis yang mampu membuatnya terus memikirkannya selama lima tahun terakhir itu terlihat tidak mengenalnya. Apa dia sungguh tidak mengingat kejadian itu? Atau dia hanya berpura-pura tidak mengingatnya? Pertanyaan itulah yang ada di benak Theo sekarang. "Terima kasih untuk malam yang menyenangkan. Aku ... aku harus pergi. Maaf atas kekacauan semalam," ucap Veronica mengulas senyum manisnya, berusaha menutupi rasa malu yang menyelimuti hatinya. Theo menatapnya dengan serius, "Aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja. Kau harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi semalam." Veronica mengangkat alis, berusaha mempertahankan ketenangannya. "Tanggung jawab? Aku sudah membayarmu melalui Elle, bukan? Jadi, bukankah seharusnya kau membiarkan aku pergi?" Theo tertawa kecil, "Membayar? Kau sungguh tidak tahu siapa aku?" Belum sempat Veronica menjawabnya, tiba-tiba Sophie muncul di depan pintu kamar itu dan mengarahkan kamera ponselnya pada Veronica dan Theo. Senyum penuh kemenangan terulas di wajahnya. Saudari tiri Veronica itu tertawa puas, "Wow! Itu benar-benar kau, Vero! Tersenyumlah ke kamera, Sis!" ejeknya seraya memotret pasangan itu. "Kudengar kau minum sendiri di bar bawah sampai mati. Ternyata kau sedang bersenang-senang. Aku sudah bisa menebak judul berita utama sekarang. Pewaris Johnson Construction berselingkuh dari tunangannya dengan ...," Sophie menatap remeh pada Theo dari ujung kepala hingga ujung kaki, kemudian melanjutkan perkataannya, "seorang pria panggilan." "Siapa kau berbicara tentang perselingkuhan?" sungut Veronica, namun ketika kemudian dia tersenyum sinis. "Aku baru saja memergokimu di tempat tidur dengan tunanganku." "Ya, tidak ada yang tahu tentang itu. Begitukah?" balas Sophie santai. "Tunggu saja sampai aku mengunggah foto ini, dan kau tidak akan pernah dijadikan sebagai CEO Johnson Construction." Theo yang merasa geram pada wanita itu pun merampas ponselnya dan membantingnya ke lantai, lalu menginjaknya dengan sebelah kakinya. "Hei, apa yang kau lakukan? Apa kau i***t?" teriak Sophie dengan penuh amarah seraya memungut ponsel miliknya yang layarnya terlihat hancur. "Aku sudah mengunggah ini ke A-Cloud!" sungutnya berapi-api. Theo tersenyum miring, sementara Veronica tersenyum santai sambil membuka sesuatu di ponsel miliknya. "Hmm ... kebetulan sekali. Aku juga sudah!" kata Veronica tersenyum penuh kemenangan, menunjukkan foto Sophie bersama John sedang berciuman tadi malam. Amarah Sophie semakin berkobar, "Dasar j*lang licik!" umpatnya, berusaha merampas ponsel Veronica. Namun, dengan gesit Veronica menyembunyikan ponselnya di balik punggung. Tersenyum puas menatap Sophie yang terlihat panik dan takut. "Hmm ... setidaknya sekarang aku menggunakan pakaian. Menurutmu mana yang lebih buruk? Kau t*lanjang dan berciuman di atas ranjang yang sama bersama John? Atau aku yang hanya di kamar bersama seorang pria?" "Sial! Aaargh!" teriak Sophie tak terima. "Aku akan memberitahu Daddy tentang ini, agar kau tidak ada kesempatan untuk membela diri di depannya!" ancamnya dan berlalu pergi meninggalkan Veronica dan Theo. Veronica menghela napas panjang setelah kepergian saudari tirinya itu. Kemudian berbalik menatap Theo yang sejak tadi berdiri di balik punggungnya. Dia mengulas senyum manisnya sebelum berkata, "Aku menyesal kau harus melihat itu. Tapi, langkah yang bagus. Aku tidak perlu berbohong dan menjelaskan lebih lanjut tentang kenapa aku bisa berada di sini denganmu tadi malam." Theo mengulas senyum yang sebelumnya hanya dia tampakkan di depan ibu dan kakak perempuannya. "Kau menanganinya dengan baik. Apa itu benar? Kau memiliki tunangan?" "Mantan tunangan!" jawab Veronica cepat. John Cooper ...." "Pewaris C&G Electronics?" "Ya, itu dia! Aku harus mengambil alih perusahaan ibuku dalam empat hari. Dan hanya itu yang dia pedulikan. Dia hanya ingin memanfaatkanku untuk merebut perusahaan ibuku." "Ya! Pria dari keluarga Cooper itu sangat bodoh karena lebih peduli perusahaan daripada dirimu." Veronica kembali menghela napas dan tersenyum simpul. "Baiklah ... anyway, terima kasih telah membantuku. Namaku Veronica Johnson. Siapa namamu?" katanya dengan tangan terulur pada Theo. Theo menyambut uluran tangannya dan menatap matanya dalam-dalam. "Theo ... Theo Schwarz." Mendengar nama belakang Theo, Veronica mendadak merasa marah dan benci. "Maksudmu Schwarz pemilik S&W Company?" Lima tahun lalu ... Flashback On "Hai, Mom," sapa Veronica seraya memberikan buket bunga pada ibunya yang terbaring di atas hospital bed, Paulina Johnson. "Apa kabarmu?" Paulina tersenyum dengan wajahnya yang tampak pucat dan lemah. "Lebih baik sekarang, karena ada kau di sini, Sweetheart." Dia mencium bunga kesukaannya yang diberikan Veronica dan meminta putrinya itu untuk meletakkannya di atas nakas. "Terima kasih." "Keluarga Schwarz tidak akan menyerah. Bukankah mereka? Aku sudah mengatakan pada mereka satu juta kali untuk berhenti menekan perusahaan kita karena kau sedang sakit, Mom. Demi Tuhan. Aku tidak habis pikir pada mereka," ujar Veronica dengan penuh emosional. "Mereka tidak akan peduli, Sweetheart. Semua yang Schwarz Group lihat hanyalah peluang yang bagus untuk mendapatkan perusahaan yang sedang berkembang dari seorang wanita sekarat," tutur Paulina. "Jangan berkata seperti itu, Mom." "Jangan khawatir, Vero. Mommy akan meninggalkan perusahaan ini untukmu. Bahkan jika itu adalah hal terakhir yang bisa kulakukan. Tapi ... terlalu sulit untuk melakukannya sendirian. Berjanjilah padaku bahwa kau akan menemukan seseorang yang baik hati, seseorang yang kau percaya dan mencintaimu dengan tulus. Setelah itu kau harus menikahinya, dan mengambil alih perusahaan ketika kau berusia 28 tahun. Jagalah perusahaan kita. Jangan sampai kau kehilangannya." Veronica menggelengkan kepala, mulai menitikkan air matanya. "Tidak. Jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku, Mom." "Berjanjilah pada Mommy, Veronica." Dengan air matanya yang terus mengalir, Veronica akhirnya mengangguk karena melihat tatapan penuh harap dari wanita yang telah melahirkannya itu. "Aku berjanji!" Dipeluknya Paulina yang masih terbaring. Dalam dekapan ibunya, Veronica menatap sebuah amplop putih yang tertulis nama sebuah perusahaan. 'S&W Company' dan 'Schwarz Group'. Dia menatap amplop itu dengan penuh kebencian. Flashback Off Setelah tersadar dari lamunannya, Veronica melepaskan dengan kasar tangannya yang masih digenggam Theo. "Menjauhlah dariku!" tegasnya dengan tatapan penuh kebencian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN