"Arghhh ..." desah Pinka terus menggerak -gerakkan tubuhnya di bawa Sean agar Sean peka untuk merasakan gua hangat yang mulai menghangat dan bergetar itu.
Sean mulai berkeringat hanya melaakukan aktivitas ciuman itu. Maklum anak pesantren alim di sodorkan hal berbau maksiat akhirnya luluh juga, padahal jelas dosa besar berzina mampu membuatnya hancur.
Sean seperti terhipnotis dan terus bergerak melumat bibir Pinka yang tipis dan lembut di dalam bibirnya. Tangannya tak sengaja menyentuh benda kenyal berupa gundukan daging dan Sean melirik ke bawah sekilas. d**a Pinka sudah terbuka dan bebas untuk di jamah. Dua gundukan yang masih kenyal dan terawa. Kulit Pinka yang mulus dan putih tanpa cacat membuat Sean semakin menggilai tubuh itu. Ternyata bisikan setan itulebih kuat di bandingkan imannya yang di pondasi bertahun -tahun dalam Pondok Pesantren.
"Kenapa hanya kau lihat, kau tidak tertarik untuk menyentuhnya?" ucap Pinka lirih saat tautan bibir Sean di lepas dan Sean melihat sesuatu yang juga belum pernah ia lihat sebelumnya.
Sean melihat dua gundungan dengan kuncup berwarna cokelat muda yang tegak berdiri, rasanya ingin mengulum kuncup itu dan menggit gemas karena memang Sean menjadi gemas.
Sean kembali menatap Pinka yang terlihat ingin sekali di sentuh di bagian dadanya.
"Kenapa?" tanya Pinka dengan napas memburu. Hasratnya sungguh telah memuncak di ubun -ubun. Pengaruh obat perangsang itu sungguh emmbuat Pinka menjadi wanita binal malam ini.
Sean terdiam, ia ragu. Bersentuhan dengan gadis yang bukan muhrimnya saja sudah berdosa, apalagi ini ia sangat bernafsu sekali mencium bibir Pinka hingga ia sendiri merasa puas tadi.
"Sentuh saja. Sentuh aku, Kak," ucap Pinka terus mendesah b*******h. Pinka terus menarik wajah Sean dengan kedua tangannya dan mencium pipi Sean berkali -kali.
Sean membeku dan menggigit bibir bawahnya. Menghentikan aktivitasnya sejenak karean Sean ragu melanjutkannya. Padahal Sean sudah telanjang bulat. Keris saktinya juga sudah siap menghujam gua yang telah basah dengan wangi khas membuat nafsunya makin memuncak.
Pinka menarik tangan Sean dan menyentuhkan pada kuncup dadanya.
"Sentuh ini, beri aku kenikmatan," racau Pinka terus menginginkan kenikmatan dan kepuasan.
Iman bertarung dengan hasrat seksual. Sungguh ini hal yang paling sulit bagi manusia.
Sean memilin pelan dan lembut sekali kuncup d**a yang mengeras itu. Sontak Pinka menlenguh keenakan dan tubuhnya terus bergelinjang sambilmenciumi wajah Sean yang sanggup di gapai dengan bibirnya.
Sean sendiri mulai memuncak dan gemas dengan kuncup d**a itu yang maikn lama makin mengeras. Sean memberanikan diri untuk merasakan dengan lidahnya. Sean teringat sewaktu ia berada di pondok dan teman -temannya menemukan buku lama di gudang berjudul kama sutra dan mereka mmebacanya setelah mengaji. Halunisasi dan hayalan mereka mulai menari -nari di otak, apalagimereka kebanyakan lelkai normal yang sudah baligh dan mulai beranjak dewasa. Sean sempat membaca buku itu, ternyata rasanya lebih nikmat ada lawannya di bandingkan ia harus meraba -raba berhalusinasi
Setan maksiat sepertinya sudah berhasil merasuki tubuh Sean hingga masuk ke nadi yang halus sekalipun. Aliran darah Sean mulai mendidih dan terpacu. Ada rasa sesak di bawah sana yang ingin ia keluarkan tapi harus ia lampiaskan dulu agar terasa nikmat.
Bibir Sean mulai mendekat dan mengecup d**a kenyal itu. Uhh ... Rasanya bergetar seperti tersengat listrik. Sean mulai kalap mulai mencaplok kuncup d**a Pinka yang berwarna cokelat muda dan menghisap pelan sekali. Makin di hisap, makin terasa menggemaskan di lidah Sean hingga Sean sendiri merasa kegelian dan menggigit kecil kuncup d**a itu. Pinka hanya bisa mendesah kenikmatan sambil memejamkan kedua matanya dan sesekali terbuka melihat apa yang sedang di lakukan Sean dan semuanya terasa nikmat.
Setiga pengaman Pinka sudah basah. Perlahan Pinka menurunkan kedua tangannya dan melepas segitiga pengaman itu. Saat keris sakti itu menyentuh dari luar segitiga pengamannya, tubuh Pinka terasa merinding danbergetar hebat. Apalagi sekarang segitiga pengaman itu sudah terlepas dari tubuhnya, apakah rasa itu masih sama, atau rasanya lebih hebat dari itu.
Sean masih betah bermain dengan dua gundukan d**a Pinka yang kenyal itu. Beberapa garis merah tercetak di tubuh mulus Pinka yang putih akibat hisapan Sean yang terlalu kuat. Pinka sama seklai tak mengaduh tapi ada kepuasan tersendiri melihat itu. Pinka senang melihat Sean yang terlihat menyukai tubuhnya. Pinka lupa, tubuhnya masih bersegel. Pinka tidak ingat kalau ia sudah berada di penghujung untuk melepas kehormatannya pada lelaki yang ia temui saat kecil dulu.
"Kak ...," lirih Pinka dengan wajaha memelas.
Kedua tangan Sean penuh memgang d**a Pinka dengan kuncup d**a yang di hisap secara bergantian membuat Pinka mendesah hebat hingga di bagian bawahnya terasa becek dan berlendir.
Tangan Pinka mulai mencari keris sakti Sean dan menyentuh keris sakti itu perlahan. Sean menatap Pinka, mungkin anatara sadar dan tidak sadara. Sadar kalau yang di lakukan adalah salah dan tidak sadar, karena nikmatnya tersalurkan luar biasa memuaskan.
Sesekali tanga Pinka yang memegang keris sakti Sean di gesekkan dalam pintu gua yang sudah basah. Tentu saja kepala keris itu semakin ingin memasukkan kerisnya ke dalam gua yang sudah terasa licin itu.
Sean melepas d**a Pinka dan mencium pipi Pinka yang mulus dan berbisik.
"Jangan menggodaku seperti ini. Aku masih perjaka," ucap Sean masih sadar. Sean menahan hasratnya untuk tidak melanjutkan sesi berikutnya yang lebih enak dan merengkuh surga dunia.
"Aku juga masih perawan," jawab Pinka mendesah.
Sean melotot menatap Pinka. Antara percaya atau tidak. Secara Pinka adalah wanita penghibur, masa iya masih perawan? Patut di pertanyakan, bukan? Atau perlu di coba? Untuk memastikan bahwa Pinka itu perawan? Kalau perawan? Terus? APa harus aku nikahi? Karena aku sudah merusak masa depan seorang gadis? Hah? Kenapa aku malah terjebak dengan hal dunia seperti ini? Tapi, aku ingin mencicipi, tubuhku rasanay ingin sekali menyentuh bagian inti itu dan mendengkur pulas di dalamnya. Argghh, Apa yang harus aku lakukan? Sean terus berontak di hati dan pikirannya yang tak lagi sejalan. Hatinya masih mengedapankan nilai agama, pikirannay sudah tak sabar ingin emngeksekusi wanita di depannya ini. Pinka, dia memang sangat cantik. Tubuhnya mulus tanpa cacat dan sangat harum sekali.
"Kenapa? Apa kau tak percaya?" tanya Pinka yang sudah tegila -gila denagn ellaki yang ia kenal di masa kecilnya ini.
"Bu -bukanakah kau ...," Sean menggelengkan kepalanya dan menarik napas panjang hingga banayk oksigen memenuhi seluruh ruang paru -paru hingga Sean bisa berpikir jernih. Sean menghentikan ucapannya dan memejamkan kedua matanya. Tubuhnya langsung di jatuhkan di samping Pinka dan emnatap langit -langit.
"Ke -kenapa? Kenapa berhenti?" tanya Pinka dengan wajah memelas. Sedikit lagi padahal, intinya akan terisi penuh dan itu adalah kenikmatan terakhir.
Sean tidak bisa melanjutkan apa yang sebenarnay mereka inginkan berdia. Sean tak mampu merusak masa depan seorang gadis. Sungguh berdosanya nanti ia pada Bundanya. Dengan cepat Sean membawa Pinka ke kamar mandi dan memasukkan Pinka ke dalam bathup dengan air hangat yang tidak Sean pakai tadi. Sean mengguyur kepalanya agar tetap dingin dan mengguyur kepala Pinka agar gadis itu bisa mengontrol keinginna gilanya dalam bercinta.