Malam itu, Yozico hanya keluar kamar untuk mandi dan makan saja. Dia lewati malam dengan memainkan game itu hingga lupa waktu.
***
Keesokan harinya, matanya terlihat memerah karena kurang tidur dan terlalu lelah menatap layar yang sama.
"Kenapa mata kamu?" tanya mamanya saat berkumpul di meja makan.
"Nggak apa-apa, Ma. Masih ngantuk aja," jawabnya, sembari meraih piring di hadapannya.
"Kelamaan main game itu pasti. Sayang mata kamu itu loh," tegur papanya.
"Enggak, Ma. Aku baru main kemarin doang, kok. Besok-besok juga enggak," elaknya.
"Terserahlah, yang penting makan dulu sekarang. Kalian beruda cepat berangkat, keburu telat," ujar mamanya menegur suami dan anaknya.
Mereka memilih untuk diam, daripada wanita kesayangan mereka pagi-pagi marah. Selesainya makan, Yozico memutuskan segera berangkat ke kampus yang mana lumayan jauh jaraknya dari rumah.
Yozico mengendarai motornya untuk sampai di kampus. Dia menaiki motor dengan ngebut, sebab ingin memainkan gamenya kembali. Yozico juga merasa heran, dia kepingin menyudahi permainannya tetapi terasa sayang.
Sesampainya di kampus, Yozico berjalan melewati koridor untuk sampai ke kelasnya. Banyak anak yang terlihat sibuk dan memainkan hal yang sama. Hal itu, justru membuat Yozico enggan menyudahinya.
"Nando!" teriak Yozico saat melihat Fernando berjalan hendak masuk ke dalam kelas.
Fernando yang mendengarnya, sontak menghentikan langkahnya. Dia menunggu Yozico yang berjalan menghampirinya.
"Boleh tanya-tanya, nggak?" tanya Yozico.
"Apaan?" tanya Fernado balik.
"Sambil jalan masuk kelas, yuk." Yozico mengajak Fernando berjalan berdampingan. "Aku kemarin sudah download gamenya, loh. Beneran katamu, asik juga. Pengen ngerasain kalau main bareng, dong."
"Nah, kan. Bakal ketagihan kan, lu. Kemarin aja sok-sokan nggak mau," gumam Fernando.
"Ya, dari pada aku scroll sosmed nggak ngapa-ngapain. Mending main game ternyata, ada kesibukan. Ternyata microfontnya diaktifkan juga bisa, ya. Baru tahu aku, tuh," ujar Yozico merasa heran.
"Astaga, bocah. Kamu itu dari dulu ngapain aja, sih? Ponselmu nggak kau gunakan apa?" tanya Fernando.
Yozico hanya menggaruk kepalanya. "Enggak. hehehe. Dari dulu ya cuma buat scroll sosmed doang. Selebihnya nggak pernah,sih."
"Nanti aja kalau istirahat, aku bantu kamu. Aku ajarin kamu, kalau sekarang mepet jamnya, malah nggak jenang nanti," tegas Fernando.
"Okeah," jawab Yozico dengan pasrah.
Saat jam pelajaran tiba, dosen pun segera masuk. Tetapi entah kenapa piliran Yozico gelisah, sebab ingin segera memainkan game yang baru ia gandrungi saat ini. Dia merasa penasaran, seperti apa kedepannya. Sistem bintang dan level pun menjadi penguat seluruh pemain.
Dia tak fokus kala dosen menjelaskan. Dia lebih asik melihat jamnya beberaa detik sekali. Yozico terpengaruh dengan rasa keingintahuannya. Hal yang tak pernah ia rasakan selama ini, baru ia ketahui kemarin. Memang terlambat bagi dia, tetapi hari itu juga awal di mana dia masuk perangkap malapetaka itu.
Game itu seolah-olah memiliki pemikat untuk menarik para pemainnya akan lupa dengan segalanya. Ada unsur magic tersendiri bagi penggunanya.
Jam pelajaran pun terlewati, bel menunjukan waktu istirahat pun berdering. Yozico dengan cepat meraih ponsel yang ada di dalam sakunya, lalu menghampiri Fernando yang duduk di kursi bagian belakang.
"Nando, gimana?" tanya Yozico terburu-buru.
"Ada apa, Co?" sahut Putra.
"Dia mau minta ajarin buat main bareng gitu. Bro, kamu inget yang kemarin bersikukuh nolak main game nggak?" ejek Boby berbicara dengan Putra teman satu kelas mereka berdua.
"Yoi, game itu kerjaan pemalas guys. So, jadi si Yozico mau merelakan dirinya bergabung menjadi kaum pemalas seperti kita," jawab Putra.
Yozico hanya tersenyum, sebab serasa menjilat ludah sendiri kala mengatakan itu.
"Bukan begitu guys, aku dari dulu malas aja mainnya gitu. Eh, kemarin Nando itu bilang kalau game melupakan segala rasa penat. Ya, aku cobalah, kalau ada hal menyenangkan kenapa tidak?" ujar Yozico.
Mereka pun tertawa bersamaan. "No game, No life, Men," ujar Putra.
"Put, entah itu si Zico selama ini terlalu sibuk dengan mendaki, loh. Dia belum terbiasa, kita ajarin sewajarnya aja biar nggak menggebu dia mainnya," ujar Fernando.
Mereka bertiga memilih tak jajan di kantin, demi untuk meminkan game. Mereka segera membuka aplikasi game yang saat ini banyak dimainkan kalangan remaja. Saling follow akun masing-masing demi bisa join main bareng.
"Kita main classic aja. Yozico ranknya masih rendah, automatis gak bisa dong join ngerank bareng kita," ujar Putra memberitahu.
"Aku nggak pernah ngerank, Bro. Lagian heroku saja baru beberapa yang keluar. Itu pun masih ada yang pakai trialcard untuk menggunakannya," jelas Yozico.
"Hahaha, baru sehari Bro. Nggak mungkin dia seharian ngegame juga. Emang gak dimarahin mamaknya, dia," sahut Fernando dengan tetap menatap lekat terhadap ponselnya.
Yozico yang masih amatiran, memainkan game itu dengan asal-asal.
"Woi, Zico. Jangan asal majulah, dirimu itu. Lihat petanya, biar tahu keberadaan musuh." Putra menegur Yozico yang asal main.
"Bukannya harus runtuhin towernya itu, biar bisa ke tower pusatnya?" Yozico yang polos hanya tahu itu saja.
"Eh, itu makhluk-makhluk bisa kamu serang. Buat tambah nyawa kamu." Fernando kembali mengingatkan.
Mereka yang terpaku saat memainkan, kadnag bisa tersenyum dan bisa marah dengan sendiri.
"Woi, tolongin. Sialan, kalian ngapain di sana," bentak Putra. "Woi, Zico. Lari, kamu ngapain coba?"
"Aku?" tanya Yozico.
"Zico musuh di belakangmu. Lihat map, kamu woi. Ah, kamu itu," kata Fernando.
Dengan serangan tiba-tiba dari hero lawan, hero Yozico pun mati terlebih dahulu.
"Nah, kan. Setor nyawa kamu itu namanya," tehur Fernando lagi.
"Aku nggak pahamlah, bingung kalau main sama yang ahli. Eh, kemarin perasan menang terus aku tuh," gumam Yozico masih terpaku dengan ponselnya.
"Iya, pemain pemula semua. Kalau join saka kami, bisa main ke level yang tinggi. Lawannya juga banyak yang sudah ahli juga. Pantengin itu map makanya," jawab Putra.
Mereka saing sahut-sahutan kala Yozico mainnya nggak bener. Bahkan saat salah langkah dan sinyal Putra ngadat, satu kematian membuat lawan memenangkan permainannya ini.
"Belajar main rank sana. Lihat cara main mereka, ih jangan asal-asalan. Kugetok juga, lu," gumam Fernando.
Lagi-lagi Yozico hanya tersenyum. Terlalu asik main game, tanpa mereka sadari waktu pelajaran selanjutnya pun kembali. Saat itu juga oermainan harus di akhiri walaupun permainan belum berakhir.
Para pemain game, bisa marah dan dapat pesan pelanggaran jika keluar arena sebelum permainan selesai. Hal itu, bahkan mampu membuat pemain game emosi tingkat tinggi seperti ada dendam antara mereka.
"Zico, dosen udah masuk, tuh. Ponselmu bisa di sita," ujar Fernando lirih mencoba mengingatkan.
Diantara mereka bertiga, hanya Yozico yang masih terpaku dengan permainannya.
"Bentar lagi, kurang satu langkah," jawabnya.
Dia yang masih terpaku dengan ponsel, seketika membuat dosen killer yang masuk ke kelasnya marah.
"Yozico permana!" teriak dosennya itu.
Sontak Zico menatap ke arah dosen itu. Ketika dia melihat dengan terburu-buru mematikan ponselnya dan kembali ke tematnya semula.
"Maaf, Pak," ujar Yozico.
"Satu kali lagi, Bapak melihat kamu mengabaikan Bapak di sini. Akan saya berikan surat pelanggaran." Dosen itu terlihat marah. "Bukan untuk Yozico saja, tetapi untuk semua anak yang berada di dalam kelas ini. Satu kali lagi saya melihat kejadian ini, saya tak akan mau mengajak mata kuliah ini. Terserah, kalian mau minta ajar dosen siapa, tapi kecuali saya."
Dosen itu yang mengajar di mata kuliah penting dalam jurusan desain computer itu. Gara-gara ulah Yozico, dosen itu pun bergegas keluar dan enggan mengajar kelas ini untuk hari ini.
"Zico, sih. Sudah tahu waktunya Pak permadi, malah asik main ponsel terus kamu itu," tegur salah satu anak perempuam di kelasnya.
Teman satu kelasnya pun merasa kesal dengan perilaku Yozico, sebab gara-gara dia yang sepele membuat masalah ini menjadi runyam. Satu anak yang berbuat, sontak satu keas terkena imbasnya.
Fernando menghampirinnya dan memilih di kursinya di samping tempatnya.
"Sialan, lu. Gara-gara kamu Bapak Permadi yang killer dan nakutin itu marah. Dosen dengan jurusan itu cuma dua untuk kelas pagi. Nggak mungkinkan, kita ikut join kelas sebelah ikut dosen yang lain. Dah diperingatkan juga," omel Fernando merasa kesal.
"Eh, maaf. Lupa kalau sudah waktu mata kuliah kedua." Yozico tetap ingin berkilah dengan kesalahannya.
"Dahah, pulang aja, yuk. Pak Permadi juga nggak akan masuk kelas lagi." Fernando beranjak dari tempat duduknya. "Woi, pengumuman. Kita pulang aja, kelas akhir kosong nggak mungkin Pak Permadi masuk lagi. Dari ada kita nggak ngapa-ngapain, bisa pulang aja."
"Okelah, mau nonton film baru di bioskop. Dari pada suntuk lihat Yozico yang nyebelin," gumam teman-temannya yang lain.
Satu-persatu dari mereka keluar kelas. Sedangkan Yozico dan Fernando masih di dalam kelas berdua.
"Mau ke mana kamu?" tanya Yozico.
"Ikut aku, nggak? Mau lihat-lihat laptop gaming," ajak Fernando.
"Memang adakah?" tanya Yozico.
"Kalau nggak ada, ya nggak mungkin aku ajak kamu. Kesambet apa sih, kamu hari ini ngeselin banget. Nggak di game, nggak di kampus, saat ini juga. Kalau ikut ayo," ajak Fernando melangkahkan kaki meninggalkan Yozico sendirian.