“Ugh ... Ugh ... uuuuggghhh!” Susah payah Khansa menyeret meja, dia berhenti sejenak, meregangkan tangan kemudian lanjut memindahkan property yang akan dia gunakan untuk bahan ngonten kali ini. Sebenernya, sih, ngonten dalam rumah dengan pencahayaan yang diatur sebaik-baiknya hasilnya jauh lebih bagus daripada ngonten depan garasi. Dengan Background bunga-bunga hias milik Sang Ibu.
Kalau bukan karena Zyan Alex, Khansa ogah bela-belain begini. Lebih enak ngonten di dalam, bebas mengekspresikan diri di depan kamera. Dia juga gak perlu repot-repot buat angkut-angkut semua barang dari dapur ke luar dan sebaliknya.
“Gara-gara pertemuan di balai RW jadinya syuting mundur. Si papi juga gak dateng-dateng.” Khansa terus mengeluh, syuting belum dimulai wajahnya sudah berkeringat karena ‘olahraga’ angkat beban, make up luntur sudah.
Sudah jelas sekali apa tujuan Khansa syuting di sana, ya jelas dia terus melirik ke rumah besar yang pagarnya tertutup rapat dilapisi dengan Fiber sehingga dari arah luar sama sekali tidak bisa melihat ke dalam.
“Kamu gak capek kudu angkut semua peralatan syuting ke luar tiap mau syuting?”
“Cinta kan butuh perjuangan, Mi.”
Nina hanya menggelengkan kepala, kemudian kembali ke dalam rumah. Khansa itu keras kepala, mau bagaimana pun melarang dia syuting di luar rumah pastinya tidak akan digubris. Dulu ketika ingin menjadikan kamar tamu sebagai studio untuk syuting, dia begitu menggebu dan tidak bisa dibilangin, gak bisa disabarin. Akhirnya Radith dan Wisnu terpaksa cuti demi menuruti keinginan Khansa.
Setelah memperbaiki semua riasannya, Khansa mulai mengatur kamera dan makanan yang sudah dia beli di salah satu toko kue ujung kompleks. Hari ini tidak ada Mukbang, hanya syuting santai sambil menikmati Korean cream cheese garlic bread.
Setelah memastikan tatanan rambutnya, make up serta printilan akhirnya Khansa siap untuk syuting. Kanal youtube nya bukanlah kanal yang besar, tidak ada banyak pengikut selain ribuan orang yang tergabung dalam komunitas yang dia ikuti. Itupun Khansa tahu, tidak banyak yang menonton. Namun, setidaknya kontinu, selalu ada yang menonton.
Karenanya, Khansa tidak punya asisten, tidak punya kameramen dan juga belum punya editor. Semua dia kerjakan sendiri, kadang-kadang, jika Radith senggang, lelaki itu membantu sang adik untuk mengedit Video.
“Hallo, Gaize, welcome back to my youtube Channel. Selamat datang di Kanal pribadiku. Akhir-akhir ini aku lagi seneng, saking senengnya, memutuskan untuk syuting outdoor, ya meski di depan garasi doang, tapi ini butuh effort banget. Kali ini aku juga enggak mukbang, Cuma mau ngobrol santai sambil review salah satu makanan yang sempat viral beberapa bulan terakhir, tetapi meredup karena adanya makanan baru. Ya, begitulah di sini, semua orang mudah bosan. Makanan viral ganti ganti tiap harinya.”
Khansa dengan santai dan luwes membuka bungkusan Korean cheese garlic breadnya. Belum di makan, aromanya sudah membuat Khansa ngiler, perempuan itu menelan ludah. Hasrat untuk segera menghabiskan makanan itu benar-benar tidak bisa dia bendung.
“Hmmm ... Roti bunnya cantik banget, kan? Krim keju dan saus bawang putih ini aromanya benar-benar menyengat, buat teman-teman yang suka yang gurih-gurih, roti ini recomended banget pokoknya.”
Khansa belum mau memakannya, dia terus mereview jajanan yang dia beli seharga tiga puluh lima ribu rupiah itu.
“Aku beli dua, yang ini original tanpa taburan bubuk cabai di atasnya, hanya peterseli saja. Nah yang ini ada merah-merahnya menggoda, pasti gurih dan pedasnya. Pernah ya, beli di mall di Jakarta, yang diameternya delapan belas sentimeter itu harganya sekitar lima puluh lima ribuan. Di Garut sih harga tiga limaan aja udah pada ngeluh kemahalan.”
Khansa memotong, kuenya dengan tangan, kemudian memakannya dimulai dari bagian krim yang beraroma keju bercampur bawang putih. Rasanya gurih, dia menikmati itu di depan kamera. Hingga akhirnya terdengar gerbang dibuka, suaranya bikin ngilu. Padahal Nina sudah usul beberapa kali agar Wisnu segera memberi pelumas pada roda-roda gerbang agar tidak ngilu saat dibuka.
Khansa berdiri dan bergegas menghentikan syuting.
“Kok berhenti?” tanya Wisnu.
“Itu suara gerbangnya ganggu, kan nantinya Shasha ribet kudu ekstra ngeditnya.”
“Udah dibilangin syutingnya di studio aja, percuma dong papi capek-capek bikin studio.”
“Khansa kan ....”
“Caper, iya kan? Papi tahu, kok. Sini papi bilangin, Nak Zyan itu aktor terkenal, mana ada waktu buat merhatiin rakyat jelata kayak kita. Kalau kata Radith mah kita ini remahan rengginang.”
“Kenapa Papi gak dukung Shasha?”
“Bukan gak dukung, papi Cuma gak mau aja kalau kamu nantinya sakit hati. Udahlah jalanin hidup apa adanya aja, ngomong-ngomong rotinya wangi banget, papi minta boleh?”
“Ambil aja buat Papi, Khansa batal syuting lagi.”
Khansa benar-benar sudah tidak bersemangat lagi, selama hampir dua jam mempersiapkan segalanya, syuting yang kepotong suara derit gerbang semua berakhir sia-sia. Dia duduk sambil menikmati makanannya. Duduk berdua dengan Wisnu sambil melihat rumah depan. Rumah yang sudah lama kosong tiba-tiba dihuni oleh seorang aktor ternama.
***
Setelah terjatuh dari kuda, dengan tiga ruas rusuknya bergeser, Zyan akhirnya memilih untuk istirahat di kota Garut. Dia memilih kota ini, mengingat ada rumah milik kakek dari pihak Ibu yang hanya ditempati oleh asisten rumah tangga dan juga penjaga keamanan. Awalnya lelaki itu mengira tinggal di kampung akan terbebas dari kejaran Fans.
Ternyata, tetap saja banyak orang yang ribut minta foto bareng. Untungnya ketua RW bijak dan menyetujui kesepakatan untuk tidak ada foto-foto serta tidak menganggap Zyan sebagai warga biasa.
Lelaki itu memegang remot dan memindah-mindahkan saluran tanpa minat. Tidak ada tayangan menyenangkan yang bisa dia lihat untuk saat ini. Kadang dia muak juga karena harus melihat wajah sendiri di iklan ataupun series.
“Den, mau mandi air hangat? Biar bibi siapkan, kebetulan water heaternya rusak.” Asisten rumah tangga seusia ibunya Zyan berdiri si sisi sebelah kanannya. Mengenakan setelan seragam sama persis dengan asisten rumah tangga di rumahnya di Jakarta.
“Semalam saya mandi masih pakai air hangat, masih bisa. Kenapa tiba-tiba rusak?” tanya Zyan.
“Memang sering tiba-tiba gak panas, Den. Kebetulan tadi pak Sakur periksa dan rusak lagi.”
“Jangan kayak orang susahlah, Bi. Beli lagi yang baru,” perintahnya. Zyan menyerahkan kartu kreditnya.
“Kalau bisa hari ini juga, Bi. Sekalian belikan dumbell cari yang material stick barnya besi, Coating chrome solid. Platenya yang full besi cor.”
Tita, sang asisten rumah tangga hanya bengong karena tidak mengerti apa yang diinginkan oleh majikannya. Dia tersenyum dengan wajah bingungnya. Zyan sadar, Bi Tita diam saja, dia lalu menoleh.
“Kenapa masih di situ, Bi?”
“Saya gak ngerti harus beli itu di mana, terus saya juga gak bisa pakai ini,” ungkapnya jujur.
Zyan berdecak kesal, direbutnya kartu kredit dari tangan Tita. Tanpa mematikan televisi dia pergi setelah meminta disiapkan mobil. Ah ... Zyan terus-terusan berdecak kesal, harusnya managernya ikut agar dia bisa melakukan semua dengan mudah.
Dibantu penjaga keamanan, Zyan akhirnya keluar dari gerbang rumahnya. Dia melihat pemandangan tidak biasa, tetangga depan rumah yang sedang makan berdua dengan anaknya. Pemandangan aneh yang selama hidupnya tidak pernah dia rasakan.