BAB 5 :: SIANG HARI DI KEDAI

2165 Kata
            Bel istirahat berdering. Membuat Vanya beserta teman sekelasnya langsung bernafas lega. Bagaimana tidak? Selama pembelajaran tadi suasana di kelasnya begitu tegang dikarenakan pelajaran hari ini adalah pelajaran Pak Tomo. Guru Bahasa Inggris yang paling killer.             Setelah Pak Tomo keluar dari kelasnya, Vanya langsung memasukkan bukunya ke dalam tas. Begitu juga Jessica yang duduk di sampingnya.             “Kantin kuy! Gue udah laper nih!” ucap Aldi yang baru saja datang menghampiri kedua gadis itu.             Vanya dan Jessica pun mengangguk dan bingkas dari duduknya menyusul Aldi yang sudah menunggu mereka di depan pintu.             “Haiii.. cewek boncel..” Vanya yang mendengar panggilan itu langsung menoleh ke sumber suara begitupun dengan Jessica. Disana Ardan berdiri dengan memasang wajah yang super duper menyebalkan untuk dilihat. Vanya pun membalasnya dengan memasang seringaian di wajahnya.             “Haiii juga cowok mesum.” Jawab Vanya.             Ardan yang mendengar panggilan gadis itu pun langsung mendekat kearah Vanya. “Cowok m***m? Maksud lo itu gue?” ucap Ardan sambil menunjuk dirinya sendiri.             Vanya bersedekap d**a lalu mengangkat ujung bibir sebelah kirinya. “Ya lo pikir aja. Kalau bukan lo siapa lagi coba?” Vanya tersenyum meremehkan Ardan.             “Oh… gue ternyata. Nggak masalah sih. Menurut gue, cowok m***m itu wajar. Artinya dia masih normal. Nggak kaya lo. Boncel.” Balas dan ledek Ardan. Mendengar itu, Vanya langsung menatap mata elang Ardan dengan tajam “Secara nggak langsung lo bilang kalau gue nggak normal gitu? Sialan lo! Pendek-pendek gini gue juga atlet Taekwondo berprestasi! Dari pada lo! Cowok m***m, p*****l! Sakit jiwa!” ceracau Vanya. Ceracauan tersebut pun kini membuat semua mata langsung terfokus kearah mereka berdua. Vanya yang tadi merasa lapar terpaksa harus menunda rasa laparnya itu hanya untuk meladeni laki-laki di depannya ini.             “Omong-omong soal Taekwondo, pertandingan kita kemarin belum selesai. Gimana kalau kita tanding lagi? Kalau lo menang gue bakal turutin permintaan lo. Tapi kalau lo kalah, lo harus jadi pembantu gue selama satu bulan. Gimana?” tantang Ardan sambil menaik turunkan alisnya.             Vanya tersenyum meremehkan. “Oke gue terima. Besok, gue tunggu ditempat biasa. Dan lo! Jangan coba-coba kabur kaya kemarin lagi. Kalau lo kabur kaya kemarin lagi, otomatis gue yang akan menang. Deal?” balas Vanya sambil mengulurkan tangannya.             “Deal! Dan satu yang perlu lo tahu. Gue kemarin nggak kabur. Gue bukan pengecut yang kabur gitu aja ditengah-tengah pertandingan.” Ardan pun mengulurkan tangannya juga dan menjabat tangan Vanya..             Vanya pun langsung melepaskan jabatan tangannya. “Ya..ya. terserah lo. Gue lagi males debat sama lo. Mending sekarang lo pergi sana. Lama-lama gue enek juga lihat muka lo. Sana hushhh….” Usir Vanya.             Ardan mendengus. “Tanpa lo usir pun gue bakal pergi. Gue juga lama-lama enek lihat lo. Cewek. Cebol!” ucap Ardan sambil menekankan dua kata terakhir dalam kalimatnya. Setelah itu, pergi meninggalkan Vanya.             Vanya menghentakkan kakinya kesal. Lalu menarik lengan Jessica begitu saja menuju kantin menyusul Aldi yang sudah lebih dulu ke kantin.             “Gila lo! Berani banget sama Ardan.” Ucap Jessica salut. “Tapi gue heran deh! Tumben-tumbenan Ardan mau ngeladenin hal remeh kaya gini. Biasanya tuh ya, jangankan debat. Ngomong sama cewek aja dia kadang ogah. Ah, Jangan-jangan..” Jessica menatap Vanya tajam.             “Jangan-jangan apa hah?”             “Dia… suka sama lo.”             Vanya menatap Jessica horror. “Gila lo ya! Mana ada! Dih.. amit-amit deh gue punya pacar modelan cowok m***m kaya gitu.” balas Vanya sambil mengetuk-ngetuk kepalanya. “lagian lo lupa, si cowok m***m itu kan udah punya pacar. Gila aja kalau iya, gue jadi selingkuhannya gitu? Double amit-amit deh gue, hih…”             Tak lama, mereka pun sampai di kantin. Jessica dan Vanya pun langsung berjalan menghampiri Aldi di meja biasa. Di sana Aldi tengah asyik menikmati semangkuk mie ayam sendirian ditemani dengan segelas es teh manis.             “Sorry gue ninggalin lo pada. Abisnya gue udah lapar banget.” Ucap Aldi setelah menelan mie ayam yang berada di mulutnya.             Jessica dan Vanya hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian duduk di depan Aldi. “Lo mau mesen apa Nya? Biar gue yang pesanin.” Ucap Jessica.             Vanya yang tergiur melihat Aldi begitu lahap memakan mie ayam pun langsung meneguk air liurnya. “Gue mau mie ayam deh. Terus minumnya kaya biasa aja. Jus jeruk.” Ucap Vanya. Jessica mengacungkan jempolnya. Kemudian pergi meninggalkan Aldi dan Vanya.             “Pulang sekolah lo ada acara?” tanya Vanya.             “Nggak ada. Ngapa?” Balas Aldi dengan mulut yang penuh oleh makanannya.             “Nebeng ya?” Vanya menatap kearah Aldi dengan memasang puppy eyes andalannya. Yang membuat Aldi langsung memutar bola matanya. Namun, tak urung dalam hatinya, Aldi merasa tidak tega untuk menolak permintaan perempuan di depannya ini.             “Hmmm... iya.” Jawab Aldi. Vanya yang mendengarnya langsung tersenyum senang.             “Thank you Al! lo emang sahabat ter-dabest dah!”             “Ck! Muji kalau ada butuhnya. Nggak ada butuhnya malah dijelek-jelekkin. b*****t emang ya! Untung… lo teman gue.” Gerutu Aldi. Vanya yang mendengarnya hanya memasang cengirannya. ***             Setelah Suster Verly keluar dari ruangannya. Fany mengambil remote tv yang berada di nakas samping tempat tidurnya. Fany memindah-mindahkan channel tv-nya mencari acara yang menurutnya seru untuk ditonton.             “Ck! Bosen.” Gumam Fany ketika melihat serial ‘Upin-Ipin’ yang lagi-lagi menayangkan episode yang sama.             “Elah… drama. Pasti nanti ujung-ujungnya kalau nggak taubat, ya meninggal. Gitu aja terus.” Gumam Fany lagi.              ‘ceklek’             Suara pintu terbuka langsung membuat Fany menoleh ke arah pintu. Di sana berdiri seorang perempuan memakai baju santai serta menenteng kresek minimarket yang Fany yakini berisi camilan itu.             “Ngapain lo kesini? Nggak sekolah lo?” ucap Fany ketika perempuan itu sudah duduk di kursi yang berada di samping ranjangnya.             “Lo kan pintar ya, ya lo pikir aja. Gue kesini mau ngapain.” Balas Reni ketus. Reni adalah sahabat Fany sejak gadis itu menginjak bangku SMP. Tapi bukan berarti Reni bersahabat dengan Ardan juga. Ardan dan Reni hanya sekilas saling tahu saja.             “Ya.. ya..ya. Terus kenapa lo nggak sekolah coba?” Tanya Fany. Fany pun ikut mengambil wafer coklat yang di bawa oleh Reni tadi. Dan membuka bungkusnya. Keadaannya hari ini sudah lumayan baik. sehingga kemungkinan besok Fany sudah bisa pulang dan beraktifitas kembali di sekolah.             “Biasa. Kesiangan.” Jawab Reni. Reni pun mengalihkan pandangannya kelayar TV yang sedang menampilkan tayangan FTV pagi. “Ck! Dasar PHO. Najis! Mukanya sok-sok diimutin gitu. Cantik kagak! Kaya bayi dugong didandanin mah iya.” Cibir Reni.             Fany yang mendengarnya memutar kedua bola matanya. “Lo kaya yang cantik aja dah.” Komentar Fany.             “Ehh.. jangan salah lo. Walaupun tampang gue pas-pasan menurut lo tapi cantik menurut gue. Gue nggak akan jadi PHO ya.” Balas Reni.             “Serah ya.. Serah.” Gumam Fany.             “Oh iya, Si Ardan gimana?” tanya Reni ambigu.             Fany mengernyitkan keningnya. Bingung. “Gimana apanya?” ucap Fany.             “Yaa… itu. gimana?”             Fany mendenguskan nafasnya kasar. “Ya… Itu gimana, oon! Kalau nanya yang jelas! Jangan bikin orang pusing, tulul!” kesal Fany.             “Ya.. maksudnya Ardan udah punya perasaan sama lo atau nggak. Gitu lhoo… masa lo nggak ngerti sih maksud gue! Katanya pintar.” jawab dan cibir Reni.             “Ya lo nya aja yang oon! Ngomong suka nggak jelas.” Cibir Fany balik.             “Terserah lo dah! Udah lo jawab. Gimana, si Ardan udah ada perasaan sama lo?”             “Nggak. Menurut gue, dia masih sama.” Jawab Fany dengan tangan yang sibuk  memindahkan channel tv. “Lagian pertanyaan lo nggak ada yang lain apa? Pertanyaan tidak berbobot sama sekali.” Lanjut Fany namun tidak dihiraukan oleh Reni.             “Terus? Lo nggak bosan? Lo nggak jenuh? Lo nggak capek? Terus berharap sama  cowok yang nggak punya perasaan sama lo sedikit pun? Please deh Fan! Sampai kapan lo bakal kaya gini terus? Ya gue tahu, Ardan baik sama lo. Tapi, apa lo sadar? Bakal ada kemungkinan kalau ternyata Ardan cinta sama cewek lain dan itu bukan lo.” Ceramah Reni. Dan ini sudah kesekian kalinya Reni terus menceramahi Fany tentang hal itu.             “Ck! Lo udah bilang itu berapa kali sih? Gue nggak bosan. Nggak jenuh apalagi capek! Gue nggak peduli. Ardan cinta sama siapa. Yang gue peduliin saat ini, Ardan tetap ada disisi gue. Gue tahu gue egois. Tapi, cuma itu yang gue mau sebelum semuanya selesai.” Ucap Fany.             “Terserah lo Fan. Gue cuma nggak mau lo nantinya sakit hati kalau ternyata Ardan cinta sama cewek lain. Dan secara perlahan, Ardan pasti bakal ninggalin lo. Gue nggak mau di saat keadaan lo kaya gini, lo semakin terpuruk.”             “Itu udah jadi resiko gue. Mencintai seseorang yang pada akhirnya akan ditinggalkan. Dan kalau hari itu benar-benar terjadi, gue nggak akan egois buat nyegah dia pergi. Kalau dia mau pergi, yaudah pergi aja.” Ucap Fany dengan senyuman mirisnya.   ***             Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa detik yang lalu. Aldi dan Vanya kini sedang berjalan menuju parkiran. Tempat dimana Aldi menyimpan sepeda motornya. Parkiran terlihat penuh oleh siswa/siswi yang hendak pulang langsung atau menunggu temannya yang sedang mengambil motor.             “Nih, pakai helmnya.” Ucap Aldi sambil menyodorkan helm berwarna putih kepada Vanya.             Vanya pun menerimanya. Menggulung rambutnya lalu memakaikan helm itu di kepalanya. “Udah.” Ucap Vanya ketika dirinya sudah nyaman duduk di jok motor matic Aldi.             Aldi yang mendengarnya pun mulai melajukan motornya keluar dari area sekolah ini. “Lo laper nggak?” tanya Aldi sambil sesekali melirik spion kirinya untuk melihat wajah Vanya.             Vanya pun sama seperti Aldi. Melihat wajah Aldi dari pantulan kaca spion. “Iya. Makan dulu aja yuk, di tempat biasa.” Jawab Vanya. Aldi pun langsung menganggukkan kepalanya dan membelokkan stang motornya ke kanan.             Hanya butuh waktu 5 menit, akhirnya mereka pun sampai. Vanya turun dari motor lalu melepaskan helm yang ada di kepalanya. Merapihkan rambutnya yang terlihat agak berantakan itu.             “Udah yuk.” Ucap Vanya setelah rambutnya terlihat rapih. Mereka pun berdua memasuki kedai yang terlihat ramai oleh remaja seumuran mereka juga.             Vanya maupun Aldi mengedarkan pandangannya untuk mencari meja yang kosong. Pandangan Vanya pun langsung tertuju kearah meja kosong yang berada di tengah ruangan. “Disana kosong Al. Tapi nggak enak. Di tengah soalnya.” Ucap Vanya sambil menunjuk meja kosong itu dengan jari telunjuknya.             Aldi pun mengalihkan pandangannya ke arah itu. “Yaudahlah di situ aja. Mau di mana lagi coba? Lo lihat, semua meja udah penuh gitu.” Ucap Aldi. Vanya pun hanya menganggukkan kepalanya pasrah dan mengikuti Aldi yang berjalan menuju meja tersebut.             “Lo mau pesan apa?” tanya Aldi setelah menjatuhkan bokongnya di kursi kayu.             “Mmmm…. Roti bakar oreo sama Lemon tea aja deh.” Jawab Vanya.             Aldi pun menganggukkan kepalanya. Lalu mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan yang tidak jauh dari meja mereka. Pelayan perempuan yang memang kebetulan melihat ke arah mereka  itu pun menghampiri mereka.             “Mau pesan apa Mas?” tanya pelayan itu.             “Roti bakar oreo satu, Roti bakar keju satu sama lemon tea-nya dua.” Jawab Aldi.             Pelayan itu pun mencatat pesanan Aldi. “Yaudah mas, ditunggu ya.” Ucap pelayan itu lalu pergi begitu saja meninggalkan mereka.             “Oh iya, gue dengar besok lo mau tanding lagi sama si Ardan. Benar?” tanya Aldi mengalihkan pandangannya ke arah gadis yang berada di depannya.             Vanya menganggukkan kepalanya. “Iya. Kenapa emang?” tanya Vanya balik.             “Nggak. Cuma nanya doang.” Ucap Aldi santai.             “Yeee.. si tulul! Gue kira ada apaan.” Cibir Vanya.             Setelah Vanya mencibir Aldi, baik Vanya maupun Aldi tidak ada yang membuka mulutnya. Mereka asyik dengan handphone yang ada di tangan mereka masing-masing.             “Aldi?” Mereka yang mendengarnya langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah perempuan yang memakai dress berwarna soft pink itu. Vanya menatap perempuan itu penasaran. Sedangkan Aldi langsung memasang wajah  datarnya yang baru kali ini Vanya lihat.             “Mau apa lo kesini?” tanya Aldi dingin. Pandangannya tajam lurus kedepan tanpa mau melihat perempuan yang berdiri di sampingnya.             Vanya yang mendengarnya hanya terdiam. Dalam benaknya berbagai pertanyaan satu persatu muncul. Mulai dari ‘Siapa perempuan didepannya ini?’ sampai ‘Ada hubungan apa antara Aldi dengan perempuan itu?’             “Aku masih sayang sama kamu Al. Aku mau jelasin semuanya.” Ucap perempuan itu.             “Nggak penting. Gue nggak butuh.” Jawab Aldi tajam. “Mending sekarang lo pergi. COWOK LO udah nunggu tuh.” Lanjut Aldi dengan menekankan kata ‘cowok lo’. Aldi dapat melihat laki-laki yang berdiri tak jauh di depannya sedang menatap Aldi dengan tatapan yang meremehkan. Membuat Aldi mendengus kesal. Dari sekian banyak tempat, kenapa dirinya harus bertemu dengan kedua orang itu di tempat ini?             “Tapi Al….” ucap gadis itu tanpa menghiraukan ucapan Aldi barusan.             “Gue bilang pergi ya pergi. Gue nggak butuh.” Potong Aldi tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari laki-laki yang sekarang sedang melangkahkan kakinya mendekat ke arah mereka.             “Hai Al. Long time not see my broo..” sapa laki-laki itu.             “Karel? Ngapain lo kesini?” tanya gadis itu.             “Cowok lo udah datang tuh. Mending sekarang lo pergi, Man.” Ucap Aldi.             Vanya yang sedari tadi menyaksikan semua itu, semakin bingung. Sebenarnya ada hubungan apa diantara mereka?              “Al, kamu cuma salah paham. Dengerin penjelasan aku dulu.” Kekeuh perempuan yang Aldi panggil ‘Man’ itu.             “Kalau lo emang nggak mau pergi, biar gue aja.” ucap Aldi. “Van, kita cari tempat lain aja yuk!” Lanjutnya lalu bingkas dari duduknya dan menarik tangan Vanya untuk segera meninggalkan tempat ini.             “Tapi Al, pesanannya gimana?” tanya Vanya yang tidak digubris oleh Aldi. Sedangkan gadis tadi terus meneriaki nama Aldi. Meminta laki-laki itu agar mau mendengar penjelasannya. Membuat pandangan seluruh pengunjung beralih kearah mereka.             “Udahlah Manda, cowok b******k kaya dia mana mau dengerin penjelasan lo. Mending lo sama gue aja.” ucap Karel.             “Aldi nggak b******k! Tapi lo yang b******k!” bentak Manda. Lalu pergi meninggalkan Karel yang kini menyeringai. Aldi… Aldi, lo masih sama. Masih kaya dulu. g****k!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN