“Yaudah kalau gitu aku duluan ya. Bye..” ucap gadis ini lalu memasuki kelas yang terlihat ramai itu. Ardan, laki-laki itu melanjutkan kembali langkahnya menuju kelasnya yang berada di ujung koridor lantai tiga ini. Itu artinya Ardan harus melewati dua kelas lagi.
Namun, tatapannya berubah jahil ketika melihat seorang perempuan berambut kuncir kuda tengah berjalan. Mungkin menuju kelasnya juga. Ardan mempercepat jalannya agar dapat menyusul perempuan itu.
“Pagi cewek pendek..” ucap Ardan lalu dengan jahil Ardan melepaskan ikatan yang mengikat rambut gadis itu.
Vanya. Gadis itu langsung menatap Ardan tajam. Rambutnya terurai begitu saja. “Gue lagi malas buang tenaga gue pagi ini. Jadi, mending lo kasih ikatan gue itu. Sini kasih ke gue buruan! Gue mau masuk kelas nih.” Ucap Vanya sambil menengadahkan tangannya ke arah Ardan.
“Lo mau? Nih..” ucap Ardan lalu menyodorkan ikatan berwarna merah itu. Ketika Vanya akan mengambilnya, Ardan langsung mengangkat tangannya yang masih memegang ikatan rambut Vanya tinggi. Membuat Vanya gagal mengambil ikatannya. “Ayo sini ambil.” Ucap Ardan dengan tangan yang masih terangkat.
Vanya pun berusaha mengambilnya. Namun, nasibnya yang memang lebih pendek dari Ardan membuatnya kesusahan untuk mengambil ikatannya itu. “Lo tuh ya! Jadi orang kenapa nyebelin banget sih! Siniin ikatan gue!” ucap Vanya yang sesekali meloncat untuk mengambil ikatannya itu.
“Yaudah, ambil kalau lo bisa. Lo kan tinggi, tapi ambil ginian aja nggak bisa.” Ledek Ardan membuat Vanya kesal.
Vanya pun terus mencoba untuk mengambil ikatannya. Sedangkan Ardan terus menggerakkan tangannya asal agar gadis di depannya ini tidak bisa mengambil ikatannya. Melihat gadis di depannya kesal adalah hiburan tersendiri bagi Ardan.
Vanya mendenguskan nafasnya kesal. Lama-kelamaan dirinya merasa capek sekaligus kesal juga. Vanya pun memutuskan untuk menghentikan aksi bodohnya yang terus mencoba mengambil ikatan rambutnya itu. “Terserah lo! Gue kesel sama lo! Bye!” Sebelum pergi Vanya dengan kencang menginjak kaki Ardan. Membuat Ardan kini meringis dengan satu kaki yang terangkat akibat injakan gadis itu.
Sedangkan Vanya kini menekuk wajahnya kesal. Masih pagi tapi moodnya sudah turun drastis karena cowok itu. Vanya pun menyimpan tasnya kasar keatas meja. Membuat kaget teman-temannya yang berada tak jauh dari posisi dirinya kini.
Aldi melirik Jessica dengan tatapan Kenapa tuh temen lo?. Jessica yang mengerti langsung membalikkan badannya kearah Vanya yang kini sedang menelungkupkan kepalanya di lipatan tangannya dengan rambut yang terurai.
“Lo kenapa?” tanya Jessica. Vanya mendongakkan wajahnya menatap Jessica dengan rambut yang sudah acak-acakkan. “Buset dah! Rambut lo acak-acakkan banget dah! Kenapa? Cerita sama gue sini.”
Vanya pun mulai bercerita. Aldi yang mendengarnya langsung mendekat ke arah dua gadis itu. Mendengarkan baik-baik apa yang telah terjadi kepada Vanya sehingga membuat gadis itu kehilangan moodnya.
“Hahahhahahh…” Jessica dan Aldi tertawa ketika selesai mendengar cerita dari Vanya tadi. Membuat Vanya semakin menekukkan wajahnya.
“Kok lo berdua malah ketawa sih! Bukannya jadi moodboster gue, eh malah makin buat gue kesal. Lagian perasaan nggak ada yang lucu juga.” Sungut Vanya dengan bibir yang mengerucut.
“Yang bikin gue ketawa itu lo! Udah tahu pendek, sok-sokan lagi.”
"Heh! Gue nggak pendek ya!” sangkal Vanya.
“Iya lo nggak pendek, tapi kurang tinggi. Hahahhahh..” celetuk Aldi. Vanya semakin memberengut.
“Terserah lo berdua dah. Gue kesal sama lo berdua. Bodo!” Marah Vanya lalu menelungkupkan kepalanya kembali di lipatan tangannya.
Jessica terkekeh. Lalu mengambil ikatan di tasnya. “Udah lo jangan ngambek. Nih, pake ikatan gue. Gue tahu lo pasti gerah kan?” ucap Jessica lalu menyodorkan ikatan berwarna hitam itu kepada Vanya yang langsung diterima oleh gadis itu dengan senyuman.
“Lo emang terda-best dah! Thankyouuu” ucap Vanya senang. Moodnya dengan mudah langsung membaik. Akhirnya dirinya tidak perlu merasa kegerahan hari ini. Semuanya berkat Jessica. Temannya yang paling baik.
***
“WOY ADA KABAR BAHAGIA! DENGERIN NIH!” teriak Joan. Ketua kelas di IPA XI-1 yang terkenal selalu bertingkah aneh itu.
Semua teman-temannya yang tadinya ramai langsung terdiam. Menatap kearah Joan dengan wajah yang penasaran. “Woy apaan buru! Lama amat dah!”
“Apaan ya? ” ucap Joan sambil memasang wajah memikirnya. Membuat teman-temannya mendengus kesal karena cowok di depan kelas itu semakin membuat mereka penasaran. Saking kesalnya sampai-sampai rasanya ingin sekali menimpuk wajah Joan dengan sepatu mereka.
“Elah bacot lo! Buruan ada apa nih?”
“HARI INI PAK GUNAWAN NGGAK MASUK! KATANYA SAKIT!” Teriak Joan heboh.
‘krik..krik…krik…’
“Kok sepi sih. Tumben..” ucap Joan bingung sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.
“Elah cuman sakit doang.” Ucap Umay.
1…
2…
3…..
Dalam hitungan 3 detik, kelas IPA XI-1 pun langsung ramai kembali. Mereka membentuk kubu masing-masing. Termasuk Ardan yang kini sudah bergabung bersama temannya yang lain.
“Weitss.. setelah satu bulan minggat. Akhirnya lo balik juga. Gimana?” ucap Alwan. Alwan adalah salah satu sahabat Ardan yang dikenal paling playboy.
“Gimana apanya?” tanya Ardan. Sebenarnya Ardan mengerti maksud terselubung dari pertanyaan Alwan tersebut.
“Cewek. Biasa, ada cewek cantik nggak disana?”
“Cewek mulu pikiran lo! Tomat bang, tomat. Sebelum kurma datang!” ucap Andra sahabat Ardan yang lain.
“Tobat bego..tobat!” kali ini yang berbicara Rizky. Rizky adalah sahabat Ardan yang paling waras dibandingkan dengan kedua sahabat Ardan yang lain.
“Cewek? Banyak. Mulai dari yang rata sampai yang berbody disana ada.” Ucap Ardan. “Tapi….” Lanjut Ardan dengan menggantungkan ucapannya.
“Tapi apa?” tanya Alwan.
Ardan mendekat ke arah Alwan. “Lo yakin mau deketin cewek Taekwondo? Gue sih nggak masalah. Cuman, gue kasih tahu aja mereka nggak selemah cewek yang lo deketin. Mereka bisa aja ngehajar lo sampai babak belur kalau lo nyakitin dia.” Ucap Ardan pelan mengingat Alwan yang tidak mempunyai bakat dalam bidang ilmu beladiri itu. Ardan pun kembali menjauhkan wajahnya dari Alwan.
“Elah, jangankan Atlet Taekwondo. Yang kemarin aja tuh, siapa? Ah Celine! Baru digampar aja muka lo langsung memar gitu Wan. Gimana atlet taekwondo kaya gini coba? Masuk rumah sakit lo bisa-bisa.” Ucap Rizky meremehkan.
“Hahahhahh.. yoi bro! coba kalau lo lihat langsung Ar! gue yakin lo pasti langsung ketawa di tempat pas ngelihat muka si Alwan udah kek nahan b***k satu bulan.” Ucap Andra sambil mengingat kembali wajah Alwan yang ditampar oleh perempuan bernama Celine itu.
“Oh iya. Gue punya hot news nih!” ucap Ardan.
“Apa?” ucap Rizky yang mendapat anggukan dari kedua temannya yang lain.
“Sini gue bisikkin.” Ketiga teman Ardan pun merapat kearah laki-laki itu. “Gue ditantang tanding sama cewek!” bisik Ardan yang langsung membuat mereka menjauh dan menatap Ardan tak percaya.
“Demi apa? Serius lo?” ucap Andra.
“Serius gue. Gue sih sebenarnya males buat tanding. Apalagi sama cewek. Kalau dia nanti kenapa-napa pasti ribet urusannya.” Ucap Ardan.
“Berarti lo nggak terima tantangan itu dong?” tanya Rizky.
“Siapa bilang? Gue kan belum selesai jelasinnya.” Jawab Ardan. “Gue terima tantangan itu. Awalnya sih gue udah nggak mau terima, Cuma tuh cewek makin nantang gitu. Dan bakal buktiin ke gue kalau dia bakal menang. Cih! Dia nggak tahu aja tingkatan gue apa. Yaudah, karena merasa tertantang gue pun berpikir buat nerima tantangan itu.” lanjut Ardan.
“Gue takjub sama tuh cewek. Berani nantang lo. Btw, Tuh cewek cakep nggak Ar?” tanya Alwan.
“Kagak ada cakep-cakepnya. Serius gue.” Ucap Ardan.
“Nama tuh cewek siapa emangnya? Anak kelas berapa? Berani benar nantang lo. Cowok aja kagak ada yang berani.” Ucap Andra.
“Queena. Vanya. Putri. Itu nama cewek itu. Kelasnya? Antara IPA 3 atau nggak IPA 4. Gue nggak tahu. Yang pasti dia seangkatan sama kita.”
“Tunggu deh! Queena? Murid baru itu kan? yang bakal dijadiin kacung lo selanjutnya ya Wan?” ucap Andra yang langsung mendapat tempelengan dari Alwan membuat laki-laki itu sedikit meringis sambil mengusap kepalanya.
“Seenak p****t lo bilang dia kacung. Bukan kacung. Tapi cewek gue.” Ucap Alwan. “Lagian gue bingung, tuh cewek cantik kali Ar. Mau dilihat dari manapun tuh cewek cantik. Kecil tapi ada semok-semoknya dikitlah.” Lanjut Alwan.
Kali ini Alwan yang mendapat tempelengan dari Rizky. “Cewek mulu tuh otak! Urusin dulu tuh cewek lo sekarang. Dari tadi nelepon lo mulu juga dah.” Alwan hanya menyengir lebar. Sekarang laki-laki itu sengaja mematikan handphonenya agar tidak berisik.
“Nanti pulang sekolah gue bakal ketemu dia. Gue udah bosan. Mau mutusin dia.” Ucap Alwan. Padahal hubungan Alwan dengan kekasih barunya itu baru terjalin selama 3 hari saja.
Rizky yang mendengarnya hanya menggelengkan kepalanya. “Gampang banget lo bilangnya. Kena karma baru tahu rasa lo Wan.”
***
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Kini Vanya dan Jessica tengah berganti baju di kamar mandi. Dengan semangat, Vanya berganti baju menggunakan baju taekwondo yang Vanya miliki di sekolah sebelumnya. Namun, Vanya sengaja menggunakan sabuk merahnya. Agar membuat Ardan terkecoh ketika melihat dirinya.
Sebelumnya, Vanya sudah meminta izin kepada Pembina taekwondo di sekolah ini untuk bergabung dalam ekskul ini. Yang tentu saja langsung diterima oleh Pak Gani dengan senang hati ketika Vanya menunjukkan beberapa piagam yang telah Vanya dapatkan di sekolah sebelumnya.
Setelah berganti baju, Vanya merapihkan ikatan rambutnya di depan cermin sambil menunggu Jessica yang belum keluar dari bilik kamar mandinya.
“Lho, kok lo malah pakai sabuk merah sih?” tanya Jessica heran.
“Sengaja. Gue mau ngecoh tuh cowok. Biarin aja dia pasti bakal ngetawain gue. Tapi lihat akhirnya nanti, siapa yang bakal ngetawain siapa.” Ucap Vanya.
“Kalau ternyata lo yang kalah gimana, Nya?” ucap Jessica sambil menyisir rambutnya.
“Kalah? Gue yakin, gue yang bakal menang. Lo lihat aja nanti. Seberapa besar kemampuan gue. Walaupun kenyataanya gue masih satu tingkat di bawah Ardan.” Ucap Vanya misterius namun penuh percaya diri.
“Ya..ya terserah lo. Tapi yang gue harapin bukan kemenangan lo. Tapi keselamatan lo. Gue harap lo nggak akan luka.” Ucap Jessica setelah selesai menguncir rambutnya. “Yaudah yuk! Kita ke lapangan indoor.” Lanjut Jessica. Vanya menganggukkan kepalanya.
Sesampainya di sana, Vanya dan Jessica pun menyimpan tas mereka di kursi penonton yang memang disediakan di lapangan indoor ini. Sambil menunggu Pembina mereka datang, Vanya mengeluarkan handphonenya lalu memainkannya. Begitu pun dengan Jessica. Namun aktivitas keduanya terganggu karena kedatangan Ardan.
“Cih! Sabuk merah? Nggak salah nantang gue nih?” ucap Ardan dengan nada yang meremehkan.
Vanya menatap Ardan dengan wajah polosnya. “Oh jadi lo udah sabuk hitam?” ucap Vanya.
Ardan tertawa. “Kenapa? Lo takut?” tanya Ardan.
Vanya sekarang malah tertawa meremehkan. “Takut? Ngapain gue harus takut?” jawab Vanya.
“Gue sih takut. Takut lo nangis.” Ucap Ardan sambil mendekatkan wajahnya kearah wajah gadis itu lalu membuat mukanya seolah-olah sedang menangis.
Vanya dengan perlahan menjauhkan wajah cowok itu dengan jari telunjuknya. “Hel! Udah gue bilang kemarin. Gue. Nggak. Akan. Kalah. Inget itu!” ucap Vanya lalu pergi menuju ke tengah lapangan karena Pak Gani sudah datang. Begitupun dengan Jessica dan Ardan.
“Sebelum kita mulai, silahkan kalian pemanasan masing-masing.selama 15 menit.” Ucap Pak Gani. Semua murid pun mengangguk. Kemudian berpencar untuk melakukan pemanasan.
15 menit pun berlalu begitu saja. Kini semuanya sudah berkumpul kembali di tengah lapangan. “Hari ini kita tidak akan latihan terlebih dahulu. Hari ini agenda Bapak yaitu pertandingan. Jadi, sebelum Bapak tunjuk. Siapa yang mau bertanding lebih dulu?” tanya Pak Gani.
Ardan dengan mantap mengacungkan tangannya. “Saya Pak!” ucap Ardan.
Pak Gani tersenyum menatap murid kebanggaanya itu. “Oke, jadi di sini siapa yang mau menjadi penyerang Ardan?” tanya Pak Gani. Yang membuat semua murid menyembunyikan tangannya kecuali Vanya.
Vanya mengacungkan tangannya tinggi-tinggi. “Saya Pak!” membuat semua murid menatap Vanya tidak percaya. Ditambah tingkatan sabuk yang tidak sepadan dengan Ardan. Namun, Pak Gani yang sudah mengetahui bagaimana kemampuan Vanya hanya mengulumkan senyumnya.
“Oke.. kalian semua silahkan menonton di pinggir lapangan. Dan kalian berdua silahkan bersiap-siap.” Ucap Pak Gani lalu duduk di kursi bakso yang berada tak jauh dari posisi dirinya berdiri.
Ardan dan Vanya pun sudah berdiri berlawanan arah setelah memakai baju pelindungnya. Ardan menatap Vanya dengan tatapan yang meremehkan. Sedangkan Vanya, menatap laki-laki di depannya sinis.
Setelah siap, Ardan dan Vanya pun membukukkan badannya. Kemudian langsung memasang kuda-kuda. Awalnya mereka hanya berputar-putar menunggu sang lawan menyerang terlebih dahulu. Karena mulai merasa jengah akhirnya Vanya memutuskan untuk menyerang Ardan terlebih dahulu dengan tendangan kearah depan yang sedikit disentakkan yang kemudian berhasil ditangkis oleh Ardan dengan sigap.
Ardan tersenyum remeh. “Segitu doang?” ucap Ardan. Ardan pun mencoba untuk menyerang dengan tendangan memutar. Namun, tanpa Ardan duga Vanya dapat menangkisnya dan membalikkan serangan dengan menendang perut Ardan membuat laki-laki itu sedikit menjauh.
Vanya pun menatap Ardan sinis. “Baru awal aja lo udah mau kalah, heh?” ucap Vanya. Ardan pun kembali menyerang Vanya yang lagi-lagi berhasil ditangkis oleh gadis itu.
Pertandingan pun semakin panas. Keduanya sama-sama menyerang namun dapat menangkis serangan lawan dengan baik. Membuat keduanya sama-sama terlihat seimbang.
“Serang terus serang!”
“Ya kaya gitu!”
“Serang lagi Van, serang!”
“ Ar! Lo jangan kalah Ar!”
Teriakkan-teriakkan itu yang saling bersahutan itu tak diperdulikan oleh keduanya. Ardan mengusap peluhnya ketika laki-laki itu sedang dalam sikap kuda-kuda begitupun Vanya. Rambut gadis itu sudah terlihat acak-acakan. Ditambah keringat yang mulai membanjiri tangannya.
Vanya pun kembali menyerang Ardan dengan tendangan memutar. Ardan dengan mudah dapat menangkis serangan itu dan kini malah kembali menendang lawannya. Membuat Vanya sedikit oleng.
“Ar!! Ardan!!” tiba-tiba seorang gadis berlari kearah Ardan yang sedang menyerang Vanya.
“Ar! Stop Ar!” teriak gadis itu. Membuat Ardan maupun Vanya mau tidak mau harus menghentikan pertandingan ini. Tentu saja, hal itu membuat murid yang sedang asyik menonton mereka merasa kecewa.
“Ada apa sih!” bentak Ardan kesal sambil mengusap keringat yang sudah membanjiri wajahnya.
“Sini.” Ucap gadis itu sambil mengisyaratkan agar Ardan mendekat kearahnya. Dengan malas Ardan berjalan mendekat kearah gadis itu.
Gadis itu pun mendekatkan wajahnya ke telinga Ardan. Membisikkan sesuatu yang kini membuat Ardan langsung terburu-buru melepas semua perlengkapan pelindungnya. “Pak saya izin dulu!” ucap Ardan kemudian berlari mengambil tasnya dan meninggalkan lapangan indoor ini. Tanpa menunggu jawaban dari Pak Gani.
Semua menatap Ardan bingung. Termasuk Vanya. Kenapa tuh cowok?