Prolog

352 Kata
Dan akhirnya, aku mengerti ... Bahwa mempertahankan, lebih sulit daripada mendapatkan. ~Alia . . . . . Dan ternyata, aku menyadari ... Bahwa cinta saja tak cukup untuk alasan kita bisa bersama. ~Abi . . . . . --------------- Matahari kembali terbenam. Dia yang kutunggu belum juga pulang. Apa dia tidak akan kembali? Apa dia pergi untuk selamanya kali ini? Aku menatap nanar keluar jendela. Aku memang sudah terbiasa ditinggalkan, tapi tidak selama ini. Sudah hampir satu setengah bulan lamanya tanpa ada kabar berita sama sekali.   Apa dia tidak merasa rindu? Apa dia tidak merasa kehilangan? Aku menutup tirai jendela lalu merebahkan tubuhku yang semakin lemas. Dadaku terasa sesak, jemariku sudah penat menyeka air mata. Malam ini aku dilamun rindu yang teramat sangat.   Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Aku langsung bergegas bangun. Dia kembali, batinku. Tapi jemariku terhenti disaat hendak menyentuh gagang pintu. Suara hardikan dari luar sana jelas bukan dia. Aku berbalik, beringsut mundur sambil menahan napas.  “Buka pintunya Alia ...! Aku tahu kamu ada di dalam!” itu suara Bu Narti, pemilik kontrakan. Sudah seminggu ini aku bermain kucing-kucingan dengannya.  Bu Narti menggedor pintu lebih keras, “Kamu mau main-main sama saya, ha?”  Aku menutup mulutku dengan telapak tangan. Kupejamkan mata rapat-rapat dan meringkuk penuh rasa takut di balik pintu. Sudah dua bulan aku menunggak bayar uang kontrakan, ditambah lagi pinjaman uang sebanyak tiga ratus ribu rupiah. Wajar bila Bu Narti sekarang habis kesabaran.  Bu Narti kian menggila, dia menggedor pintu sekuat tenaga. Aku cemas pintunya ambruk dan tidak terbayang apa yang akan terjadi selanjutnya. Kubenamkan wajah di antara kedua lutut. Aku terisak tanpa suara, lengkap sudah pilu yang kurasakan malam ini.    “Kalau memang tidak sanggup bayar, segera angkat kaki dari sini! Dikasih hati minta jantung. Dibaikin malah ngelunjak!” terdengar omelan Bu Narti semakin samar, lalu hilang.  Aku menghela napas lega. Wajahku masih terasa panas, tapi ujung jariku dingin dan basah oleh keringat. Aku merebahkan tubuhku di lantai. Mengkaji ulang kenapa hidupku jadi begini. Apa sebab dosa masa lalu? Apa karena hidup tanpa restu? Sudahlah, sesal tiada guna. Inilah jalan hidupku, inilah kisah masaku. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN