SAYA TERIMA TALAKMU

1124 Kata
“Sudah lama?” tanya bapaknya Nisha dia menerima salam dari Fajar. “Baru koq Pak,” jawab Fajar sopan. “Silakan duduk,” ucap Lastyanto sopan. “Maaf, saya bawa belanjaan dulu ke belakang,” kata Nisha. Jelas dia menggunakan kata saya, artinya itu adalah bahasa formal. Kalau dengan suami tak mungkin menggunakan kata saya kan? Nisha menaruh belanjaannya di dapur. Dia segera cuci tangan dan berjalan ke depan. Ini memang sudah dia tunggu. Tak ingin dia tunda. Semakin cepat bicara semakin cepat selesai. Itu yang dia mau karena dia harus kembali ke Jakarta. “Ambu, ayo kita ke depan,” ajak Nisha. Dia bukan butuh pembelaan. Tidak! Sama sekali tidak. Dia wanita tegar dan kuat. Dia hanya mau semua cepat selesai. Masih banyak yang harus dia lakukan. “Saya yakin kamu ke sini karena mamah sudah mengirimkan semua file yang saya beritahu saat makan siang kemarin pada mamah di sini. Saya tidak mau mengadu pada mamah atau mengadu pada ambu sendiri-sendiri. Saya kumpulkan mereka dan saya berikan fakta semuanya. Jadi seperti yang saya bilang pada mamah kemarin, saya minta Anda segera jatuhkan talak untuk saya sekarang juga, di depan kedua orang tua saya!” tanpa basa basi Nisha langsung bicara ke pokok persoalan. “Apa kita nggak bisa bicara dulu? Kita punya anak loh,” ucap Fajar tenang dan pelan. “Ke mana pikiran Anda kalau Anda punya anak, saat Anda menikahi perempuan itu? Perempuan yang kata mamah adalah pela-cur dengan 5 anak, tanpa tahu siapa bapaknya. Perempuan yang tiap minggu kamu kasih uang dan perempuan yang sengaja menjebak anak saya. Menyakiti anak saya dengan memberi foto-foto pernikahan kalian. Memberikan bukti copy-an selamatan pernikahan kalian!” “Ke mana otakmu saat kamu melakukan itu? Kenapa saat saya minta cerai kamu baru bilang kita punya anak?” suara Nisha sudah meulai meninggi. Ambu dan bapaknya Nisha diam saja, mereka tahu kekuatan anaknya. “Saya tidak punya waktu banyak silakan jatuhkan talak Anda!” desak Nisha. Fajar memandang wajah lembut Nisha. Wajah yang selalu menuruti apa pun kata imamnya. Tapi saat ini tidak. Perempuan itu tegak duduk memandang dia. Matanya juga tak menghindar tatapan mata darinya. Tak ada tangis di mata itu. Tak ada kesedihan di mata itu. Tak ada luka di mata itu. Sebenarnya ada luka, tapi bukan untuk dirinya. Tapi luka untuk Naffa. Yang ada di mata itu sat ini hanya amara. Hanya dendam! “Baik, karena permintaanmu ….” “Stop!” bentak Nisha memotong perkataan Fajar dengan keras. “Ini bukan karena permintaan saya! Ini karena kelakuan busukmu!” jerit Nisha. “Sabar Neng,” bujuk Raihana mengusap lengan putrinya. “Di dalam bahasa hukum, kata-katanya menjuruskan saya. Seakan semua kesalahan jatuh ke pundak saya. Padahal ini harus terjadi karena kelakuan busuknya. Dia yang sudah tiap hari sehabis mengantar Naffa sekolah langsung bergumul dengan pela-cur itu. Kenapa sekarang dia bilang atas permintaan saya?” “Saya bisa tuntut kata-kata itu. Ingat siapa saya!” kata Nisha geram. Banyak yang tidak diketahui Fajar tentang Nisha. Fajar baru sadar, dia berhadapan induk ayam yang terusik! “Baik saya ralat dan saya mohon maaf.” Fajar menarik napas dalam. “Dengan kesadaran penuh, bismillahirrahmanirrahim, Mayza Zianisa binti Lastyanto, hari ini saya talak kamu. Sejak hari ini kamu sudah bukan tanggung jawab saya. Saya bebaskan kamu dari keterikatan pernikahan ini,” ucap Fajar lirih dengan penuh penyesalan. “Terima kasih. Saya terima talak kamu,” kata Nisha tanpa penyesalan dan tanpa isak tangis atau sedih. “Saya yakin hari Senin surat panggilan pengadilan sudah ada di kantormu. Saya mau taruh panggilan itu ke rumah, saya nggak yakin kamu ada di rumah. Sejak hari Jumat lalu kamu langsung mendatangi pela-cur mu itu. Kamu tidak pernah pulang sampai kamu tidak dengar panggilan dan pesan dari mamah sejak hari Sabtu malam. Pasti karena kamu sibuk bergelut dengan pela-cur itu. Terserah kamu mau marah saya bilang apa soal dia. Karena yang saya tahu memang dia pela-cur. Teman-teman SMA-nya juga bilang seperti itu.” “Jadi selamat dan mulai hari Senin saya sudah tidak tinggal di rumah itu lagi. Saya dan anak-anak sudah keluar dari rumah itu. Semua barang pribadi saya dan pribadi anak-anak sudah saya bawa. Yang belum adalah barang-barang rumah tangga seperti alat dapur dan sampai perabotan furniture. Itu tidak saya bawa sama sekali. Tapi semua barang pribadi saya anak-anak sudah saya bawa.” “Mulai hari Senin juga kamu bebas mengantarkan Menik ke sekolah. Menggendong-gendongnya dan mengecupnya dengan puas di sekolah karena mulai hari itu Naffa saya pindahkan sekolahnya. Saya tidak ingin Naffa diejek oleh teman-temannya yang mengatakan kalau ayahnya sekarang sudah direbut oleh Menik. Terima kasih atas tikaman terhadap Naffa. Tak akan pernah saya maafkan dan tunggu balas dendam saya terhadap perlakuan pela-cur Anda itu kepada Naffa. Saya tidak membalas sakit hati saya, karena saya tidak sakit hati. Saya tahu kok mahar yang kamu berikan itu dulu tanpa cinta. Jadi saya tidak sakit hati.” “Saya hanya sakit hati karena perlakuan dia terhadap Naffa. Saya akan balas itu. Ingat saya akan balas. Tidak ada ampun. Saya akan balas!” kata Nisha. Lalu dia pergi meninggalkan ruang tamu tanpa pamit. Fajar tak percaya Nisha sudah membawa barang-barangnya dari rumah. “Bapak nunggu kamu juga keluar dari rumah itu. Kamu bawa aja semua barang yang kamu mau. Nisha tak butuh semua itu. Mungkin kamu dan istrimu butuh. Ambil saja semua. Yang Bapak tahu Nisha sudah lapor kalau rumah itu adalah atas nama dia, sehingga suratnya sudah dia bawa. Jadi tidak ada pembagian harta gono gini terhadap rumah itu,” kata bapak Lastyanto. Fajar kaget ternyata Nisha juga sudah mempersiapkan segalanya. “Baik, Pak saya mohon pamit. Ambu saya mohon pamit. Maafkan semua kesalahan saya sejak saya menjadi menantu di rumah ini. Saya tahu saya banyak kekurangan dan saya mohon maaf atas kesalahan saya kali ini. Sampaikan salam sayang dan permohonan maaf saya pada Naffa dan Zharan.” “Kamu lebih mencintai anak sambungmu daripada Naffa. Buktinya setelah tahu foto-foto itu beredar kamu diam saja. Ambu tak menyangka, anak kandung sendiri saja tak kamu cintai sama sekali,” ucap Raihana terluka. “Saya baru tahu semalam, eh tadi pagi Ambu. Saya benar-benar tidak tahu,” ucap Fajar. “Kami sudah menelaah bagaimana bisa seorang anak bawa foto itu dan hanya memperlihatkan pada Naffa? Semua itu memang disengaja oleh pela-cur licikmu. Karena dia ingin semua hartamu tanpa berbagi dengan Nisha. Dia pikir kamu pengusaha kaya! Bagaimana anak TK bisa mempersiapkan copy kertas selamatan pernikahanmu untuk diberikan pada Naffa? Selamat ya. Kamu pengantin baru. Bahkan saat ini baru 3 minggu ya. Pasti kamu bahagia dengan 5 anak sambungmu. Anak dari perempuan yang kamu puja sejak SMA.” sarkas Raihana. “Kamu akan kehilangan dua anak kandungmu karena mereka tak akan Nisha lepas untukmu. Terlebih Naffa sudah sangat membencimu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN