Chapter 5

1033 Kata
Raiga, Yuna dan Zapar menaiki balon agar bisa terbang seperti malaikat lainnya. Tapi, di tengah perjalanan, mereka malah diterjang oleh angin p****g beliung hingga mereka terpisah dan terdampar di tempat yang berbeda-beda. Dibandingkan Yuna dan Zapar, tempat jatuhnya Raiga lebih normal dari kedua temannya. Pemuda berambut perak itu ditemukan oleh seorang gadis cilik di belakang rumah warga. Sampai akhirnya, Raiga dipersilakan masuk ke dalam tempat tinggal gadis itu oleh ibunya. "Jadi begitu ya," ucap wanita paruh baya yang telah menutupi luka di leher Raiga memakai perban. "Aku turut prihatin atas masalahmu, kau boleh tinggal di sini jika perlu, Nak Raiga." Cerita bohong yang Raiga jelaskan pada wanita tua dan gadis cilik itu membuat mereka berdua menangis haru. Raiga terpaksa melakukan itu, karena dia tidak boleh membocorkan siapa dirinya yang sebenarnya pada makhluk bumi. Itu wajar saja, pasalnya dia harus menyembunyikan identitasnya sebagai malaikat di bumi. Karena kalau Raiga berani melanggar peraturan tersebut, dia akan dijebloskan ke Neraka untuk selama-lamanya. Mendengar tawaran itu, Raiga menggeleng. "Jangan, aku tidak mau merepotkan kalian," ucap Raiga dengan memasang wajah sendu, berpura-pura sedih agar lawan bicaranya tersentuh. "Lagi pula, aku harus mencari teman-temanku yang tersesat juga." "Sungguh, aku tidak pernah bertemu dengan pemuda sepertimu, kau seperti malaikat, Nak Raiga." Mata wanita itu berkaca-kaca menatap Raiga. Sementara Raiga ingin cepat-cepat pergi dari sini karena dia lelah menyamar menjadi anak baik terus sekaligus dia sedikit kaget saat mendengar nama Malaikat disebut. Raiga tersenyum tipis. "Terima kasih telah mengobati lukaku, tapi maaf, aku tidak bisa berlama-lama di sini, aku harus mencari teman-temanku sebelum matahari terbenam." "Memangnya kakak tahu di mana mereka berada?" tanya gadis kecil itu yang sedari tadi diam membisu. Mendengarnya, Raiga hanya mengedikkan bahu. "Kita tidak akan tahu jika tidak mencarinya, iya kan?" Kemudian, Raiga pamit pada wanita tua dan gadis cilik itu untuk keluar dari rumah mereka. "Berhati-hatilah, Nak Raiga," kata wanita tua yang gemuk itu pada Raiga. Raiga yang sudah berjalan semakin jauh hanya melambaikan tangan sebagai salam perpisahan. "Jangan pingsan lagi, kakak!" Gadis cilik itu berteriak dari ambang pintu rumahnya. "Dan namaku adalah Sarell! Ingat itu! Kak Raiga!" Raiga terkekeh mendengarnya. "Iya iya," Raiga membalasnya dengan nada yang kencang agar dapat didengar. "Sampai jumpa, Sarell!" Dan setelah itu, Raiga sudah tidak kelihatan lagi karena dia telah masuk ke dalam hutan yang rimbun. Suara kicauan burung menyambut Raiga yang sedang memasuki hutan dengan langkah santai. Rambut peraknya dibiarkan tersentuh embusan angin, jaket hitamnya penuh goresan, mungkin efek samping tercabik-cabik p****g beliung, dan dia juga sudah tidak membawa kopernya lagi karena telah hilang diterjang beliung. Tapi untungnya, Raiga masih menyimpan benda pemberian dari ibunya di saku celana. Ya, kristal biru yang mengkilau itu masih ada, Raiga pun masih belum tahu apa kegunaan dari benda tersebut, tapi yang pasti, dia tidak boleh menghilangkannya apapun yang terjadi. Karena aku menyayangi ibu. *** Sudah satu jam lebih dia berjalan menjelajahi hutan ini, tapi tidak ada tanda-tanda Yuna dan Zapar di mana pun. Apakah mereka terlempar ke dimensi lain? "Dasar bodoh," ucap Raiga pada dirinya sendiri. "Mana mungkin itu bisa terjadi." Raiga telah melewati telaga angker, pepohonan raksasa, gua beruang, lumpur penghisap, bunga pemakan manusia, akar setan, dan wilayah singa, tapi tetap saja hasilnya nihil. Dia sudah capai, Raiga memilih beristirahat di bawah pohon sebelum melanjutkan pencarian lagi, apalagi sekarang dia sedang kehausan. "Huh, pencarian yang tidak ada habisnya," ucap Raiga sambil mengatur napasnya. "Sebenarnya mereka ada di mana sih? Merepotkan saja." *** Yuna sudah ditemukan oleh peternak buaya dan dia telah dikeluarkan dari kandang kadal raksasa tersebut. Akhirnya, penderitaan yang dia terima sudah berakhir, Yuna benar-benar bersyukur. "Tapi Nona, kenapa Anda bisa masuk ke dalam sana padahal yang kutahu, kandang itu sudah terkunci?" Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh sang pemilik buaya membuat Yuna sedikit bingung. "Be-begini, sebenarnya aku tadi sedang melihat-lihat dan tiba-tiba, secara tidak sengaja, kakiku malah masuk ke dalam lubang yang menghubungkan pada kandang itu, sehingga aku terjebak di sana," jelas Yuna yang seratus persen bohong. "Sebaiknya kau harus memperhatikan keamanan dari tempat ini, kau tidak ingin kejadian yang kualami terulang lagi kan pada pengunjung yang lain?" Pria yang menjadi pemilik buaya itu langsung mengangguk mendengar saran dari Yuna. "Oh, jadi begitu, terima kasih atas penjelasan dan sarannya, saya akan berusaha agar kejadian ini tidak terjadi lagi." Yuna mengangguk dan tersenyum, lalu pergi meninggalkan pemilik buaya tersebut. Gadis itu tidak sadar kalau dirinya sedang menjadi pusat perhatian, semua pengunjung di kebun buaya itu terus memperhatikan Yuna, mungkin mereka kaget melihat seorang gadis masih bisa hidup setelah masuk ke dalam rumah buaya yang mengerikan itu. Yuna terhenti sesaat, dia merenung, memikirkan cara agar dia bisa bertemu lagi dengan Raiga dan Zapar. "Apa yang harus kulakukan sekarang?" Yuna mengusap dagunya, kedua matanya mengerling pada sang pemilik buaya yang kini sedang bercakap-cakap dengan pengunjung lain di kejauhan. "Aha! Aku punya ide!" *** "Nggggk~" Sementara itu, Zapar masih sedang tertidur pulas di pinggir pantai yang penuh dengan sampah dan kotoran. "Nggk~ apaaa itu~ tidak! Aku mau yang itu~~ kawan~~ ngggk~" Seekor anjing menghampiri tubuh Zapar yang tergeletak di sana, hewan itu tanpa basa-basi langsung menggigit kemaluan Zapar. "UWAAAAA!!!" Pasti rasanya ngilu sekali. *** "Seharusnya ini tidak pernah terjadi jika aku tidak menyetujui cara yang dikatakan Zapar, bodoh sekali," Raiga merebahkan tubuhnya di rerumputan bawah pohon, kedua tangannya disilangkan ke belakang kepala untuk dijadikan bantal, kedua kakinya dilebarkan agar dia bisa merasakan angin yang mengusap seluruh tubuhnya. Kau tidak mampu! Baru saja Raiga akan menutup matanya, tapi tidak jadi karena suara Melios yang berteriak kemarin di sekolah teringat di pikirannya sekarang. "Kenapa aku bisa-bisanya mengingat suara bocah manja itu?" Raiga mengembuskan napasnya. "Dasar bodoh." Raiga kembali menutup matanya, mencoba untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya, namun, dia tidak menyadari kalau di balik pohon yang dia tempati, ada seseorang yang memperhatikannya. "Kau akan mati, penyusup." bisik orang itu dengan menyeringai, rambutnya panjang, berkumis tipis, telanjang d**a, dia hanya memakai dedaunan kering untuk menutupi bagian bawah tubuhnya, dia juga membawa sebuah tongkat yang runcing. Mungkin tongkat itu dia gunakan untuk melukai tubuh Raiga. "Heheheheh!" Pria kulit hitam itu tertawa. "Sebentar lagi, nyawamu akan jatuh di tanganku, penyusup, ah tidak, maksudku, Malaikat Raiga." Rupanya, pria kulit hitam itu mengenal Raiga bahkan dia juga tahu kalau pemuda itu adalah seorang malaikat. Apa yang akan terjadi pada Raiga? BERSAMBUNG ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN