Chapter 4

1171 Kata
Raiga, Yuna dan Zapar sudah sampai di bumi, lebih tepatnya di tengah hutan. Di saat semua malaikat pergi menggunakan sayapnya untuk pergi ke tempat tujuan, Raiga, Yuna dan Zapar hanya bisa melihat kepergian dari satu-persatu malaikat yang terbang. Raiga dan Yuna mengakui bahwa sayap mereka telah rusak dan tentu tidak akan bisa terbang seperti malaikat normal, tapi beruntungnya, Zapar menemukan sesuatu yang mungkin berguna untuk mereka terbang. Lantas, benda apakah itu? *** Zapar tersenyum senang, memperlihatkan sesuatu yang dipegangnya. "Kalian tertarik untuk terbang menggunakan ini?" Mendengar hal itu membuat Raiga dan Yuna melotot. "Balon?" Yuna menutup mulutnya. "Zapar, aku penasaran apakah otakmu masih bekerja dengan benar?" Raiga menutup matanya dengan wajah tenang, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. "Ayo, kita gunakan ini." Tanpa basa-basi, Raiga langsung mengambil satu balon putih yang masih mentah, kemudian dia meniupnya dengan pelan-pelan sampai balonnya mengembung sempurna. "Yuna, ambil punyamu, biar kutiupkan untukmu." Yuna menarik napas panjang. "Raiga, ke-kenapa kau menyetujui cara ini?" Sungguh, kelihatannya Yuna benar-benar tidak mau menggunakan balon sebagai cara alternatif untuk bisa terbang. "Aku rasa ini tidak akan berjalan mulus." "Oh! Tenang saja, Yun!" Zapar tiba-tiba merangkul leher Yuna dengan wajah sombongnya. "Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya." "Sudahlah," Raiga langsung mengikat tali balon ke kedua ketiaknya. "Coba saja, jangan takut." Dengan wajah datarnya, tubuh Raiga perlahan-lahan dibawa ke atas oleh balonnya. "Lihatlah," Zapar meninju telapak tangannya sendiri. "Balonnya bekerja, Yun!" Dia sangat percaya diri ketika melihat Raiga telah dinaikan oleh balonnya, melayang-layang tidak jelas. "Tapi," Yuna meringis. "Kau tidak pernah tahu arah angin akan membawa kita ke mana?" Mendengarnya, Zapar malah semakin bahagia. "Kalau masalah itu, serahkan pada Tuhan, Yun!" Yuna bahkan Raiga yang mendengar jawaban Zapar hanya bisa menghela napas sabar. Sepertinya, usaha mereka untuk bisa terbang berhasil, tapi tidak untuk menentukan pergi ke arah mana, karena anginlah yang membawa mereka ke suatu tempat. Zapar dan Yuna akhirnya bisa menyusul Raiga, mereka bertiga terbang dengan balon di punggungnya. Pelan-pelan, mereka terbang semakin tinggi, sampai-sampai, Raiga bisa melihat kota di kejauhan. Angin menerbangkan balon yang mereka tumpangi ke arah barat, terus melayang-layang seperti kertas yang akan jatuh. "Apa kalian bisa mendengarku?" Yuna berteriak kencang dari belakang, karena posisi balonnya memang berada di paling belakang. Raiga dan Zapar menunjukkan jempolnya, mengisyaratkan kalau mereka masih bisa mendengar. "Ke mana kita akan pergi?" tanya Yuna dengan ketakutan saat matanya melihat ke bawah. "Entahlah," jawab Raiga tanpa dosa. "Kita serahkan semuanya pada balon yang kita tumpangi, Yuna." "Apa?" Yuna tidak percaya Raiga dengan gampangnya menjawab seperti itu, sebagai seorang gadis, tentu saja dia tidak mau pergi ke mana saja asal aman seperti yang lelaki pikirkan. Dia benar-benar ingin turun sekarang. "Jangan khawatir," Raiga kembali berkata. "Aku sudah tahu ke mana balon ini akan membawa kita, teman-teman." "Kalau begitu, pegang erat-erat tali balonnya, kawan!" Zapar angkat bicara, mencoba untuk memperingati kedua temannya. "Kenapa kau berkata seperti itu, Zapar?" Yuna merasa akan ada sesuatu yang menakutkan setelah mendengat peringatan dari Zapar. Zapar menoleh pada Yuna dari kejauhan. "Kita akan ditampar, Yun!" Raiga dan Yuna tidak mengerti pada jawaban Zapar. "Katakan sesuatu dengan jelas, Zapar!" Yuna mulai jengkel sekaligus ketakutan, dari tadi dia terus mencengkram tali balon dengan kencang. "Maksudku," ucap Zapar. "Ada angin p****g beliung di belakang kita!" Mata Yuna hampir keluar mendengarnya, sementara itu, Raiga malah tertidur tenang di depan. "TURUNKAN AKU!" Yuna menjerit histeris hingga membangunkan binatang-binatang hutan yang tertidur di bawah. *** Setelah tertampar angin p****g beliung, mereka bertiga terlempar ke tempat berbeda-beda. Pada akhirnya, Raiga yang masih sedang tertidur pulas tidak menyadari kalau dia sudah mendarat di padang rumput, halaman belakang dari rumah penduduk desa. Raiga ditemukan oleh seorang gadis kecil yang sedang bermain. Pemuda berambut perak itu digoyang-goyangkan agar bangun oleh gadis tersebut. "Kakak?" Gadis kecil berambut cokelat itu terus berusaha membangunkan Raiga yang masih mengorok. "Bangunlah, kakak!?" Raiga terpaksa membuka matanya. "Hah?" sesuatu yang pertama dia lihat adalah wajah anak perempuan yang membangunkannya, muka Raiga memerah menyadari kalau mereka berdua terlalu dekat. "Aku ada di mana? Dan siapa kau?" Gadis itu menjauhi Raiga, berdiri dengan tangan di d**a, kelihatannya dia ngeri melihat muka laki-laki yang baru bangun itu. Intinya, ketampanan Raiga luntur karena air liurnya yang menyebar ke mana-mana. "Maaf jika aku tidak sopan," ucap gadis kecil itu dengan terus menjauhi Raiga. "Tapi, seharusnya aku yang bertanya begitu, kakak." Raiga mengusap air liur yang telah menjajah mukanya, kemudian dia beranjak bangun, berdiri menatap wajah gadis itu dengan santai. "Aku Raiga, aku berasal dari sur--" Raiga hampir keceplosan, jika dia berkata jujur mengenai asalnya, itu akan membuat kehebohan, atau malah, dia ditertawakan oleh gadis bumi itu. Lagi pula, siapa yang akan percaya jika ada orang mengatakan kalau dirinya berasal dari surga? Itu benar-benar konyol, pikir Raiga. "Umm, aku berasal dari bumi bagian timur." Entah kenapa, ucapan Raiga barusan membuat kepala gadis itu memiring. "Bumi bagian timur?" Sepertinya sang gadis tidak mengerti. "Kakak dari luar negeri ya?" Raiga menahan napas. "Bisa dibilang begitu," ucap Raiga penuh percaya diri. "Tapi aku tidak bisa menyebutkan dari negara mana aku berasal, karena itu cukup rahasia." Aku berasal dari Negara Tuvu, Surga bagian selatan, aku ingin sekali berkata jujur, tapi ya sudahlah. "Tunggu sebentar," Gadis kecil itu langsung berlari meninggalkan Raiga seorang diri di halaman belakang rumahnya. Raiga hanya membalasnya dengan menguap lebar. "Dasar gadis bumi." *** Sementara itu, Yuna malah terjebak di kandang buaya. "KYAAAAAA!! TOLONG AKU!!" Walau kedengarannya seperti itu, Yuna lah yang seharusnya minta maaf pada para buaya, karena dia, hewan-hewan buas itu mati oleh suara kerasnya yang menggelegar. Sungguh tidak baik. "JANGAN DEKATI AKU! BUAYA SINTING!" *** Dan di lain tempat, Zapar malah terdampar di pinggir pantai seperti cumi-cumi. Bahkan, dia malah pingsan di tengah-tengah sampah yang berserakan di pinggir pantai. "Ngggg~" Zapar mengigau dalam tidurnya ditemani lalat-lalat cantik yang beterbangan di seluruh tubuhnya. Zapar benar-benar seperti bangkai. *** Kembali pada  Raiga. "Lama sekali," Raiga mulai bosan menunggu kedatangan gadis kecil yang tadi. "Dia itu sedang keliling dunia atau apa?" "Itu orangnya Bu!" Suara jejak kaki membuat Raiga segera menoleh, dan betapa kagetnya ketika dia melihat gadis itu kembali bersama seorang wanita gemuk seperti ibunya di surga, namun ini lebih jelek. "Dia tadi pingsan di sini Bu!" "Oh, jadi kau rupanya yang pingsan di sini, anak muda?" Raiga benar-benar terkejut, ternyata walau mukanya jelek, wanita tua ini punya suara yang cantik. Raiga buru-buru memasang wajah segar dan tersenyum tipis pada wanita itu. "Benar sekali." "Lalu, kenapa kau bisa pingsan di sini?" tanya wanita tersebut dengan bibirnya yang mengkerut minta di hajar. Raiga tertawa ringan. "Aku juga tidak ingat kenapa aku bisa ada di sini." Raiga berbohong. "Ibu!" Gadis kecil itu menarik baju wanita gemuk tersebut. "Lihatlah! Lehernya terluka Bu!" Wanita berambut hitam itu memperhatikan leher Raiga dan ternyata benar, sebuah goresan luka terlihat di sana, bahkan Raiga sendiri tidak menyadarinya. "Kalau begitu, bolehkah aku mengobati lukamu, anak muda?" tanya Wanita gemuk nan jelek itu pada Raiga dengan senyuman ramah. "Kami juga ingin bertanya lebih lanjut mengenai latar belakangmu, jadi, silakan ikuti aku ke dalam rumahku." Raiga hanya bisa pasrah dan mengangguk. Aku harap wanita jelek ini tidak bertanya mengenai warna celana dalamku. BERSAMBUNG ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN