6. Hubungan Dekat

1163 Kata
Semua yang berada di ruang kerja pribadi Ratu Ethel terdiam. Banyak ketidakpuasan yang sesungguhnya ingin sekali Pangeran utarakan bila saja itu dapat dilakukannya. Tapi Pangeran lebih memilih mengutamakan menjaga perasaan kakak-kakaknya. Suasana terasa mencekat bagi Putri Irene dan Putri Racheal. Satu sisi mereka sepakat dan sepenuhnya mengerti berada di posisi kakaknya sang Ratu Ethel. Namun di sisi lain tidak kuasa membiarkan adik tercinta dan berharga mereka merasa diperlakukan tidak adil. Sepanjang hidup Putra Mahkota memang tidak terhitung seberapa banyak hal yang telah direnggut dari dirinya, terutama kebebasan dalam hidup. “Sampai keputusan ini diresmikan, aku ingin kamu mempersiapkan diri Zeal.” Dan saat keputusan telah diresmikan keluarga kerajaan akan mengumumkan secara terbuka berita ini pada seluruh negeri. Pangeran Zeal sebagai Putra Mahkota harus mempersiapkan diri menerima bermacam reaksi dari berbagai pihak, terutama rakyat pada situasi akhir-akhir ini tengah menghadapi konflik panas atas kebijakan kerajaan. “Bila Anda sudah selesai menyampaikan semua dan tidak ada lagi yang ingin dibicarakan. Saya undur diri Yang Mulia, masih ada jadwal kelas yang harus saya hadiri.” Mendengar betapa formalnya bahasa yang Pangeran gunakan, Ratu tahu kabar tentang rencana pernikahan Putra Mahkota telah membuat Pangeran merasa tidak senang. “Kau boleh pergi.” Ratu tidak berniat menahan Pangeran karena merasa untuk saat ini akan lebih baik membiarkan Pangeran merenungkan sendiri. Pastilah butuh waktu untuk dirinya menerima keputusan sepihak oleh kerajaan. Tangkapan mata Putri Irene dan Putri Racheal tak kuasa berpaling dari sosok Pangeran yang berlalu pergi hingga menghilang di balik pintu. “Haruskah Kakak berkata sekeras itu padanya?” “Pangeran bukan lagi anak kecil yang harus selalu kita lindungi atau manjakan, Irene. Cepat atau lambat kita harus mengakui dan Zeal harus menerima takdirnya...” Putri Irene dan Putri Racheal termenung meratapi ucapan Ratu. “Sekarang kita sudahi pembicaraan ini, kita bisa lanjutkan dipertemuan keluarga nanti. Aku belum mendengar bagaimana kabar kalian.” Ratu mencoba memperbaiki suasana. Ia tidak cukup pengertian pada kehadiran saudari-saudarinya yang terjebak pada situasi sulit tadi. Tapi Ratu beruntung setidaknya Pangeran Zeal lebih tenang menerima keputusan kerajaan dari pada Putri Arseilla. “Apa keluarga Eidsvoll semua dalam keadaan sehat?” Tanya Ratu. Putri Irene sejak usia 5 tahun dirinya tinggal jauh di luar istana bersama sebuah keluarga yang masih kerabat kerajaan. Ketika kondisi Ayahandanya semakin memburuk, Putri kembali ke istana atas titah Ratu Ellenna sesuai permintaan dari Raja. Namun tak lama setelah kematian Raja, dia kembali menjalani kehidupan di luar istana. “Semua anggota keluarga dalam keadaan sehat. Mr. dan Mrs. Eidsvoll memberi salam pada Yang Mulia Ratu, juga permintaan maaf karena belum bisa datang secara langsung menghadap Yang Mulia.” Tutur Putri Irene, saat bicara menyampaikan pesan keluarga Eidsvoll Putri menempatkan diri di posisi mereka sebagai perwakilan keluarga. Karena itu Putri Irene bersikap santun untuk mengikuti tata krama kerajaan. Bagi Putri Irene yang telah lama tinggal bersama keluarga Eidsvoll, mereka adalah keluarga keduanya. “Tidak, sudah seharusnya aku yang berkunjung menemui mereka. Tapi karena jadwalku dan keadaan politik kerajaan belakangan ini...” Ratap Ratu. Pasangan Mr. dan Mrs. Eidsvoll sudah cukup tua untuk bisa berpergian dan pasti sulit dan melelahkan bagi mereka bila harus melalui perjalanan jauh datang ke istana. Ratu sudah merencanakan akan berkunjung sekaligus mengucapkan terima kasih atas kebaikan serta kemurahan hati mereka melindungi Putri Irene selama ini. Rencana kunjungan itu selalu mundur dari jadwal karena hal lain. Tapi kali ini tampaknya Ratu tidak bisa lebih lama lagi mengulur waktu, selagi belum terlambat. Bila tidak Ratu akan merasa berhutang budi jika datang saat mereka telah tiada. “Secepatnya aku akan datang menemui mereka.” “Saya akan sampaikan kabar ini pada mereka sepulangnya nanti Yang Mulia. Mereka pasti merasa senang mendengarnya.” Termasuk Putri Irene juga merasa senang bila Ratu benar datang ke rumah itu. Mendapat kesempatan disinggahi Ratu merupakan suatu kehormatan bagi rumah keluarga mana pun di negeri ini. “Lalu bagaimana denganmu wahai saudari kembarku yang sulit sekali kutemui... Apakah ada kabar baik? Tidakkah kamu ingin memberi kerajaan ini keturunan dan penerus dari kalian?” Goda Ratu. “Posisi penerus kerajaan sudah ada Putra Mahkota, jadi saya rasa kami tidak perlu terburu-buru tentang hal ini.” Putri Racheal setelah menikah dibopong sang suami dan tinggal di luar istana. Kabarnya hanya sesekali terdengar atau sesekali datang berkunjung ke istana untuk memberi salam pada Ratu Agung Elenna dan Ratu Ethel.  “Lantas, kenapa kau hanya datang sendiri? Ada masalah?” Tanya Ratu curiga. Putri Racheal berusaha menjaga sikap walau Ratu mencoba menggodanya. “Ratu saat ini Putri Irene masih bersama kita, jadi saya harap Anda bisa menahan diri―” “Irene? Hei... Dia sudah berusia 31 tahun. Untuk apa aku berhati-hati bicarakan hal ini walau Irene mendengar. Irene juga pasti sudah mengerti apa yang kita bicarakan!” Ratu tiba-tiba bersikap terlalu santai bahkan. Perubahan drastis pada suasana hati Ratu membuat Putri Irene terkejut dan bingung. Mungkin Irene tak pernah melihat kakak tertuanya sesantai itu. Tapi saat empat saudari kembar berkumpul, maka tidak ada jarak atau pun jabatan di antara mereka. Bila bukan pada saudarinya sendiri Ratu menunjukkan sifat asli sesungguhnya, maka kepada siapa lagi. Dan Putri Irene baru mengerti, ternyata kakaknya masih memiliki ruang untuk merasa bebas, menanggalkan semua beban dan tanggung jawab. “Tapi Irene belum menikah dan tidak tahu apa itu kehidupan berumah tangga.” Sangkal Putri Racheal masih teguh pada nilai dan prinsipnya. “Lalu kau pikir, bagaimana dengan diriku? Aku juga belum menikah dan berumah tangga.” Balas Ratu sengit. Sekali lagi Putri Irene terbelalak betapa terbukanya Ratu saat ini, sampai melontarkan keluhan yang selama ini berdasarkan apa yang Putri Irene ketahui adalah pernikahan Ratu menjadi topik pembicaraan tabu di istana. “Salahmu kenapa menolak lamaran yang datang dari Kerajaan―” Putri Racheal berhenti, menyadari kata-kata atau infromasi apa yang hampir saja dimuntahkannya. “Hei-Hei! Kita hentikan saja, oke?” Ratu panik menarik diri dari perdebatan itu. Bila Putri Irene tidak salah memahami, apa yang Putri Racheal ucapkan tadi adalah Ratu pernah dipinang seseorang tapi menolak. “A-Apa Kakak katakan tadi? Aku tidak salah mendengar. Kenapa harus dirahasiakan?” Tuntut Putri Irene menunggu penjelasan kedua kakaknya. Siapa pun yang angkat bicara perihal ini tak jadi masalah asalkan tidak berusaha menutupi lagi. Ratu dan Putri Racheal bertukar pandang, jika berdalih tampaknya mereka tetap tidak akan bisa lolos dari situasi ini. Justru sebaliknya Putri Irene bisa menjadi bumerang yang malah akan membeberkan perkara ini pada yang lain juga. Ratu menarik napas berat dan mulai bicara. “Karena tidak akan ada kelanjutan dari rencana itu maka dilupakan, untuk apa dibesar-besarkan.” “Kakak yang menolaknya? Siapa dia?” Tanya Putri Irene masih memburu informasi lain. “Cerita itu sudah selesai, tidak ada artinya kamu tahu. Jadi jangan lagi membicarakan hal ini atau pun mengatakannya pada siapa pun.” Tatap Ratu serius memperingati Putri Irene. Putri Racheal menganggukkan kepala saat pandangan mata Putri Irene tertuju padanya. Padahal Putri Irene meminta dukungan atau pun pembelaan diri. Tapi Putri Racheal harus berpihak pada Ratu karena kelalaian dirinya menuai akibat, akhirnya orang yang mengetahui rahasia ini bertambah satu orang lagi. ***chapter 6-Fin
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN