Malam yang Tertunda

1165 Kata
Tania mendorong tubuh Nero. Perlakuan lelaki itu membuatnya merasa tak nyaman. Tubuhnya meronta, belum bisa menerima sang suami. "Sayang," bisik Nero. Lelaki itu menatap sang istri dengan penuh hasrat dan menginginkannya sekarang. Saat ini juga. Apa dia salah? Tania terisak, itu membuat Nero urung. "Kok nangis?" Nero melepaskan rengkuhan, tidak tega juga kalau harus memaksa. Dia berbaring di samping istrinya, memandang wajah yang bersimbah air mata itu. "Om jahat," isak Tania. Dia membalik tubuh memunggungi lelaki itu. Nero merengkuh istrinya dari belakang. "Belum diapa-apain, kok." Nero memeluk Tania dengan lembut lalu mengusap kepalanya. Sesekali mengecup pucuknya dan mengacak rambut panjang itu. "Itu tangannya--" Tania melepaskan rengkuhan suaminya dan hendak bergeser menjauh. Namun, sebelum itu terjadi, Nero dengan sigap menariknya kembali. Kali ini posisi mereka berhadapan. Tania tertunduk dan tak berani menatap wajah suaminya. "Katanya mau ngasih papa cucu. Baru segitu aja udah nangis." Nero mengulum senyum. Sungguh ini di luar perkiraannya. Tania yang selama ini mencoba merayunya, kini berbalik menjadi ketakutan saat dia bersikap agresif. "Tapi aku gak mau kalau digituin," ucap Tania sembari memukul d**a Nero. "Ya begitu dululah. Apa mau langsung aja?" jawab Nero santai. Wajah Tania memerah, dia mengusap air mata untuk menghilangkan rasa malu. "Om ambil first kiss aku," katanya kesal. Tangannya memilin kaus yang dipakai Nero. Membuat lelaki itu semakin gemas. "Dari kecil dulu juga om sering begitu sama kamu." "Tapi kan enggak romantis," rajuknya. Nero menghela napas panjang. "Jadi kamu mau yang gimana? Candle light dinner dulu, baru kiss?" Tania mengangguk. Nero membuang pandangan karena kesal. Entah ini sudah yang ke berapa ratus kali setiap berhubungan dengan gadis ini. Ingat, Nero. Dia masih remaja. Apa yang istrimu inginkan sesuatu yang spesial, manis, dan romantis. Tidak bisakah kamu menahan hasratmu dulu saat ini? Kamu bisa pelan-pelan menaklukannya. "Nanti kita nge-date," janjinya. Nero berencana akan memesan sebuah restoran jika istrinya bersedia. Bahkan, dia akan menyiapkan makan malam ala selebritis jika perlu. Tania menggeleng. "Aku enggak mau sama Om." Suaranya melemah dan tidak bersemangat. "Kenapa?" Nero mengangkat dagu Tania dan mendekatkan wajah mereka. "Pokoknya gak mau!" "Karena om udah tua? Malu jalan sama om-om walaupun udah suami sendiri?" Mereka bertatapan lama. Dua jantung berdetak kencang. Tania menolehkan wajahnya. Nero ... ditolak. "Om." "Apa?" bisik Nero. Suaranya kembali serak menahan diri sedari tadi. "Sana." Tania mendorong suaminya karena merasa jengah. Dia ingin segera berlari dan keluar dari kamar ini. Sikap Nero sekarang adalah suatu ancaman bagi keselamatannya. Tania memang masih labil dan bekum bisa menerima kenyataan. Dia ingin memberikan apa yang dipinta oleh papanya. Namun, rasanya tak sanggup jika itu harus bersama Nero. Gadis itu bahkan masih mengharapkan Rizal dan ingin mewujudkan mimpi bersama lelaki itu. "Masa Om gak boleh peluk istri sendiri?" "Biasa aja tapi. Gak usah ke mana-mana!" ucap Tania dengan mata melotot. Nero tergelak dan kembali mengacak rambut istrinya. Dia melepaskan rengkuhan sehingga kini mereka berjarak. Suasana hening kini tercipta. Hingga beberapa saat tak ada yang berinisiatif memulai pembicaraan. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Saling meyakinkan perasaan, apakah akan menjalani pernikahan ini dengan hati rela atau kelak melepaskannya. "Kamu suka ya sama Rizal?" tanya Nero blak-blakan. Apa pun jawaban Tania nanti, dia benar-benar pasrah. Tania mengangguk. Itu membuat Nero menelan ludah, menerima kenyataan pahit bahwa istrinya belum mencintainya. Sekalipun lelaki itu belum merasakan cinta, tetap saja hatinya merasa tak nyaman dengan situasi seperti ini. "Dosa loh kalau udah nikah, terus naksir sama cowok lain. Mana suami belum dilayani pula." "Tapi aku--" ucap Tania terbata. Dia tak dapat berkata apa-apa. Benaknya kacau, penuh dengan simpul yang sulit diurai. Nero bukanlah tipikal lelaki yang banyak bicara. Namun jika sedang serius, berarti memang ada hal penting yang harus dia sampaikan. "Kamu pengen first kiss sama Rizal? Pengen pacaran sama dia?" cecar Nero lagi. Dia harus tahu apa yang menjadi keinginan sang istri. Tania tertegun karena ternyata Nero bisa membaca pikirannya. Gadis itu mengangguk dengan yakin. Dalam hatinya bertanya apakah perasaannya salah kepada Rizal. Bukankah itu manusiawi sekali. "Kamu pikir kalau pacaran, si Rizal enggak bakal minta beginian?" Nero terus memojokkan. "Dia engak begitu. Dia baik," bela Tania. Selama mengenalnya, Rizal memang baik dan sopan dan tidak pernah berbuat macam-macam. Bahkan di sekolah, lelaki itu termasuk murid berprestasi yang sering mendapat pujian oleh guru karena memang sikapnya yang santun. "Mana kita tau. Dia laki-laki juga. Pasti punya keinginan." Hati Nero mulai panas sepertinya. "Itu Om." Tania melotot, tidak terima pujaan hatinya dibicarakan seperti itu. Nero tersentak. Ada yang kembali berdenyut dalam hatinya. "Wajarlah. Sama istri sendiri. Halal. Inget dosa!" Nero mulai menakuti, berharap sang istri akan mengerti dan sadar secepatnya. "Udah. Aku engak mau ngomongin itu lagi," rajuk Tania. Kini mereka mulai bertengkar lagi. Masing-masing masih memegang ego dan belum ada yang mau mengalah. "Terserah kamu!" Nada suara Nero mulai meninggi. Rasa kesalnya semakin memuncak. Dia juga punya batas kesabaran. Apalagi menghadapi Tania yang banyak ulah. "Om pake baju sana. Enggak malu apa?" Tania bangun dan hendak keluar kamar ketika Nero meraih lengannya. "Enggak jadi mau kasih papa cucu, nih?" Nero menggenggam jemari Tania dengan erat karena tak ingin istrinya pergi. Dia ingin ditemani malam ini. "Aku belum siap, Om. Aku takut," tolaknya halus. "Oke. Tapi malam ini kamu tidur di sini." "Enggak mau. Nanti om ngapa-ngapain aku," tuduh Tania. Nero yang tadinya emosi kini malah tertawa geli. Tingkah Tania memang lucu, sebentar merajuk lalu berbaikan lagi. "Om janji. Tapi temenin di sini." Tania menatap suaminya curiga. Sehingga Nero mengubah raut wajahnya menjadi lebih serius supaya terlihat meyakinkan. Kadang-kadang lelaki memang hsrus bermain sandiwara untuk memenangkan hati wanita. "Tapi pake bajunya." Tania menunjuk suaminya yang masih shirtless sejak tadi. "Emang kenapa? Om biasa tidur begini. Lebih nyaman." "Aku malu." Akhirnya Nero mengalah dan memungut kausnya yang tadi terlempar entah ke mana. Dengan cepat dia memakainya sebelum Tania nekat keluar kamar. Tania kembali merebahkan diri, menarik selimut, dan mulai memejamkan mata. Seharian ini membuatnya fisiknya lelah. Apalagi serangan mendadak dari Nero membuatnya syok. Dia tak menyangka ternyata lelaki itu malah menginginkannya. Bagi Tania ... itu cukup mengerikan. Nero berbaring di sebelah istrinya dan memeluk tubuh mungil itu dari belakang. Tak lama dengkur halusnya terdengar. Tania berbalik memandang sang suami, menelusuri wajah itu dengan jari. Di benaknya bergaung berbagai macam pertanyaan. "Nero suamimu." "Tapi aku jatuh cinta sama Rizal." "Terus Papa gimana?" Tania merasa papanya terlihat aneh. Setiap pulang dari Singapura, lelaki itu seperti menahan kesakitan. Entahlah, dia merasa ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Bingung, itu yang Tania rasakan. Sepertinya dia harus menghubungi Ovi. Gadis itu harus menceritakan semua. Berbagi cerita dengan Clara juga tidak memuaskan. Jawabannya tetap sama. Malah membuat Tania bingung harus memutuskan apa. Mungkin tantenya punya pendapat yang berbeda. Lama melamun, tiba-tiba saja Tania tersentak saat sebuah sentuhan bersarang di pipinya. "Tidur sana. Suamimu ini memang ganteng. Jangan diliatian terus," ucap Nero sembari mengedipkan mata. Tania tersipu malu. Rasanya ingin melepaskan tangan Nero dari pinggangnya. Dia merasa risih, tetapi Nero semakin erat memeluknya. Tania mulai memejamkan mata. Rasanya dia seperti melihat ada sebuah pelangi yang terang dan bersinar. Lalu, hilang bersamaan dengan lelapnya dia tertidur. Bermimpilah yang indah malam ini. Hari esok menantimu.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN