SELINGKUHAN?

1292 Kata
“Hai, Sayang! Kok lama banget, sih!” ‘Apa dunia sesempit ini?’ Pria itu memandang sosok gadis yang menghampirinya dengan manja. Kala itu, Rinjani turun dari kursi bar, lalu meremas ujung kemeja pria yang baru datang. Tubuh Rinjani mendekat ke hadapannya, sementara bibir langsung berbisik di telinga. “Om, tolong saya,” bisik Rinjani. Gerakan bibirnya tak akan terlihat oleh Calvin. Karena ia memunggunginya. Kontan, hal itu membuat kening kedua pria disana mengernyit. Tak terkecuali Boy. “Sadewa?” Calvin terheran. “C-Calvin?” “Lo selingkuh dari Chayra?” Seantero nusantara sepertinya tidak ada yang lupa bahwa Sadewa dan Chayra adalah sepasang kekasih yang sebentar lagi akan menikah. Bahkan, media Jerman juga sudah banyak mengekspos tentang persiapan pernikahan mereka. Namun, melihat kompetitornya dalam skandal besar, membuat Calvin merasa menang. “...” “Dan lo …!” Calvin menatap gadis itu dengan senyum mengejek. “Sok jual mahal, taunya cuma SELINGKUHAN!” Calvin menyeringai puas. “Tutup mulut lo!” Sadewa terlihat mulai tersulut emosi. Lagi pula, siapa yang tidak tahu Sadewa Barathawardana? Ia putra pengusaha real-estate terkenal—Arjuna Barathawardana. Namun, sayang—bukan meneruskan perusahaan sang ayah–Barathaland Group. Sadewa justru idealis membangun perusahaan sendiri, SB-Art Global yang berdiri di bidang jasa arsitektur real-estate. CEO muda dengan pesona tampan dan juga mapan, membuat Sadewa banyak diminati wanita. Namun, cintanya hanya terikat pada Chayra. Putri dari kolega sang ayah. “Bagaimana kalau Chayra tahu tentang ini, ya?” Rinjani yang mendengar semua itu tentu saja merasa tidak enak. Ternyata, ia salah target. Ia malah mendekati om-om yang sudah memiliki tunangan. Bahkan—mereka akan segera menikah. Oh God! Rinjani melepas genggamannya di ujung kemeja itu untuk mengklarifikasi. “Eh bukan—” “Lebih baik lo pergi sekarang!” Namun, Sadewa menahan lengan gadis itu lalu memposisikan Rinjani di belakangnya. Tak ada jalan lain, Sadewa tahu sekali seperti apa karakter Calvin. Jika kebohongan gadis itu terbongkar, maka Calvin akan melakukan apapun untuk menarik paksa. “Lihat aja nanti, Sadewa!” Sadewa tak menjawab dan hanya menatap tajam pesaingnya. Setelah Calvin menjauh, ia melepas genggaman tangan itu lalu menghadap ke arah Boy. “Ini, bir lo, Bro.” “Thanks.” Rinjani jadi merasa tak enak. Pria itu sama sekali tak mengindahkannya setelah si pengganggu pergi. “Terima kasih … Om.” Rinjani bingung harus memanggil sosok di hadapannya itu apa. Melihat setelan pria itu bak eksekutif muda, tampaknya ia memang bukan pria biasa. Rinjani masih menatapnya, namun Sadewa terus bersikap acuh, dingin, dan berbeda dari sebelumnya. “Gue di tempat biasa, lo kesini sekarang.” Rinjani tak sengaja mendengar ucapan pria itu pada seseorang diujung panggilan. Tak lama setelah ponsel di letakan di meja, Rinjani merasa jantungnya berhenti sepersekian detik. “Anak kecil kayak kamu, nggak seharusnya ada di tempat begini.” Rinjani terkesiap. ‘Anak kecil?’ Rinjani mengulangi ucapan pria itu dalam hati. “Saya bukan ….” Belum genap ia menyumpah serapahi pria itu, namun ponselnya sudah berdering di tengah suara dentuman musik. Melihat layar ponsel itu tertera nama sang ayah memanggil, Rinjani langsung kalang kabut. Ia berlari dengan tergopoh-gopoh karena kaki yang masih kesleo. Ia tidak mungkin menerima telepon di tempat bising seperti itu. “Kaki perempuan itu kenapa, Bos?” tanya Boy pada Sadewa. Sadewa mengikuti punggung sang wanita yang menjauh. Disaat berikutnya ia hanya mengangkat bahu. Ia menggaruk kening yang tak gatal setelah teringat, kaki gadis itu terkilir saat melewati mejanya. Di luar kelab malam, Rinjani menarik nafas, menetralkan kegugupannya. Seumur hidup ia tak pernah datang ke tempat itu. Bahkan ketika sang sahabat merayu untuk menemaninya kencan disana, ia selalu menolak. Tapi malam ini, ia benar-benar kalut hingga tak terpikirkan nasehat sang ayah. Didikan ayahnya banyak mengajarkan budaya timur. Jadi, terlalu tabu untuknya datang ke tempat seperti itu. “Halo Sweetheart, sedang buat apa?” “Eung, halo, Ayah. Rin baru pulang dari rumah Nayyala,” jawab Rinjani berbohong. “Oh. Bagaimana hari ini?” Rinjani tertawa pelan. Mengingat betapa buruknya hari ini membuat ia ingin mengadu. Namun, ia tak mungkin mengatakan bahwa Emir telah menghancurkan hatinya. “I’m good, Ayah.” “Tapi suara anak gadis Ayah kedengaran tidak senang. Something happened?” Rinjani menghembuskan nafasnya diam-diam seakan tak ingin terdengar oleh sang ayah. Di saat yang sama, ia melihat kedatangan seorang pria yang terus menatapnya. Ia pun menghindari tatapan itu dan menggeser tubuhnya menjauh. “Tidak mengapa, Ayah. Rin hanya penat. Sebab sejak akhir-akhir ni banyak sangat tugasan kolej.” “Oh, ya? Jaga kesehatan, ya, Sayang.” “Baik, Ayah.” Hening sejenak. Rinjani tak pernah menuntut sang ayah. Ia tahu ayahnya sangat sibuk. Apalagi sejak ibunya meninggal. Dan setelah beranjak dewasa, Rinjani terpaksa harus menjalani hidupnya sendiri di negeri orang. Salah satu cara agar tidak hanyut dalam rasa sepi. “Ayah, apa khabar Aussie? Selesa tak?" “Hmmm, not bad. Selepas launching apps disini, Ayah akan berjumpa dengan kamu di Indo, ya.” “Siap, Ayah.” “Baiklah, jangan tidur lambat, ya.” “Oke, Ayah. “Love you, Sweetheart.” “Love you more, Ayah.” Nada sambung diujung panggilan terputus. Rinjani tak lagi terpikir untuk menghabiskan malam di tempat tersebut. Ketika langkah kakinya hendak mencegat taksi, ia lupa bahwa tasnya masih ada di dalam. “Oh God!” Rinjani berdecak. Gadis berambut cepol serta curtain bangs itu melangkah masuk. “Jadi dia ninggalin lo nggak kasih alasan?” Seorang pria menggeleng. “Yang benar aja! Kalian bukan ketemu kemarin sore lho! Tiga puluh tahun, bro?” “Itu dia!” “Lo pasti frustasi banget, ya?” Pria itu menatap tajam sosok di hadapannya. Bhumi. Kakak tingkat sekaligus sahabatnya ketika di universitas dulu. “Ya, menurut lo aja sih!” Bhumi mencengir. “Kira-kira apa yang salah dari gue? Apa gue terlalu sibuk sama proyek akhir-akhir ini?” “Kayaknya lo nggak sesibuk itu deh. Semua kerjaan ‘kan gue yang kerjain.” Kontan membuat Sadewa mengerang. Giginya mengerat serta tatapannya menelisik tajam. “Ups! Sorry. Tapi sesuai fakta, Man! Tapi ‘kan kalian kerja di tempat yang sama dan selalu bersama.” Boy yang tengah melayani pelanggan menggeleng pelan mendengar pembicaraan sepasang sahabat yang sudah sering berkunjung ke kelab tersebut. Jelas saja. Kelab itu berdiri diatas real-estate Barathaland Group—milik keluarga Sadewa. Jadi, sang pemilik kelab pun menganggap mereka bukan lagi pelanggan, tapi tuan rumah. “Jadi, dia kenapa menurut lo?” Bhumi tampak berpikir. “Apa dia punya selingkuhan?” Sadewa tertegun. Tak mungkin. Ia mengenal Chayra melebihi dirinya sendiri. Wanita itu tak akan berkhianat. Sosok sang ibu—Anjani, telah menjadikan Chayra sebagai wanita mandiri dan anggun. Mengingat Chayra tak memiliki sosok ibu semasa hidupnya. Disaat berikutnya. Rinjani berdehem setelah tak sengaja mendengar percakapan dua pria disana. Ia hendak mengambil tas yang saat ini terhalang oleh Bhumi. “Maaf, Om. Saya mau ambil tas itu.” Wajah ketus namun manis membuat Bhumi ingin sekali menggoda. Berbeda seperti Sadewa, Bhumi lebih dominan terhadap wanita. Ia ramah dan mudah mengungkapkan kalimat romantisnya. Sementara Sadewa, ia seperti robot yang tak punya hati. Kaku dan tak menyenangkan sama sekali. “Kenapa panggil Om, sih, Dek? Kita masih muda lho!” Sadewa mengalihkan pandangannya, meneguk bir sambil menggeleng pelan. Tetapi, titik pandang Rinjani tertuju pada pria itu. Dingin sekali! Tidak seperti saat menolongnya dari pria buas tadi. “Tapi saya nggak peduli lho, Om.” Mendengar ucapan ketus itu, Sadewa tertawa pelan. Kata-kata yang muncul dari bibir gadis itu sungguh diluar prediksi BMKG. Bhumi kalah telak. “Kok lo ketawain gue, sih?!” “Lagian, bocah bau bawang lo godain.” Rinjani membeliak saat berhasil mengambil tas. Ia sangat terkejut dengan ucapan pria disisinya. Ia mengepalkan tangan, berusaha menahan emosi. “Hei! Jaga mulut, Om, ya! Apa kata Om? Bocah bau bawang?!” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN