Mentor Dingin Pemikat Hati

Mentor Dingin Pemikat Hati

book_age16+
549
IKUTI
6.6K
BACA
love-triangle
HE
arranged marriage
arrogant
boss
bxg
kicking
office/work place
secrets
like
intro-logo
Uraian

Rinjani Hussain tak mengira bahwa malam anniversary ke delapan akan berujung malapetaka. Bukan Bahagia, ia justru menderita. Perpisahan yang digaungkan sang kekasih hampir membuatnya gila. Belum lagi, ia melihat dengan mata kepala sang kekasih b******u dengan kakak tingkatnya. Demi menghindari mantannya, alhasil, Rinjani memilih jalur kampus merdeka dengan magang di sebuah perusahaan. Tak disangka takdir mempertemukannya dengan Sadewa Barathawardana. Sang mentor berhati dingin yang berhasil memikat hatinya. Sayangnya, pernah ditinggal kekasih tercinta, membuat Sadewa sulit menerima wanita baru.

Mampukah Rinjani bisa mendapatkan hatinya? Ataukah masa lalu yang akan jadi pemenangnya?

Kisah age romance ini disisipi unsur komedi. So, don't too be serious!

chap-preview
Pratinjau gratis
AYO PUTUS!
“Ayo putus!” Deg. Seorang gadis tampak luluh lantak. Hatinya seakan hancur berkeping-keping. Air mata berusaha ditahan agar tak lolos dari pelupuk mata. Ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Bahkan jemarinya mengepal erat diatas meja bundar tersebut. Ditengah candlelight dinner yang ia bayangkan akan menjadi momen romantis di anniversary ke delapan mereka. Justru, berbalik menjadi sebuah petaka. Sang kekasih mengakhiri semua itu tanpa terlihat bersalah sedikitpun. “Ayo kita sudahi ini semua!” Terdengar satu kalimat dari bibir seorang wanita yang duduk tepat di belakang kursinya. Mungkin berjarak satu meter. Kontan, gadis itu tersenyum sepat. Apa wanita tersebut tengah menjadikan kisahnya sebagai lelucon? “Rinjani?” Sosok laki-laki yang bertanggung jawab atas perasaannya yang tengah hancur, memastikan dengan sedikit menunduk. “Are you okay?” Damn you! Pertanyaan bodoh macam apa itu? Mana ada gadis yang bisa baik-baik saja setelah diputuskan tanpa alasan yang jelas. Delapan tahun sejak duduk di bangku middle school bukan waktu yang sebentar bukan? Mereka sudah menghabiskan musim bertahun-tahun. Lalu sekarang, laki-laki itu meminta putus? What a crazy thing! Prak! Tak ingin tampak menyedihkan. Seorang gadis bernama Rinjani itu berdiri sambil menggebrak meja. “Lo gila, ya?” Tak ayal, seluruh pasang mata pengunjung restoran bintang lima itu tertuju padanya. Termasuk, dua sejoli yang ada di belakang mereka. “Mana ada perempuan yang baik-baik saja, setelah diputusin di hari jadi yang kedelapan. Are you crazy, Boy?!” “Rinjani, lo bisa tenang nggak? Kita masih bicarakan ini baik-baik.” “Shut up! Lo pikir gue bisa baik-baik saja sekarang?” Dua sejoli yang tengah berada dalam kegamangan, akhirnya hanya bisa mendengar seorang gadis menyumpah serapahi laki-laki di hadapannya. Mereka tak ingat bahwa ada hal penting yang perlu dibicarakan juga. Seorang pria yang melihat punggung Rinjani hanya bisa tersenyum kecut. Bukankah nasib mereka sama? “Kalau lo mau putus. Oke, fine. KITA PUTUS!” Rinjani meninggalkan meja itu dengan aksi heroiknya. Seperti di drama-drama, Rinjani mengambil segelas air putih lalu menghempaskan itu ke wajah sang kekasih. Anehnya, laki-laki itu tidak bereaksi. Ia hanya tersenyum penuh arti. Pria di belakang Rinjani pun menatap ekspresi laki-laki tersebut dengan kening mengernyit. ‘Dasar pecundang!’ Rinjani mengambil tas. Kemudian berjalan searah dengan pandangannya. Namun, ia lupa–bahwa seharusnya jalan keluar ada di belakang. Alhasil, ia berbalik dengan wajah malu. Ia tertunduk, ketika semua orang kini menatap dengan senyum penuh makna. Saat melewati meja sang kekasih, ia tampak biasa saja. Namun entah mengapa kakinya terkilir saat melewati meja berikutnya. Alhasil, ia tak sengaja menyenggol alat makan di meja itu hingga jatuh. ‘Oh! God! Kenapa sih malam ini lo sial banget, Rinjani!’ Rinjani menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lalu menunduk mengambil sendok tersebut. “Sorry Om, nggak sengaja,” ucap Rinjani ketus. Ia memang tak menatap wajah-wajah tersebut. Tapi ia tahu, sejoli yang duduk di belakangnya, berusia kisaran kepala tiga. Tak ada jawaban. Rinjani berlalu setelah meletakan sendok itu dengan kasar. Selang beberapa menit kemudian. Ketika suasana mulai kondusif. Pria disana hanya bisa bergeming. Apa yang diucapkan wanita di hadapannya tadi? Mengakhiri semuanya? Cih! “Sadewa?” “Apa aku harus melakukan hal konyol kayak perempuan tadi, Chayra?” Wanita itu menggeleng. Sementara itu, ia sudah melepaskan cincin pertunangan mereka dan menaruhnya diatas meja. “Kali ini aku mohon sama kamu. Tolong, biarkan aku pergi.” “Segampang itu?” “Sadewa ….” “Kita ini sudah terikat sejak bayi, Chayra. Apa kamu bisa lupain semua momen yang sudah kita ciptakan?” Chayra tak mampu berkata-kata. Wajahnya memucat dan air mata sudah bertumpuk di kelopaknya. Bodoh! Bukankah ia yang ingin menyudahi semua? Mengapa ia harus menangis. “Maafkan aku, Sadewa. Aku nggak bisa.” Tanpa pikir panjang, Chayra beranjak dan hendak meninggalkan pria itu. Namun, langkahnya tertahan ketika sebuah tangan menggenggam pergelangannya. “Kamu cinta sama aku ‘kan, Chayra?” “...” Detik berlalu tanpa jawaban. ‘Aku mencintaimu, Sadewa. Tapi ….’ “Baiklah. Kalau memang ini yang kamu mau.” “...” Setelah tak mendengar jawaban dari wanita itu. Akhirnya, Sadewa melepaskan tangan tersebut. “Tolong jangan pernah muncul di hadapanku lagi, Chayra.” Deg. Chayra merasa hatinya hancur. Sejujurnya ia begitu mencintai pria tersebut. Namun, keadaan menuntut agar ia menyerah. Jika tidak—akan ada hati yang tersakiti nantinya. ‘Maafkan aku, Sadewa.’ Chayra melangkah dengan anggun meninggalkan Sadewa yang membeku. Dan sejak saat itu, Sadewa tak mau lagi percaya cinta. Bahkan tiga puluh tahun saja bisa kandas. Bagaimana jika baru mengenal? *** “Lo dimana? Gue butuh lo!” Langkah kaki gadis itu menuruni taksi online. Setelah membayar, ia memandang sebuah tempat yang tampak sunyi dari depan. Hatinya tiba-tiba ragu, namun ia butuh melupakan apa yang terjadi dengannya malam itu. “Sorry, Rin. Gue lagi temenin Oma belanja. Next time, ya.” “Hiks! Sedih banget sih nasib gue!” “Hust! Lo nggak boleh ngomong begitu! Ya udah, nanti sampai rumah gue calling lagi, ya.” “Hmmmmm.” “Bye my lovely, Sister!” “Bye!” sahut gadis itu lemah. Rinjani bagai anak ayam kehilangan induknya. Namun, bisa-bisanya ia melangkahkan kaki yang tengah keseleo ke tempat seperti itu. Ketika check-in, Rinjani akhirnya diizinkan petugas. Toh, identitasnya memang sudah diatas tujuh belas tahun. Namun, dengan kondisi kaki yang terseok-seok, membuat para mata pria hidung beelang menatap buas. “Dek, mau saya bantu?” tawar pria itu dengan suara memekik karena suara musik yang terlalu menggema. ‘Dek? Apa dia anggota hello dek? Tapi kepalanya nggak botak.’ Rinjani menatap seorang pria—hmmm, sekitar tiga puluh tahun. Pakaiannya cukup casual. Kontur wajah ala timur tengah dengan bulu halus disekitar pipinya. Ya, setipe dengan mantan kekasihnya lah—Emir. “Oh, nggak perlu, Om!” Rinjani menghindari tangan yang hendak merangkulnya. Sementara itu, sang pria tergelak mendengar gadis tersebut memanggilnya …. “Om?” Rinjani mencengir lalu meninggalkan pria itu. Ia muak dan tak ingin melayani pria tak dikenal. Maksud kedatangannya ke tempat itu sebenarnya hanya—mencoba. Ya, sungguh polos! Rinjani benar-benar termakan cerita dari novel yang pernah ia baca. Dimana, ketika patah hati, sang pemeran utama melampiaskan diri dengan bermabuk-mabukan lalu bertemu seorang pria dan terjadi …. ‘Damn! Gue nggak boleh terjerumus hal begitu!’ Setelah mendaratkan diri di kursi bar, Rinjani tersadar. “Mau pesan apa?” “Eung … orange mojito, ada?” Kening sang bartender dengan name tag Boy seketika mengkerut. Bibirnya melipat. Jika saja, ia tak ingat tugas, mungkin dirinya sudah tertawa terbahak-bahak. “Baik. Ditunggu, ya.” “Terima kasih.” Selang beberapa menit, orange mojito tersaji di atas meja. Rinjani menyapu pandangannya ke seluruh penjuru kelab malam tersebut. Ia tahu bahwa berada di tempat itu sangat beresiko untuk dirinya. Namun, entah mengapa, setelah mendengar kata putus dari Emir, dirinya menjadi hancur. Bayangkan saja—delapan tahun menjalin hubungan. Dari hanya sekadar cinta monyet sampai perasaannya benar-benar tumbuh sebagai gadis dewasa muda. Lalu, kini … ia ditinggalkan begitu saja? ‘Damn you, Emir!’ Rinjani bermonolog. Ingatannya mengulang memori saat ia pertama kali bertemu Emir. “Hai, nama kamu siapa?” “Rinjani Hussain. Kamu bisa berbahasa?” “Ya bisa. Aku Emir Aslan Bey.” Gadis itu mengenal Emir saat dirinya pindah ke Turki di usia dua belas tahun. Tepat sekolah menengah pertama. Kala itu, ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Kebetulan, Emir keturunan Jawa-Turki. Jadi, ia bisa berbicara Bahasa meski sedikit. Sementara Rinjani yang memiliki darah Malaysia bisa tiga bahasa; Malay, English, dan Bahasa. ‘Kenapa, Emir! Aku salah apa?’ Rinjani hampir menangis. Namun tertahan ketika sosok pria kembali menghampirinya. “Kamu sendirian aja?” tanya pria yang pertama kali menghadang di pintu masuk. ‘Cih! Dia lagi.’ Rinjani memutar bola matanya jengah. “Biasa kesini atau bagaimana? Kayaknya saya baru lihat kamu, ya.” Rinjani tak menanggapi. Ia hanya mencoba mengalihkan perhatian ke arah lain sambil memainkan sedotan tersebut. “Kalau ditanya jawab—” “Boy, bir satu!” seru seorang pria datang tepat di sisi kiri Rinjani. Dalam hati, ia menganggap bahwa kedatangan pria itu sebagai utusan Sang Pencipta. “Hai, Sayang! Kok lama banget, sih!” ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Tentang Cinta Kita

read
211.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
163.3K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.4K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.0K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
290.5K
bc

TERNODA

read
192.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
224.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook