Kelakuan Arum Yang Menyebalkan

2027 Kata
"Rasanya kesal dengan kehadiran orang baru tersebut tapi dia berusaha untuk positif thinking saja." *** "Kak Mario hari ini aku ada interview kerja kebetulan aku enggak tahu tempatnya boleh minta anterin enggak?" tanya Arum saat mereka sedang sarapan. "Interview kerja di mana?" tanya Mario. Veni masih fokus untuk mengambilkan makanan untuk suaminya walaupun dia mendengar Arum yang berbicara dengan Sang Suami. "Di xxxx dan aku enggak tahu itu di mana. Kakak bisa anterin enggak?" tanya Arum lagi. "Kapan?" tanya Mario. "Ini kak sekarang aku udah rapi ya karena mau interview kerja. Kebetulan di sana ada orang dalem temenku jadi aku bisa langsung interview." "Jauh banget tempatnya aku harus nganter istri aku kerja dan itu jalannya berlawanan. Kenapa kamu enggak naik taksi online aja gitu." "Taksi online di sini kayaknya beda sama yang di Jepang jadi aku enggak ngerti. Kakak aja ya kak yang anterin. Ini hari pertama aku interview nanti aku kalau dianggep gugur gimana?" rengek Arum lagi. "Ya kamu kenapa enggak siap-siap dari pagi. Berangkat dari pagi aja. Jadi, sekalian nyari alamat dulu." "Soalnya dulu apa-apa yang anter 'kan Kak Mario sama Kak Marvel jadi ya aku pikir aku bakal dianter sama kalian kalau di sini mau ke mana-mana." "Kamu udah gede, Rum. Di Jepang aja kamu berani sendiri masa yang di Kota kelahiran kamu malah enggak berani." "Ya 'kan aku udah lama di Jepang jadi lupa kalau di sini mana-mana gitu." Veni sebenernya merasa tidak nyaman dengan Arum. Dia merasa Arum seperti manja kepada suaminya. Entah kenapa rasanya dia cemburu. Veni langsung menggelengkan kepalanya. Tenang, Ven dia cuma adik iparnya Mario jangan cemburu. "Ya, Kak ya...." rengek Arum lagi. "Kita makan aja dulu ya," kata Veni yang akhirnya bersuara. "Ah ... Kak Veni bujuk Kak Mario dong buat anterin aku. Perasaan dulu Kak Mario kalau aku mau ke mana-mana selalu anter deh kenapa sekarang ada istri jadi enggak mau." Veni melihat ke arah Arum kemudian ke arah Mario. Mario masih tetap serius makan seakan tidak peduli dirinya sedang digibah. "Mar gimana?" "Nanti kamu kesiangan kalau aku anterin Arum. 'Kan kamu juga kerja." Apa yang dikatakan Mario benar juga apalagi ini dia hari terakhirnya di kantor. "Gimana ya, Rum. Aku juga kerja soalnya jadi ya kalau kamu mau anternya setelah jam aku kerja. Coba kamu bilang dari pagi mungkin Mario bisa anter kamu," ucap Veni ramah kepada Arum tapi jawaban Arum malah membuatnya kesal. "Ya aku engga bisa bangun pagi, Kak Veni jadi ya aku bisa bangun jam segini lagian aku interview jam 8 an kok. Ini masih jam 6." Dia pikir kantor yang butuh dia apa. Dengan entengnya dia bilang enggak bisa bangun pagi, bukannya di Jepang diajarin disiplin kenapa anak ini malah santai saja. "Ya gimana ya, Rum kamu bilang aja sama Mario enaknya gimana. Mending kita makan aja dulu kalau enggak." "Ya enggak bisa, Rum kamu berangkat aja pake taksi online gak keburu kalau berangkat bareng aku. Aku harus nganterin Veni dulu belum macetnya. Yang ada kamu telat nanti." Mario dengan kekeh mengatakan telat jika Arum harus berangkat bersamanya. "Yaudah berhubung aku enggak tahu di mana lokasinya dan Kak Veni kan tahu kantornya mending Kak Mario anter aku ke kantor dan Kak Veni yang berangkat paket taksi online aja. Kalau Kak Veni yang berangkat paket taksi online kan dia tahu kantornya kalau aku 'kan enggak tahu." WHAT!!! GILS!!! APA-APAAN DENGAN GADIS INI! "Enggak bisa, Rum istri aku lagi hamil jadi mending kamu berangkat aja sendiri aku enggak mau istri aku kenapa-kenapa," jawab Mario. Veni tadinya sudah mau marah kalau Mario benar-benar mengantarkan gadis itu. Jelas saja dia tidak terima kalau misalnya Mario lebih memilih sepupunya. Lagian Arum apa banget sih, dia kok enggak tahu diri banget. "Ishhh ... gimana dong. Masa aku di sini enggak ada yang bisa bantuin sama sekali." Veni rasanya sudah tidak mood makan karena mendengar ocehan gadis di depannya ini. Walaupun, Mario menolak mengajak bersama tetap saja dirinya jadi kesal sendiri. Ingin rasanya mencekik gadis tersebut. Mario dan Veni tetap melanjutkan makannya. Arum tetap saja mengoceh, tapi tidak di pedulikan oleh mereka. "Ish yaudah deh aku bareng sama kalian gapapa anter Kak Veni kerja dulu dari pada aku enggak tahu harus berangkat naik apa." "Iya, Rum," jawab Veni sedangkan Mario tetap serius makan-makanannya. Veni awalnya malas menjawab tapi dia tidak mau diklaim jadi kakak ipar judes apalagi dia baru bertemu dengan Arum. Takutnya dia tidak nyaman jadi sebisa mungkin, sekesal mungkin perasaan Veni tetap ditahannya. Beberapa saat kemudian makan mereka selesai. Lagi-lagi mereka harus menunggu Arum yang belum selesai. Mario yang kesal pun menarik tangan Veni untuk berangkat hingga Arum langsung buru-buru untuk ikut. "Ven buruan makannya nanti macet, Veni telat," ucap Mario jengah dengan gadis di depannya yang lama makannya. "Sabar, Kak. Lagian aku kan makannya telat tadi ya wajar aja aku belum selesai orang kalian makan duluan," jawab Arum. Mario memutar bola matanya kesal lalu bangkit dan menarik tangan Veni untuk berangkat. "Lagian suruh siapa dari tadi ribet sendiri kalau gini yang mau diomelin juga kita. Dasar," batin Veni. Veni tetap mengikuti genggaman tangan Mario tanpa peduli dengan Arum yang masih makan. Hingga Arum teriak untuk ditunggu. "Kak Mario tunggu ih kenapa aku ditinggal si aku makan belum selesai tahu." Arum juga lantas buru-buru minum dan mengikuti Mario. Sampai di depan Mario langsung ke mobilnya. Saat Mario membukakan mobilnya yang langsung masuk malah Arum. "Arum kamu apa-apaan sih. Ini buat Veni kenapa kamu yang masuk." Arum dengan wajah polosnya melihat ke arah Mario. "Loh emangnya kenapa? Dulu juga Kak Mario yang buka pintunya terus aku yang masuk 'kan?" "Arum tapi sekarang aku udah nikah. Veni yang biasanya duduk di sana bukan malah kamu yang masuk." "Tapi 'kan Kak Mario tahu kalau aku duduk di belakang aku mabok. Masa aku udah rapi gini nanti muntah kan ga lucu. Aku mau interview loh," ucap Arum lagi. "Udah enggak papa, Mar. Aku di belakang aja. Yuk berangkat dari pada telat." Veni membuka pintu belakang dan kemudian masuk. Dia memang kesal tapi kalau tidak ada yang mengalah yang ada mereka tidak ada yang berangkat. Mungkin cewe lain pasti akan langsung menjambak Arum yang tidak sopan itu tapi tidak dengan Veni. Dia sudah biasa mengalah di kantor juga jadi hal kayak gini sudah biasa untuknya. Walaupun, manusiawi dia juga kesal. Mario pun akhirnya mengalah juga, dia mengelus kepala istrinya serta mengecup singkat kening Veni dan kemudian tersenyum. Veni juga tersenyum dan kemudian masuk ke dalam. Selama perjalanan, hening. Veni lebih memilih membaca untuk meetingnya nanti di hari terakhir. "Kantornya Kak Veni jauh banget kah, Kak?" tanya Arum. "Jauh. Kan tadi aku bilang aku suruh kamu berangkat sendiri aja naik taksi kamunya enggak mau yaudah." "Ya soalnya aku takut aja kan di Indo itu enggak seaman Jepang." "Hm." Mario hanya berdehem. "Kak Mario banyak berubah ya padahal dulu welcome. Kak Mario masih marah sama aku? Atau gara-gara aku? Atau gara-gara Kak Bhiya yang—" "Rum kamu mending enggak usah banyak omong deh. Istri saya lagi belajar materi buat meetingnya jangan bikin dia ga fokus,' potong Mario dengan cepat. Veni lantas melihat ke kaca dengan curiga. Karena tadi Arun bilang Bhiya yang? Yang apa? Kenapa harus tiba-tiba Mario memotong ucapannya. "Oh Kak Veni lagi belajar ya ternyata. Maaf ya." Veni hanya tersenyum dan mengangguk. "Terus kak—" "Rum mending kamu diem enggak usah banyak omong. Dari tadi kan udah aku bilang Veni lagi serius sama kerjaannya." "Ck iya-iya. Lagian hening banget tahu. Ngomong enggak boleh. Yaudah aku nyetel musik aja." Tangan Arum baru hendak menyetel radio itu tapi Mario dengan cepat menangkis tangan Arum lagi. "Sekali lagi kamu berulah mending kamu enggak usah satu mobil sama aku. Turun aja." Ucapan Mario final dan tidak lagi bisa diganggu gugat oleh Arum. Sehingga gadis itu pun seketika menurut saja dari pada dia diturunkan di tengah jalan. Sejam kemudian mereka sampai di kantor Veni, "Kantor Kak Veni jauh juga ya sampe sejam. Duh aku telat enggak ya interview ini ke kantor interview aku jauh ya, Kak?" tanya Arum yang menurut Veni itu sindiran untuk dirinya. "Iya emang kantorku sama rumah jauh jadi lama. Maaf ya." "Enggak papa, Kak tapi nanti agak ngenes aja si kalau aku enggak diterima kerja karena harus anterin Kakak dulu." Veni kesal setengah mati terus gadis ini secara tidak langsung menyalahkan dirinya gitu. Hellow dari tadi dia sudah mengatakan kalau akan telat jadi kenapa malah seakan dia yang salah. "Udah, Ven enggak usah didengerin yuk turun." Mario turun lebih dulu. Kemudian, Veni. "Kamu semangat ya kerjanya. Jangan kecapekan istirahat makan yang sehat oke," ucap Mario kepada Veni saat mereka sudah di luar mobil. "Iya, kamu juga. Semoga hari ini aku lancar ya," ucap Veni. Mario pun memeluk Veni. Tapi, kemudian panggilan dari Arum membuat Veni langsung melepaskan pelukannya karena malu juga. "Kak Mario buruan dong aku udah telat nih. Kenapa malah mesra-mesraan enggak malu apa dilihat orang," kata Arum. "Ck. Yaudah, Ven aku berangkat anter Arum dulu ya. Kamu masuk gih." Veni pun mengangguk, "Aku masuk dulu ya. Assalamualaikum. Good luck ya, Rum." Setelah itu dia berjalan masuk tanpa menunggu respon Arum terhadap dirinya. "Waalaikumsalam." Mario masih memperhatikan Veni yang masuk ke dalam. "Kak Mario buruan kenapa aku udah telat. Veninya 'kan udah masuk juga. Kenapa masih dilihatin sih orang aku mau interview juga." Mario memutar bola matanya malas. Kalau gadis itu tidak segera diantarkan yang ada makin cerewet. Mario masuk ke dalam mobilnya dan melajukan mobilnya, "Ini gara-gara Kakak sih biasanya juga aku dulu kalau minta apa-apa kenapa sekarang aku diduain." "Kamu cuma sepupu ya, Rum sedangkan Veni istri aku." "Cuma istri cadangan doang 'kan buat manasin Bhiya pasti?" Deg.... Tahu dari mana gadis itu. Ini bisa gawat kalau Arum sampai bilang ke Veni atau Arum keceplosan. "Kenapa diem aja? Pasti jawaban aku bener 'kan?" ucap Arum lagi. "Enggak. Ngapain cadangan aku sampe hamilin dia mana enak lagi pas ngelakuin sama dia itu artinya aku ya beneran cinta sama dia." "Jijik!" Arum langsung saja kesal saat Mario dengan gamblangnya mengatakan kalau enak ngelakuin. Jelas pasti yang dimaksud enak adakah melakukan itu bukan apa. "Lagian nanya aneh-aneh aja. Ya dia istri aku lagi hamil. Hamil harus ada hubungan suami istri dan aku udah masukin dia jadi ya berarti aku cinta beneran sama dia. Makanya kamu itu jangan sok tahu jadi orang." Arum memandangnya Mario kesal. Tidak mungkin, tidak mungkin Mario bisa langsung cinta dengan gadis itu. Pasti itu hanya alibi Mario saja agar Arum percaya. "Halah tetep aja aku enggak percaya kalau kamu beneran udah cinta sama istri aku." "Yakin kamu mau percaya? Kamu mau bukti? Oke kalau gitu aku bakal buktiin." Mario pun kembali menantang Arum. "Iya. Coba aja kalau gitu." Arum tidak may dianggap remeh jadi dia bakal melihat sejauh mana Mario berani membuktikannya. Mereka pun hening tidak ada suara lagi. Arum harus menciptakan perdebatan lagi ini, "Ini masih lama apa. Aku udah telat banget ini!" "Iyalah kamu enggak lihat jalan di depan macet. Aturan aku udah di kantor leha-leha malah suruh anter kamu. Dasar enggak Mandiri." "Lagian udah dibilang jangan anter Veni malah dianter. Coba tadi dia naik taksi aku enggak bakal telat!" "Yang ada kamu aja sana yang naik taksi malah nyuruh orang lagi. Orang kamu yang salah malah nyalahin orang!" Mario gemas dengan wanita itu. Bisa-bisanya dia malah mengomentari istrinya. "Ya akukan udah bilang enggak tahu daerah sini kok maksa." "Ya kamu juga jangan maksa istri ku dong. Udahlah, Rum kamu bisa enggak sih diem aja. Ngomong mulu enggak capek." "Kamu kok banyak berubah sih, Mar. Dulu kalau aku sama kamu, kamu lemah lembut kenapa pas udah dapet istri malah kasar jangan-jangan istri kamu bawa pengaruh buruk kali." "Kamu yang bawa pengaruh buruk. Udah tenang tanpa kamu ngapain segala kamu pulang lagi ke Indo. Udah enak kamu di Jepang aja sana." "Ya nanti juga aku balik tapi nanti kalau udah bosen. Dan kamu pisah sama istri kamu." "Dasar sakit!" Pekik Mario lagi. Arum malah tertawa ngakak. Bisa-bisanya wanita itu malah ngakak padahal Mario kesal dengan melihat raut wajah wanita itu. Jangan sampai Veni terlalu dekat dengan Arum. Gadis ini bahaya. Bisa-bisa nanti kebongkar semuanya. "Akutu tahu kok, Mar kamu enggak serius sama Veni." "Justru saking seriusnya kan aku bilang kamu bakal enggak nyangka nanti," ucap Mario lagi dengan smirk dibibirnya membuat Arum tidak bisa berkata-kata akhirnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN