Sindiran

1017 Kata
"Rasanya berbeda tapi tidak apa." *** Hari ini Veni sudah tidak bekerja lagi. Dia rela meninggalkan karir yang sudah dirintisnya demi keluarga sang suami yang menyuruhnya resign. Tapi, dengan hal itu membuat Veni pun juga mengambil sisi positifnya karena memang demi kesehatan sang bayi hingga lahir. "Ven kamu enggak papa udah mulai enggak kerja terus di rumah aja?" tanya Mario yang sedang memakai kemejanya untuk berangkat ke kantor. "Ya emang aku harus gimana? Kan mau Mama kamu aku ke luar yaudah aku ke luar," jawab Veni yang sedang menjempur handuk bekas Mario mandi. Laki-laki itu kebiasaan selalu menaruh handuknya di kasur dan Veni selalu lelah mengatakan itu hingga akhirnya dia yang mengalah menjemur. "Ya kamu merasa enggak ikhlas gitu?" tanya Mario. "Enggak lah kalau enggak ikhlas ya aku kerja lagi. Buktinya aku biasa aja." "Hmm ya lagian kamu enggak kerja juga aku bakal cukupin mau kamu kok." "Hm iya percaya." "Yaudah ayo turun sarapan." Mario menggandeng pinggang istrinya dan mengajak istrinya untuk sarapan. Saat sampai di meja makan ada Arum dan juga Mama mertuanya sepertinya Mama mertuanya itu baru pulang lagi semalam mereka makan malam belum pulang. Veni pun menyapa Mamanya lebih dulu tapi tidak dengan Arum rasanya dia kesal dengan gadis itu sejak kemarin. Tapi, Veni harus ingat dia sedang mengandung tidak boleh membenci orang lain. Dalam hati Veni mengucapkan amit-amit agar bayinya itu tidak nurun seperti Arum. "Mama udah pulang?" sapa Veni. "Iya." Mamanya mengerutkan keningnya melihat Veni dari atas sampe bawah. "Kenapa, Ma?" tanya Veni lagi. "Mario udah rapi kok kamu belum rapi? Emang ini tanggal merah kamu enggak kerja?" tanya Mamanya lagi dengan raut wajah kebingungan. Veni pun tersenyum lantas menjawab, "Aku udah resign dari kantor, Ma. Jadi, ya aku udah enggak kerja lagi." "Lah kemarin Kak Veni masih kerja masa sekarang udah enggak kerja lagi? Dipecat ya?" tanya Arum dengan songongnya. Ingin rasanya mencakar wajahnya. Tapi, Veni tetap harus ramah karena ada Mamanya di sini. "Bener kamu dipecat, Ven?" tanya Mamanya langsung ingin sekali Veni menjanbak mulut Venu untung saja dia tetap ramah kepada gadis itu walaupun dia sangat tidak suka dengan gadis itu. "Enggak kok, Ma aku udah resign dan kemarin hari terakhir Kerja soalnya kan Mama yang mau juga aku resign yaudah aku ikutin. Lagian demi kebaikan aku dan bayiku juga pasti bakal aku turutin kok." Veni melihat Dian tersenyum lantas maju kehadapan Veni. "Ah akhirnya kamu resign juga, ternyata kamu menantu Mama yang nurut ya. Padahal, si Bhiya aja duluan Mama suruh tapi sampe sekarang belum resign juga. Terus belum hamil lagi ah anak itu memang lebih sulit dibilangin dibanding kamu. Kamu bener-bener pinter cari istri, Mar." Ibunya itu lantas mengelus perut Dian. "Hehe ... iya, Bu." Mario seperti melihat seseorang tadi, karena mereka masih fokus, Mario pun ke luar sepertinya dia tahu orang tadi. Dia berjalan menyusul orang tersebut. Sampai di depan benar saja dia melihat Bhiya yang membawa rantang makanan, pasti perempuan itu tadinya mau mengantarkan makanan itu Mama tapi mendengar Mama menyindirnya dia balik lagi. Mario dengan cepat menarik tangan Bhiya, Bhiya yang terkejut pun lantas menengok tetapi langsung melepaskan genggaman tangan Mario. "Mar ... Mario kok kamu di sini bukannya tadi kamu di dalem?" tanya Bhiya lantas menghapus air Matanya. "Kamu denger omongan Mama ya?" "Ah? Enggak kok. Ini mau balik ke rumah ada yang ketinggalan mau aku ambil terud anter ke Mama. Udah ya, Mar aku mau berangkat kerja lagi soalnya." "Bohong. Aku tahu raut wajah kamu itu enggak jujur, Bhiy. Kamu pasti denger tadi ucapan Mama." "Enggak, Mar. Emang ada yang ketinggalan makanya aku mau balik ke rumah dulu nanti aku ke sini lagi kok." "Aku kenal kamu lama, Bhiy. Walaupun, kamu ngelak sekalipun aku masih Inget gimana kamu bener-bener lagi bohong." Bhiya langsung meneteskan air Matanya. Tapi, sedetik kemudian langsung dia hapus karena kedatangan Arum yang membuat mereka terkejut. "Wahhh ... ternyata Kak Mario masih akrab ya sama Bhiya. Ah, padahal udah lama banget Arum enggak lihat kalian berdua. Jadi, sekarang kalian cuma jadi ipar-iparan ya bukan...." "Arum sejak kapan kamu ada di sini." Bhiya pun terkejut dengan kedatangan Arum. Arum ini yang udah merusak hubungannya dulu dengan Mario. Bhiya jadi merasa kalau kehadiran dia juga ada yang tidak beres kepada Veni. "Iya dong. Aku tadi lihat Ka Mario ke sini makanya aku ikutin. Ah, ternyata setelah lama enggak kedengeran kabar karna mau ke sini jual es ya haha...." "Arum cukup. Ngapain sih kamu ngomong kayak gitu. Dia juga udah jadi keluarga kita tahu." "Keluarga? Tapi kok perhatian Kak Mario kayak...." Arum dengan smirknta pun tersenyum ke Mario. Mario sebenernya was-was kalau sampai Arum ini ngomong aneh-aneh Veni bisa tahu. "Arum mending kamu balik lagi deh. Jangan ngomong yang aneh-aneh atau kamu aku balikin ke Jepang lagi." "Emang Kak Mario bisa? Orang Mama aja nyuruh aku pulang kok. Tante Dian itu kayaknya lebih sayang aku sih Kak." "Mario udah enggak usah diladenin mending kamu masuk aja ke dalem." "Terus kamu enggak masuk?" tanya Mario lagi. Bhiya lantas menggelengkan kepalanya, "Yaudah nanti ke sini lagi ya kan ada yang ketinggalan. Kak Marvel lagi enggak di rumah 'kan? Kalau kesepian ke sini aja." "Uuuh ... Kak Mario sosweet banget ya. Ini kalau Kak Veni tahu kira-kida gimana ya?" tanya Arum sambil mengelus dagunya. "Arum jangan macem-macem ya kamu. Sudah aku bilang, bisa aja kamu aku kirim ke Jepang lagi kalau kamu aneh-aneh." "Bhiya kamu kenapa sih hobi banget bikin masalah. Emang aku ada salah apa sama kamu sampe kamu ngancem aku." "Lah aku si enggak ada. Makanya Kak Bhiya kalau punya rahasia dijaga ini aku untuk enggak lemes juga. Coba kalau yang lain." "Ada apa ini? Kenapa kalian pada di sini?" tanya Mamanya yang tiba-tiba datang bersama Bhiya. Bhiya untung dengan sigap melempar tangan Bhiya yang tadinya dia.pegang. Semoga saja tidak terlihat ke Veni dan Mamanya. "Ah ya, Ma ini aku mau anter makanan aja kok. Aku kira Mama lagi enggak masak." Dian menatap Bhiya dengan sinis karena menantunya itu masih pakai baju kantor." "Kamu mau kerja?" tanya Dian lagi. "Iya, Ma." "Tuhkan apa Mama bilang, Ven cuma kamu yang nurut Mama suruh resign cepet," ucap Dian yang membuat Bhiya sebenernya merasa sakit hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN